Besarnya Konsekuensi Politik dari Pembentukan AUKUS, AS Salah Langkah?

Pembentukan kerja sama militer tiga negara yakni Australia, Inggris, dan Amerika Serikat (AS) atau Australia, the United Kingdom, and the United States (AUKUS) menghasilkan konsekuensi cukup besar secara politik global. Ambisi AS dalam menangkal China melalui pembentukan kerja sama pertahanan tiga negara ini membuat hubungan politik AS terutama dengan Prancis karena keputusan Prancis yang sempat menarik duta besarnya untuk AS.[1] Selain dari benua Eropa, beberapa negara ASEAN, termasuk Indonesia, juga merasa khawatir terkait tindakan AS tersebut. Lalu, mengapa AS tetap mengambil kebijakan kerja sama AUKUS di wilayah Indo-Pasifik ini? Bagaimana Indonesia menanggapi AUKUS?
Kebijakan Luar Negeri AS dan Ambisi di Indo-Pasifik
Negara akan melakukan kerja sama baik melalui upaya bilateral maupun multilateral guna melindungi dan mencapai kepentingan nasionalnya. Salah satunya dengan mengeluarkan kebijakan luar negeri, di mana Joseph Frankel (1968) menyatakan kebijakan luar negeri terdiri dari keputusan dan aksi yang diformulasikan serta diimplementasikan pada negara lain sembari melindungi dan mencapai kepentingan nasional negara.[2] Di sisi lain, Hill menambahkan bahwa dalam kebijakan luar negeri, terdapat pengaruh keadaan politik domestik dan luar negeri.[3] Dalam konteks ini, pembentukan AUKUS berkaitan dengan upaya AS meningkatkan kerja sama dan melindungi kepentingan nasional AS di Indo-Pasifik.
Secara domestik jika dilihat dari debat politik pemilihan presiden masa Biden-Trump dahulu, Biden menyatakan akan tetap menindak tegas China, termasuk melalui penguatan militer di Asia untuk menghadang China.[4] Kongres AS juga mendukung ide bahwa perlunya tindakan yang lebih tegas AS atas China, melihat peningkatan kekuatan politik, ekonomi, dan militer China secara regional dan global. Dinamika hubungan politik global AS-China ini yang membuat AS terus memperluas dan memperkuat pengaruh dan aliansinya di wilayah Indo-Pasifik atas China.
AUKUS sendiri merupakan kerja sama pertahanan yang akan mendukung pengembangan kapal selam bertenaga nuklir bagi Australia, termasuk pengembangan teknologi rudal jarak jauh, teknologi artificial intelligence, dan lain-lain.[5] Peningkatan kekuatan militer yang disertai tenaga nuklir untuk Australia ini cukup membuat negara-negara di kawasan dan global geram dan khawatir, meskipun tidak dipungkiri terdapat juga beberapa negara termasuk Filipina di wilayah ASEAN yang mendukung pembentukan AUKUS.[6] Disatu sisi, terdapat dukungan Filipina atas AUKUS karena konflik Filipina-China atas kedaulatan di LCS, sehingga AUKUS dipandang sebagai salah satu kekuatan penyeimbang China di Indo-Pasifik.
Di sisi lain, kontra muncul dari Prancis yang langsung bereaksi keras dengan menarik duta besarnya untuk AS dan membatalkan pertemuan dengan Inggris karena merasa dikhianati atas inisiasi pembentukan AUKUS.[7] Hal ini juga dikarenakan adanya pembicaraan kontrak kerja sama antara Prancis-Australia yang sebelumnya sudah dibahas, namun dengan adanya AUKUS ini, maka kontrak tersebut dibatalkan. Tindakan Prancis memperlihatkan keseriusan dan ketegasan hubungan politik Prancis dengan partner dekatnya yakni AS dan Inggris. Prancis juga menjadikan wilayah Indo-Pasifik sebagai prioritasnya, sehingga Prancis cukup aktif menjadi partner strategis dan jembatan antara Uni Eropa dan negara Indo-Pasifik serta ASEAN dalam berbagai isu politik, kerja sama ekonomi, dan hak asasi manusia.[8] Maka dari itu, keputusan Biden sebagai partner penting bagi Eropa dengan tetap mengambil keputusan pembentukan AUKUS seakan “meninggalkan” atau mengesampingkan peran Eropa terutama Prancis dalam isu China.
Selanjutnya, meskipun sudah terdapat QUAD sebagai instrumen dialog AS bersama Australia dan negara Indo Pasifik lainnya, namun pembentukan AUKUS bersama Australia mencerminkan upaya lebih luas dan nyata AS dalam memberdayakan dan memodernisasi militer Australia. Kedua kerja sama dan dialog yang sama-sama beranggotakan AS-Australia ini menunjukkan pentingnya posisi dan politik Australia bagi AS untuk bersama-sama menghalau kekuatan China. Dalam hubungan ini terdapat beberapa konsekuensi politik, di mana Australia perlu memberikan penjelasan pada negara tetangga termasuk Indonesia tentang intensinya di AUKUS.
