Risiko Pasar di Negara yang berkonflik Meningkatkan Agenda Perusahaan
Pertempuran di Ukraina mungkin masih jauh dari selesai, namun rencana-rencana telah berjalan[1] untuk rekonstruksi pasca perang di negara ini, dengan perusahaan-perusahaan dan pemerintah yang siap untuk berkontribusi. Di tempat lain, inisiatif pembangunan kembali dan pemulihan pascakonflik telah mencapai berbagai tingkat kemajuan di Ethiopia,[2] Sudan Selatan,[3] dan Irak.[4]
Peluang komersial setelah perang dan bencana alam bisa sangat besar. Namun, kerapuhan yurisdiksi ini menjadikan perusahaan multinasional harus memastikan aktivitas mereka mendukung stabilitas dan pembangunan, jika tidak, mereka berisiko melihat keuntungan bisnis yang diperoleh di awal menguap.
Negara-negara yang baru pulih dari peristiwa-peristiwa yang merusak sangat tertarik dengan investasi asing langsung[5] untuk membangun kembali infrastruktur yang hancur dan menstimulasi pertumbuhan ekonomi – dengan perusahaan-perusahaan yang mampu memainkan peran konstruktif dalam upaya stabilisasi. Dengan demikian, mereka mendapatkan reputasi sebagai pemain ekonomi yang bertanggung jawab, memenangkan kepercayaan dari pelanggan dan pihak berwenang setempat.
Namun, kesalahan langkah perusahaan, baik disengaja maupun tidak, dapat menyebabkan kerusakan operasional dan reputasi – terutama dalam situasi pasca bencana yang terkadang terburu-buru untuk memulai upaya bantuan dan rekonstruksi.
Setelah tsunami Asia, ada laporan tentang kontraktor swasta[6] di Indonesia yang menggunakan bahan bangunan di bawah standar untuk meningkatkan keuntungan. Setelah gempa bumi Haiti, para kontraktor[7] mendapat sorotan atas jumlah penduduk setempat yang mendapat manfaat dari program-program cash-for-work yang bertujuan untuk mendorong proses stabilisasi.[8]
Di Sudan Selatan dan Irak, perusahaan-perusahaan energi telah menopang perekonomian negara-negara yang bergantung pada minyak dan gas – ekstraksi hidrokarbon membantu mereka pulih, meskipun dengan susah payah, pasca perang yang menghancurkan. Namun, dalam beberapa kasus, keterlibatan komersial telah berada di bawah pengawasan ketat, dengan beberapa perusahaan yang terkait dengan pelanggaran hak asasi manusia di Sudan Selatan[9] dan polusi yang luas di Irak selatan.[10]
Yurisdiksi pasca-konflik dan pasca-bencana merupakan beberapa pasar yang paling menantang untuk dimasuki dari segi risiko. Perusahaan harus mengidentifikasi dan memitigasi kekhawatiran yang ada – seperti ancaman terhadap keselamatan staf dan aset – serta menilai dampak operasional terhadap proses rekonstruksi dan normalisasi. Mereka juga perlu memahami dinamika geopolitik regional, karena hal ini dapat membatasi aktivitas bisnis.
Kerapuhan yang melekat pada negara-negara yang baru pulih dari pergolakan besar berarti kondisi dapat berubah dengan cepat. Setelah perang, transisi politik dapat runtuh akibat perebutan kekuasaan, sehingga membuat negara kembali bergejolak, seperti yang terjadi di Sudan.[11] Masalah kedaulatan yang tidak terselesaikan dapat menyebabkan konflik yang membeku tiba-tiba meletus, seperti perang Nagorno-Karabakh yang kedua.[12] Korupsi dan ketidakmampuan pemerintah dapat memicu gelombang kemarahan publik, seperti yang terjadi di Irak beberapa tahun yang lalu dan setelah gempa bumi di Turki baru-baru ini.[13]
Selain pemeriksaan uji tuntas standar yang diperlukan untuk lingkungan yang menantang, perusahaan yang memasuki pasar-pasar ini harus membuat kerangka kerja risiko operasional yang menilai bagaimana investasi mereka akan dikerahkan; siapa yang akan mendapat manfaat; bagaimana hal itu dapat dipersepsikan; dan apakah ada kemungkinan bahwa hal itu secara tidak sengaja berkontribusi pada ketegangan lokal.
