Kapal pengangkut imigran tenggelam saat terkena badai di laut lepas pantai Italia, di mana sekitar 62 imigran tewas, termasuk 14 anak-anak dan seorang bayi. Kapal kayu yang mengangkut sekitar 200 orang tersebut karam tepatnya di lepas pantai Calabria, Laut Ionia, Italia pada Minggu (26/2/2023) dini hari waktu setempat. Namun, tidak ada kepastian mengenai akurasi jumlah imigran tersebut.
Sebanyak 80-an penumpang kapal ditemukan selamat dalam kejadiaan naas tersebut, dan tim penyelamat hanya baru menemukan sekitar 60 jenazah saja. Sedikitnya tiga korban meninggal pertama ditemukan terdampar di pantai Italia. Penyebab dari kejadian ini diduga karena kapal yang berangkat dari kota Izmir, Turki lima hari sebelumnya tersebut menabrak terumbu karang di tengah perjalanan.
Tim penyelamat Italia mengatakan bahwa sedikitnya tiga bongkahan kayu yang diduga milik kapal tersebut ditemukan di pantai dekat kota Steccato di Cutro, sekitar 646 kilo meter tenggara ibu kota Roma. Selain itu, cuaca buruk di Laut Mediterania juga turut menghambat upaya pencarian korban selamat dan puing kapal.
Perdana Menteri Italia Giorgia Meloni, politisi yang terpilih tahun lalu sebagian dengan janji untuk membendung arus imigran ke Italia, mengungkapkan “kesedihan yang mendalam” dan menyayangkan kematian para penyelundup.
“Tidak manusiawi menukar nyawa pria, wanita, dan anak-anak dengan harga ‘tiket’ yang mereka bayarkan dalam perspektif palsu perjalanan yang aman,” ucapnya dalam sebuah pernyataan.
Komisaris Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Pengungsi (UNHCR) dan Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM) turut mengomentari kejadian ini, di mana mereka menyatakan bahwa jumlah korban tewas bisa saja mencapai 100 orang. Diketahui bahwa sebagian besar penumpang kapal berasal dari Afghanistan, Pakistan, dan Somalia. Catatan UNHCR menunjukkan bahwa sekitar 11.874 migran tiba di Italia pada tahun 2023 melalui laut, dengan 678 orang di antaranya mendarat di Calabria.
Namun biasanya, kedatangan berasal dari negara-negara Afrika, bukan dari Timur Tengah dan Asia, dengan mayoritas kapal berangkat dari Libya. Negara-negara ini menjadi beberapa negara yang mengalami ketidakstabilan nasional dan regional sehingga masyarakat menginginkan kestabilan dan keamanan bagi hidup mereka.
Tim penyelamat Italia mengatakan bahwa terdapat dua pria selamat yang berusaha menyelematkan anak-anak dengan memegangi mereka di atas kepala mereka, namun TV pemerintahan setempat menyatakan bahwa anak-anak tersebut sudah meninggal. Sukarelawan Palang Merah, Ignazio Mangione, mengonfirmasi bahwa semua anak-anak menjadi korban dalam peristiwa ini, naik menghilang atau ditemukan tewas.
Kelompok kemanusiaan Dokter Lintas Batas (MSF) mulai menawarkan bantuan psikologis kepada para penyintas, termasuk pada seorang bocah laki-laki berusia 16 tahun dari Afghanistan.
Tekanan dari politik domestik Italia
Menteri Dalam Negeri Italia Matteo Piantedosi mendesak perlunya kebijakan baru untuk mengurangi perjalanan berbahaya tersebut.
“Sangat penting melanjutkan setiap inisiatif yang memungkinkan untuk menghentikan keberangkatan dan mencegah penyeberangan dengan cara apa pun yang memanfaatkan fatamorgana ilusi dari kehidupan yang lebih baik,” katanya dalam sebuah pernyataan.
Paus Fransiskus turut berkomentar mengenai insiden ini, “Saya berdoa untuk setiap dari mereka, untuk yang hilang dan untuk migran lain yang selamat. Saya berterima kasih kepada mereka yang membantu mereka dan mereka yang memberi mereka bantuan. Semoga Bunda Maria membantu saudara-saudari ini.”
Imigran-imigran yang mempertaruhkan nyawa mereka berkelana di laut ini memiliki hak untuk hidup dengan nyaman dan aman, maka perlu koordinasi dan upaya lebih bagi para negara untuk mengatasi permasalahan yang terus berulang-ulang terjadi ini.