Kepala angkatan bersenjata Myanmar, Min Aung Hlaing, menyatakan milliter Myanmar akan memperpanjang keadaan darurat dan bersumpah untuk ‘menghancurkan’ oposisi. Militer terus memperpanjang pemerintahan darurat sejak merebut kekuasaan dalam kudeta pada Februaru 2021 lalu tersebut.
Min Aung Hlaing, yang memimpin kudeta pada 1 Februari 2021, mengatakan militer akan melakukan “apa pun yang diperlukan untuk mengembalikan kestabilan negara” di tengah kemajuan luar biasa oleh aliansi pasukan anti-kudeta dan kelompok bersenjata etnis.
Sebelumnya, Dewan Pertahanan dan Keamanan Nasional mengumumkan bahwa keadaan darurat akan diperpanjang selama enam bulan lagi, tepat sebelum berakhirnya masa sebelumnya tengah malam. Langkah ini lebih lanjut menunda pemilihan yang dijanjikan oleh para jenderal setelah merebut kekuasaan dari pemerintahan terpilih Aung San Suu Kyi yang kini telah dipenjara.
Myanmar telah dalam kekacauan sejak kudeta yang memicu protes massal dan berkembang menjadi pemberontakan bersenjata setelah militer menanggapi dengan kekuatan militer brutal.
Militer mengatakan tidak bisa menangguhkan keadaan darurat di saat mereka sedang berperang melawan oposisi bersenjata di seluruh negeri, yang meningkat sejak pasukan anti-kudeta meluncurkan Operasi 1027 akhir tahun lalu.
“Tiga tahun setelah kudeta di Myanmar, kendali militer atas kekuasaan lebih tidak pasti daripada kapan pun dalam 60 tahun terakhir,” kata Richard Horsey, penasihat senior Myanmar di Crisis Group.
Sejak kudeta, Amerika Serikat, Uni Eropa, Britania Raya, dan lainnya memberlakukan sanksi terhadap rezim militer. Amnesty International dan Human Rights Watch termasuk yang menyerukan agar lebih banyak tindakan diambil untuk memutus akses militer ke bahan bakar pesawat. PBB dan kelompok hak asasi manusia telah menuduh militer melakukan pelanggaran hak dalam penindasan mereka terhadap oposisi, termasuk kejahatan terhadap kemanusiaan.
AS menambah sanksi untuk Myanmar
Amerika Serikat memberlakukan sanksi tambahan terhadap rezim militer Myanmar, di mana Departemen Luar Negeri Amerika Serikat menargetkan empat individu dan dua entitas yang terkait dengan rezim untuk mengganggu sumber pendapatan yang mendukung aktivitas militer rezim terhadap warga sipil dan mereka yang menyediakan bahan dan dukungan untuk produksi senjata di Myanmar.
Departemen Keuangan Amerika Serikat juga mengumumkan sanksi terhadap Shwe Byain Phyu Group of Companies yang menjalin hubungan dengan Myanma Economic Holdings Public Co. Ltd. (MEHL) dan dikendalikan oleh militer Burma atau Tatmadaw yang berkuasa saat ini. Tatmadaw telah lama mengandalkan kegiatan bisnis untuk mendanai operasinya sendiri. Departemen Keuangan AS juga menyatakan bahwa kedua entitas yang dikenai sanksi telah memfasilitasi perolehan rezim militer terhadap mata uang asing dan impor minyak bumi serta bahan lainnya melalui keterkaitan mereka dengan MEHL.