Risiko dapat mencakup potensi hubungan komersial dengan satu komunitas yang mengasingkan komunitas saingannya; terlihat mengeksploitasi peraturan yang lemah atau tidak ditegakkan dengan baik; atau melakukan bisnis dengan aktor komersial dan politik yang didiskreditkan, yang secara langsung atau tidak langsung terkait dengan konflik atau bencana yang dialami oleh negara tersebut.
Tren geopolitik perlu dianalisis karena memiliki implikasi operasional yang signifikan. Negara-negara yang baru saja keluar dari krisis besar dapat berada di bawah pengaruh – atau menghadapi tekanan dari – kekuatan regional dan global yang mengejar agenda mereka sendiri. Perambahan semacam itu dapat menutup atau merusak investasi dari perusahaan-perusahaan yang terkait dengan saingan geopolitik.
Sebagai contoh, Beijing berusaha untuk memajukan kepentingan strategisnya di Samudra Hindia melalui proyek-proyek ekonomi[14] yang diimplementasikan oleh China di Sri Lanka selama perang saudara dan Maladewa setelah tsunami Asia. Keterlibatan China dengan kedua negara tersebut, menurut AidData,[15] telah mempengaruhi hubungan mereka dengan mitra-mitra lainnya, termasuk AS. Baru-baru ini, Iran[16]dan proksi Irak[17] dicurigai melakukan serangkaian serangan rudal yang tampaknya ditujukan untuk menyabotase sektor gas di wilayah Kurdi Irak, tempat AS banyak berinvestasi. [18]
Penilaian risiko operasional dan geopolitik harus dilakukan secara teratur mengingat volatilitas dan kerapuhan negara-negara yang baru pulih dari perang dan bencana. Secara khusus, perusahaan perlu terus melacak jejak mereka di pasar-pasar ini – pada dasarnya memantau dan memitigasi dampak kegiatan bisnis terhadap pemangku kepentingan lokal untuk memastikan standar-standar ESG dipertahankan.
Memang, perusahaan didorong untuk menerapkan uji tuntas hak asasi manusia[19] yang lebih ketat di wilayah yang terkena dampak konflik dan berisiko tinggi, yang mengharuskan mereka untuk secara tekun menginterogasi dan menangani risiko sosial dan lingkungan, serta memastikan bahwa mereka menghormati hukum kemanusiaan internasional. Para pegiat[20] telah mendorong agar pendekatan ini dimasukkan ke dalam arahan uji tuntas keberlanjutan perusahaan yang diusulkan oleh Komisi Eropa[21] – sebuah inisiatif legislatif utama yang mewajibkan perusahaan untuk bertindak lebih bertanggung jawab dan etis di wilayah operasi mereka.
Pengembangan regulasi ESG[22] yang lebih ketat disambut baik dan diperlukan. Namun, mengingat potensi kemunduran perusahaan di yurisdiksi yang tidak stabil, perusahaan yang menjajaki atau mengejar peluang komersial di wilayah ini disarankan untuk melakukan pendekatan risiko dan mitigasi dengan ketat sesuai dengan rezim peraturan di masa depan.