Sebagai negara dalam wilayah geopolitik yang berdekatan, pengembangan kekuatan militer yakni kapal selam bertenaga nuklir Australia bukan hal yang bisa dianggap sebelah mata bagi Indonesia. Negara cenderung curiga dan khawatir jika negara tetangganya meningkatkan kekuatan militer domestiknya. Terutama jika berkaitan dengan penggunaan zat nuklir yang berbahaya bagi kemaslahatan manusia yang dipergunakan sebagai tenaga kekuatan kapal selam negara lain. Maka dari itu, Australia memberikan penjelasan pada Indonesia dengan menekankan bahwa kapal selam bertenaga nuklir ini tidak akan serta merta membuat Australia sebagai negara nuklir mengingat komitmen perjanjian non-proliferasi nuklir Australia.[9] Australia juga menyatakan pengembangan kekuatan militer bertenaga nuklir sebagai upaya peningkatan kemampuan sumber daya manusia dan teknologi domestik Australia, sehingga tidak akan mengancam negara di wilayah ASEAN dan wilayah lainnya.[10]
Dari sisi AS, keputusan ini juga memperlihatkan bahwa AS belum melihat Indonesia sebagai non-English speaking country yang strategis dan bisa diajak bekerja sama dalam upaya menghalau China. Indonesia sebagai salah satu negara penggerak ASEAN bahkan belum dikunjungi oleh pemimpin penting AS pada pemerintahan sekarang, padahal Kamala Harris, Wakil Presiden AS, sempat mengunjungi negara ASEAN lain seperti Singapura dan Vietnam. Namun juga memang secara domestik Indonesia, pengembangan kapal selam bertenaga nuklir belum menjadi fokus dan prioritas modernisasi kekuatan militer Indonesia. Meskipun begitu, AS juga tidak bisa mengesampingkan Indonesia karena Indonesia memiliki peran dan posisi strategis di regional ASEAN. Konsekuensinya, dengan prinsip bebas aktif Indonesia maka bukan tidak mungkin dalam isu AUKUS ini Indonesia akan lebih mendekat pada China, dibandingkan pada AS.
Indonesia Khawatir AUKUS Perburuk Kestabilan Regional
Lalu mengapa banyak negara termasuk Indonesia masih khawatir dengan projek kerja sama ini? Bagi beberapa negara regional ASEAN terutama Indonesia, projek kerja sama keamanan ini tetap memberikan potensi ancaman pada masa kini dan mendatang. Pada masa kini, secara politik dinamika ketegangan yang ada juga tidak bisa dipandang sebelah mata karena berisiko merusak dan memperburuk hubungan politik baik antar negara di kawasan, terutama hubungan AS-China karena China semakin “dikepung” secara geografis oleh negara-negara lain. Selain itu secara jangka panjang, juga terdapat potensi pengembangan kekuatan militer bertenaga nuklir bagi negara-negara lain yang bukan negara nuklir seperti Pakistan maupun Iran.
Indonesia juga terdesak karena wilayah domestik dan regional ASEAN dijadikan arena perlombaan pengembangan kekuatan militer, terutama setelah upaya Australia meningkatkan kapabilitas militernya yakni menggunakan kapal selam bertenaga nuklir. Hal ini dikarenakan jika dibandingkan dengan tenaga diesel, penggunaan kekuatan nuklir meningkatkan kapasitas kapal selam Australia karena kapal selam bisa lebih lama berada di bawah permukaan laut, bahkan hingga tiga bulan, sehingga tidak perlu terlalu sering kembali ke permukaan untuk mengisi bahan bakar kembali.[11] Penggunaan kekuatan nuklir ini juga membuat kapal selam bisa berkelana jarak jauh tanpa terdeteksi radar negara lain, sehingga memunculkan isu keamanan informasi dan radar kedaulatan laut negara sekitar Indonesia. Maka dari itu Indonesia tetap perlu mendorong negosiasi dan diplomasi, terutama dari kesatuan negara ASEAN dan organisasi lain di Indo-Pasifik untuk mendukung upaya menurunkan tensi politik dan keamanan regional dan global.
[1] Patrick Wintour, (2021), Aukus pact: France to send ambassador back to US after Macron-Biden call, https://www.theguardian.com/world/2021/sep/22/aukus-pact-emmanuel-macron-to-demand-clarifications-from-joe-biden
[2] Bojang AS, (2018), The Study of Foreign Policy in International Relations, Journal of Political Sciences & Public Affairs, Vol. 6:4, https://www.longdom.org/open-access/the-study-of-foreign-policy-in-international-relations-2332-0761-1000337.pdf
[3] Ibid.,
[4] Jenny Leonard dan Michelle Jamrisko, (2020), Biden set to carve own brand of tough-on-China policy if elected, https://www.japantimes.co.jp/news/2020/09/29/asia-pacific/politics-diplomacy-asia-pacific/joe-biden-china-policy-us/
[5] Marsetio, (2021), AUKUS and the potential for an Indo-Pacific Cold War, https://www.thejakartapost.com/academia/2021/09/22/aukus-and-the-potential-for-an-indo-pacific-cold-war.html
[6] Reuters, (2021), Philippines supports Australia nuclear sub pact to counter China, https://www.reuters.com/world/asia-pacific/philippines-supports-australia-nuclear-sub-pact-counter-china-2021-09-21/
[7] Alex Therrien, (2021), Aukus: France pulls out of UK defence talks amid row, https://www.bbc.com/news/uk-58620220
[8] France Diplomacy, (2021), The Indo-Pacific region: a priority for France, https://www.diplomatie.gouv.fr/en/country-files/asia-and-oceania/the-indo-pacific-region-a-priority-for-france/
[9] Prime Minister of Australia, (2021), MEDIA STATEMENT 16 Sep 2021, Prime Minister, Minister for Defence, Minister for Foreign Affairs, Minister for Women, https://www.pm.gov.au/media/australia-pursue-nuclear-powered-submarines-through-new-trilateral-enhanced-security
[10] Ibid.
[11] France 24, (2021), US-Australia submarine deal: what are the risks?, https://www.france24.com/en/live-news/20210921-us-australia-submarine-deal-what-are-the-risks