Menghidupkan Kembali Kemitraan Pertahanan Amerika Serikat-Filipina
Filipina dan Amerika Serikat (AS) telah mengumumkan rencana mereka “untuk mempercepat implementasi penuh Enhanced Defense Cooperation Agreement (EDCA) dengan menyetujui penetapan empat ‘Lokasi yang Disepakati’ baru di area strategis negara itu dan penyelesaian substansial proyek-proyek di lima Lokasi yang disepakati yang sudah ada.” Tujuan utama EDCA adalah untuk mendukung pelatihan gabungan, latihan, dan interoperabilitas di antara pasukan kedua negara.
EDCA juga “memberikan akses yang luas kepada militer Amerika Serikat ke berbagai pangkalan militer penting di seluruh Filipina”. Hal ini terjadi selama kunjungan Menteri Pertahanan Amerika Serikat Lloyd Austin ke Filipina pada 2 Februari 2023, sebagai bagian dari perjalanan ke Pasifik Barat. Selama kunjungan ini, Menhan Lyod Austin mengadakan pertemuan dengan Presiden Filipina Ferdinand Marcos Jr, Menteri Pertahanan Carlito Galvez Jr, dan Menteri Luar Negeri Enrique Manalo.
Filipina telah lama menjadi sekutu keamanan Amerika Serikat dan EDCA menjadi pilar dari hubungan ini. Berdasarkan rilis resmi pernyataan yang dikeluarkan oleh Kementerian Pertahanan AS menyatakan “Perluasan EDCA akan membuat aliansi kami lebih kuat dan lebih tangguh dan akan mempercepat modernisasi kemampuan militer gabungan kami. Penambahan lokasi-lokasi EDCA baru ini akan memungkinkan dukungan yang lebih cepat untuk bencana kemanusiaan dan bencana terkait iklim di Filipina, dan menanggapi tantangan bersama lainnya.” Selain itu, AS telah menginvestasikan lebih dari 82 juta dolar AS untuk investasi infrastruktur di lima lokasi yang ada di bawah EDCA dan ‘telah berkomitmen untuk bergerak cepat dalam menyetujui rencana dan investasi yang diperlukan untuk lokasi-lokasi EDCA yang baru dan yang sudah ada. Pernyataan AS lebih lanjut berbunyi, “Aliansi Filipina-AS telah teruji oleh waktu dan tetap kokoh. Kami menantikan kesempatan yang akan diciptakan oleh lokasi-lokasi baru ini untuk memperluas kerja sama kita bersama.”
Dalam konferensi pers yang diadakan oleh Menteri Pertahanan Filipina, Carlito Galvez Jr. dan Menteri Pertahanan AS, Lloyd Austin, menjelaskan bahwa AS tidak mencari pangkalan permanen di Filipina melalui EDCA. Sebaliknya, Washington mencari akses dan kesempatan bagi AS untuk meningkatkan kegiatan pelatihannya dengan Filipina. Ini adalah tentang memiliki kemampuan untuk merespons dengan cara yang lebih kolektif … jadi ini adalah kesempatan untuk meningkatkan efektivitas kami, meningkatkan interoperabilitas.”
Keempat lokasi baru itu belum diungkapkan oleh kedua negara. Tetapi ada berita yang beredar beberapa bulan yang lalu bahwa AS telah mengidentifikasi dan meminta lima lokasi tambahan untuk EDCA-satu lokasi masing-masing di Palawan, Zambales, dan Isabela dan dua lokasi di Cagayan. Lima lokasi yang telah dialokasikan untuk AS di bawah EDCA adalah: Pangkalan Udara Antonio Bautista di Palawan, yang paling dekat dengan Gugusan Pulau Kalayaan; Pangkalan Udara Basa di Pampanga; Benteng Magsaysay di Nueva Ecija, kamp militer terbesar di Filipina; Pangkalan Udara Benito Ebuen di Cebu, Visayas dan Pangkalan Udara Lumbia di Kota Cagayan de Oro, Mindanao, yang terletak dekat dengan Scarborough Shoal yang dipersengketakan dan pulau-pulau Spratly di Indo-Pasifik.
EDCA ditandatangani antara AS dan Filipina pada tahun 2014 untuk melawan ketegasan Cina yang semakin meningkat di Laut China Selatan dan juga untuk mencari bantuan dari pasukan AS untuk menanggapi bencana alam. Pada bulan Januari 2019, proyek besar pertama pembangunan gudang Bantuan Kemanusiaan dan Bantuan Bencana di bawah EDCA di Pangkalan Udara Cesar Basa, Pampanga telah selesai. Lebih banyak proyek dan pekerjaan pembangunan sedang dilakukan oleh AS di empat lokasi lain di bawah EDCA-Fort Magsaysay Military Reservation, Pangkalan Udara Lumbia, Pangkalan Udara Antonio Bautista, dan Pangkalan Udara Mactan Benito Ebuen.
Perluasan akses yang diberikan kepada AS ke pangkalan militer Filipina ini akan memberikan pijakan strategis yang lebih besar bagi pasukan AS di tepi tenggara Laut China Selatan yang dekat dengan Taiwan. Menteri Pertahanan AS Austin mengatakan, “Itu hanyalah bagian dari upaya kami untuk memodernisasi aliansi kami. Dan upaya ini sangat penting karena China terus memajukan klaim tidak sahnya di Laut Filipina Barat”. AS telah meningkatkan keterlibatannya dengan negara-negara di Indo-Pasifik, dan hal ini dapat dilihat tidak hanya dari EDCA yang ditingkatkan dengan Filipina, tetapi juga prakarsa AS-India yang baru-baru ini diluncurkan mengenai Teknologi Kritis dan Berkembang (iCET), dan juga dari rencana pengerahan unit-unit Marinir AS yang baru ke pulau-pulau Jepang.