[1] Hanna Ziady,Ukraine needs investors to rebuild its war-torn economy. A huge effort is alredy underway, CNN Business, 21 Juni 2023. https://edition.cnn.com/2023/06/21/investing/ukraine-recovery-conference-private-investors/index.html
[2]Noé Hochet-Bodin, Ethiopia’s prime minister wants paris to invest, Le Monde, 8 Februari 2023. https://www.lemonde.fr/en/le-monde-africa/article/2023/02/08/ethiopia-s-prime-minister-wants-paris-to-invest_6014945_124.html
[3]UN News, South Sudan’s transition from conflict to recovery ‘inching forward’-UN envoy, 3 Maret 2021. https://news.un.org/en/story/2021/03/1086272
[4] Ahmed Aboulenein, Iraq sees $100 billion to reconstruct transport, agriculture and oil sectors, Reuters, 9 Februari 2018. https://www.reuters.com/article/us-mideast-crisis-iraq-reconstruction-idUSKBN1FT188
[5] United Nations University, Post-Conflict Countries and Foreign Investment, Policy Brief Number 8, 2008. https://ciaotest.cc.columbia.edu/pbei/unup/0016013/f_0016013_13889.pdf
[6] Gretta Fenner & Mirella Mahsltein, Curbing the Risk of and Corruption in Natural Disaster Situations, https://baselgovernance.org/sites/default/files/2019-01/Corruption%20in%20natural%20disaster%20situations.pdf
[7] Martha Mendoza, Would-be Haitian Contractor miss out on aid, NBC News, 13 Desemebr 2010. https://www.nbcnews.com/id/wbna40631064
[8] Office of Inscpector General, Audit of USAID’s Cash for Work Activities in Haiti, 24 September 2010. https://oig.usaid.gov/sites/default/files/2018-06/1-521-10-009-p.pdf
[9] Nick Cumming-Bruece, Oil Companies May Be Complicit in Atrocities in South Sudan, U.N. Panel Says, The New York Times, 20 Februari 2019. https://www.nytimes.com/2019/02/20/world/africa/south-sudan-oil-war-crimes.html
[10] Antonio Juhasz, Iran Gas Flaring Tied to Cancer Surge, Human Rights Watch, 3 Mei 2023. https://www.hrw.org/news/2023/05/03/iraq-gas-flaring-tied-cancer-surge
[11] Adam Fulton & Oliver Holmes, Sudan conflict: why is there fighting and what is at stake in the region?, The Guardian, 27 April 2023. https://www.theguardian.com/world/2023/apr/27/sudan-conflict-why-is-there-fighting-what-is-at-stake
[12] Aljazeera, Explainer:What is Nagorno-Karabakh and why are tensions rising?, 24 April 2023. https://www.aljazeera.com/news/2023/4/24/explainer-what-is-nagorno-karabakh-why-are-tensions-rising
[13] Reuters, Turks protest over government’s quake response in stadiums, on streets, 27 Februari 2023. https://www.reuters.com/world/middle-east/turks-protest-over-governments-quake-response-stadiums-streets-2023-02-27/
[14] Samantha Custer, Competing visions for the Indian Ocean: China’s influence in South and Central Asia, AID DATA, 12 Mei 2022. https://www.aiddata.org/blog/competing-visions-for-the-indian-ocean-chinas-influence-in-south-and-central-asia
[15] Ibid.
[16] Ahmed Rasheed & Orhan Coskun, EXCLUSIVE Iran struck Iraq target over gas talks involving Israel-officials, Reuters, 28 Maret 2022. https://www.reuters.com/world/middle-east/exclusive-iran-struck-iraq-target-over-gas-talks-involving-israel-officials-2022-03-28/
[17] Amina Ismail & Maha El Dahan,Exclusive: Attacks on major Iraqi gasfield drive out U.S. contractors, 31 Agustus 2022. https://www.reuters.com/business/energy/exclusive-attacks-major-iraqi-gasfield-drive-out-us-contractors-2022-08-30/
[18] Khazan Jangiz, Dana Gas sigdn agreement with US to expands gas production in the Kurdistan Region, Rudaw, 8 September 2021. https://www.rudaw.net/english/kurdistan/080920212
[19] UNDP, Heightened Human Righst Due Diligence for Business in Conflict-Affected Contexts A Guide, 2022. https://www.undp.org/sites/g/files/zskgke326/files/2022-06/UNDP_Heightened_Human_Rights_Due_Diligence_for_Business_in_Conflict-Affected_Context.pdf
[20] International Alert, NGOs and experts call on EU to ensure new directive addresses risk in conflict-affected areas, Agustus 2022. https://www.international-alert.org/statements/eu-new-due-diligence-directive/
[21] Europe Commision, Just and sustainable economy: Commision lays down rules for companies to respect human rights and environment in global value chain, 23 Februari 2022. https://ec.europa.eu/commission/presscorner/detail/en/IP_22_1145
[22]Chriss McGarry, Jacquelyn MacLennan & Clare Connellan, The Global ESG Regulatory Fremawork Toughens Up, Harvard Law School Forum on Corporate Governance, 19 September 2022. https://corpgov.law.harvard.edu/2022/09/19/the-global-esg-regulatory-framework-toughens-up/