Sejak pembunuhan Presiden Jovenel Moise tahun lalu, geng-geng kriminal di Haiti telah menguasai sebagian besar wilayah negara yang menyebabkan banyak konflik dan baku tembak antara anggota geng dan polisi. Dilansir dari Al Jazeera, ratusan orang tewas dalam kontak senjata tahun lalu, bahkan pada bulan September 2022, geng-geng Haiti memblokir terminal bahan bakar selama hampir enam minggu, menghentikan sebagian besar kegiatan ekonomi.
Untuk itu, Kanada dan Amerika Serikat berusaha membantu dengan menyediakan kendaraan taktis dan lapis baja, serta perbekalan lainnya pada bulan Oktober 2022 setelah Haiti mendesak masyarakat internasional untuk mengirimkan “pasukan bersenjata khusus”. Ottawa juga telah memberikan sanksi kepada warga Haiti yang dituduh memiliki hubungan geng, termasuk mantan presiden, dua mantan perdana menteri, dan tiga pengusaha terkenal.
Kanada telah mengirimkan kendaraan lapis baja ke Haiti untuk membantu memerangi geng kriminal di saat negara itu dilanda krisis kemanusiaan. Hal ini disampaikan oleh Kementerian Luar Negeri Kanada dengan cara mengirimkan pesawat militer Kanada yang ditujukan untuk Kepolisian Nasional Haiti di ibu kota negara, Port-au-Prince.
Perdana Menteri Kanada, Justin Trudeau mengatakan kepada wartawan di Mexico City pada hari 11 Januari 2023 bahwa sanksi dan bantuan itu “membuat perbedaan”. “Kita semua sangat sadar bahwa keadaan bisa menjadi lebih buruk di Haiti dan itulah mengapa Kanada dan mitranya, termasuk Amerika Serikat, sedang mempersiapkan berbagai skenario jika hal itu mulai menjadi lebih buruk,” kata Trudeau dilansir dari Al Jazeera.
Kanada akan terus memberikan dukungan, kata Trudeau, tetapi dia menekankan krisis Haiti harus diselesaikan di dalam negeri. “Apa yang sangat penting dalam situasi ini adalah rakyat Haiti sendiri menjadi pusat dukungan, pembangunan stabilitas dan penyelesaian krisis di Haiti saat ini,” tuturnya.
Selain krisis kemanusiaan akibat aktivitas sejumlah geng-geng kriminal, pada 10 Januari 2022, lembaga Senat, yang merupakan lembaga terakhir yang dipilih secara demokratis di Haiti telah dicabut. Hal ini memperkuat apa yang oleh sebagian orang disebut sebagai kediktatoran de facto yang bertanggung jawab atas apa yang terjadi di Haiti saat ini.
Di Haiti, hanya terdapat 10 senator yang secara simbolis mewakili 11 juta penduduk negara itu dalam beberapa tahun terakhir karena Haiti gagal mengadakan pemilihan legislatif sejak Oktober 2019. Masa jabatan mereka berakhir dalam semalam, meninggalkan Haiti tanpa satu pun anggota parlemen di Senat atau majelis rendah parlemen di tengah krisis politik saat ini. “Ini adalah situasi yang sangat suram,” kata Alex Dupuy, sosiolog kelahiran Haiti di Universitas Wesleyan, “salah satu krisis terburuk yang dialami Haiti sejak kediktatoran Duvalier.” Tambahnya, dilansir dari LA Times.
Sementara itu, Perdana Menteri Haiti Ariel Henry yang mengambil alih kepemimpinan Haiti setelah Moise terbunuh telah gagal mengadakan pemilihan umum. Janji terbarunya, pada 1 Januari 2023 adalah bahwa Mahkamah Agung akan dipulihkan dan dewan pemilihan sementara ditugaskan untuk menetapkan tanggal pemilihan yang masuk akal, walaupun sampai saat ini belum juga terjadi.
Dilaporkan bahwa semenjak pembunuhan Moise di kediamannya, situasi di Haiti memburuk dengan drastis, banyak masyarakat Haiti yang kemudian melarikan diri dengan pesawat atau perahu dengan putus asa mempertaruhkan nyawa mereka untuk mencapai keselamatan dan keamanan ekonomi. Banyak di antara pengungsi itu yang mengincar untuk pindah ke Bahama atau Florida. Namun, aksi masyarakat Haiti ini kemudian dicegat oleh kebijakan Presiden Biden baru-baru ini yang telah mencegat puluhan ribu tahun lalu, mengirim mereka kembali ke Haiti.