Keempat lokasi area tambahan ini juga dikatakan berpotensi menempatkan pasukan AS kurang dari 200 mil di selatan Taiwan. Pemerintahan Biden telah meningkatkan keterlibatannya dengan Taiwan dan juga menegaskan bahwa AS akan tetap berpegang teguh pada komitmennya di bawah Undang-Undang Hubungan Taiwan – “Washington setuju untuk menyediakan sarana bagi pulau itu untuk mempertahankan dirinya sendiri tanpa harus mengerahkan pasukan AS.”
Mengingat bahwa pendekatan kebijakan pemerintahan Marcos yang baru menandai perubahan total dari pemerintahan Duterte sebelumnya, di mana tujuannya adalah untuk memperbaiki hubungan dengan AS dan menjauh dari sikap kebijakan yang sepenuhnya pro-China. AS juga bersiap-siap untuk memanfaatkan kesempatan ini untuk menghidupkan kembali hubungan dengan sekutu keamanannya di Asia Tenggara mengingat meningkatnya ketegangan di Laut China Selatan dan juga Taiwan.
Filipina adalah sekutu perjanjian tertua AS dan fondasi hubungan ini bertumpu pada Perjanjian Pertahanan Bersama tahun 1951. Dengan datangnya pemerintahan baru di Filipina, beberapa perkembangan signifikan dapat dilihat dalam hubungan bilateral ini. Pada November 2022, Wakil Presiden AS, Kamala Harris mengunjungi Filipina untuk membahas ruang lingkup perluasan akses pangkalan AS dengan Presiden Ferdinand Marcos Jr. Selain itu, pada Oktober 2022, untuk pertama kalinya, Menteri pertahanan AS dan Filipina bertemu di Komando Indo-Pasifik AS di Honolulu, Hawaii untuk membahas inisiatif yang dapat lebih meningkatkan aliansi keamanan.
Menurut Richard Heydarian, Dosen Senior di Universitas Filipina, “Di bawah EDCA, pasukan AS juga akan diizinkan untuk menyiapkan sistem persenjataan dan infrastruktur militer dasar, yang akan sangat penting bagi kemampuan Amerika untuk memproyeksikan kekuatan di Pasifik Barat.” Richard juga menambahkan, “dengan membangun fasilitas militer canggih di pangkalan-pangkalan Filipina yang berlokasi strategis, Pentagon AS di masa depan akan berada dalam posisi yang optimal untuk membangun kehadiran pasukan ke depan dan juga secara bersama-sama merespons kontinjensi di sekitarnya.”
Pemerintahan Marcos Jr. juga telah melakukan banyak upaya untuk memulihkan hubungan dengan AS. Presiden Ferdinand Marcos Jr. mengadakan pertemuan pribadi pertamanya dengan Presiden AS Joe Biden di sela-sela Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa di New York. Presiden Marcos Jr juga memuji peran Amerika Serikat “sebagai jangkar stabilitas di Indo-Pasifik, yang merupakan sesuatu yang sangat dihargai oleh semua negara di kawasan ini, dan Filipina khususnya.” Menteri Pertahanan Filipina selama kunjungannya ke Hawaii juga menyatakan, “Kedua negara kita bekerja sama untuk mencapai pemahaman bersama tentang pentingnya aliansi pertahanan kita … dalam memajukan kepentingan negara masing-masing dan mempromosikan perdamaian dan kemakmuran di kawasan ini.”
Menurut para ahli kebijakan Filipina, “geografi Filipina semakin dipandang penting bagi prioritas operasional Pentagon di kawasan ini. Khususnya, pulau Mavulis yang terletak di Selat Luzon, Filipina yang paling utara dan pada dasarnya tidak berpenghuni, yang terletak di Selat Luzon, hanya berjarak 140 kilometer dari ujung selatan Taiwan.” Begitu banyak orang di Filipina percaya bahwa jika konflik pecah di Taiwan, hal itu akan berdampak pada Filipina dan negara kepulauan ini mungkin juga akan terlibat atau terseret ke dalamnya dalam beberapa kapasitas. Seorang mantan Panglima militer Filipina, Jenderal Emmanuel Bautista, menyebutkan “Filipina merupakan “medan utama” untuk persaingan Tiongkok-Amerika, karena menghubungkan Laut China Selatan dan Samudra Pasifik melalui Selat Sibutu di selatan dan Selat Bashi dan Selat Luzon di utara.”
Peningkatan hubungan pertahanan AS-Filipina dan keputusan untuk menekan keras implementasi penuh EDCA, tidak hanya akan berdampak pada hubungan AS-Filipina, tetapi juga pada persaingan kekuatan besar Filipina-China dan AS-China. Hal ini selanjutnya juga dapat berdampak pada sengketa Laut China Selatan secara keseluruhan dan juga pembahasan yang sedang berlangsung mengenai Kode Etik (Code of Conduct/COC) untuk penyelesaian sengketa secara damai.
Meskipun pemerintahan baru Filipina di bawah pimpinan Marcos Jr ini sadar bahwa dalam hal keamanan dan pertahanan wilayah kedaulatannya, Filipina memang membutuhkan AS, namun untuk kemajuan ekonomi dan pembangunan, maka hubungan yang sehat dengan China juga diperlukan. Dengan mengambil langkah berani yang secara langsung mengirimkan pesan yang kuat kepada Cina, bagaimana pemerintahan Marcos Jr. akan dapat menyeimbangkan dan melakukan lindung nilai di antara kedua kekuatan ini untuk menarik manfaat dari keduanya, yang telah menjadi mantra bagi sebagian besar negara tetangganya di Asia Tenggara, masih harus dilihat.