Arab Saudi Menjatuhkan Hukuman Mati pada Kritikus Pemerintah
Arab Saudi telah menjatuhkan hukuman mati terhadap seorang kritikus pemerintah yang telah mengunggah dan mengkritik dugaan tindakan korupsi dan pelanggaran hak asasi manusia melalui media sosial.
Putusan ini dijatuhkan terhadap Mohammed al-Ghamdi pada bulan Juli oleh Pengadilan Kriminal Khusus, sebuah institusi rahasia yang didirikan pada tahun 2008 untuk mengadili kasus-kasus terorisme yang memiliki sejarah persidangan yang tidak adil dan berakhir dengan hukuman mati. Dakwaan terhadap al-Ghamdi juga dinilai sebagai konspirasi melawan kepemimpinan Arab Saudi, merusak institusi negara, dan mendukung ideologi teroris.
Para aktivis hak asasi manusia mengatakan bahwa kasus ini menyoroti kampanye keras terhadap kritik yang dipublikasikan melalui media sosial, bahkan melalui akun-akun yang memiliki sedikit pengikut.
Saeed al-Ghamdi, saudara Mohammed yang menjadi aktivis dalam pengasingan di luar Arab Saudi, mengatakan bahwa kasus terhadap Mohammed setidaknya sebagian dibangun berdasarkan posting di platform X, sebelumnya dikenal sebagai Twitter, yang mengkritik pemerintah dan menyatakan dukungan untuk “tahanan hati nurani” seperti ulama terkemuka yang dipenjara, Salman al-Awda dan Awad al-Qarni.
Akun Mohammed al-Ghamdi di platform X hanya memiliki sembilan pengikut, menurut Gulf Centre for Human Rights. “Pengadilan di Arab Saudi semakin meningkatkan tindakan represif mereka dan secara terang-terangan mengungkapkan janji-janji reformasi yang hampa,” kata Lina al-Hathloul, kepala pemantauan dan komunikasi untuk kelompok hak asasi manusia ALQST. “Bagaimana dunia bisa percaya bahwa negara ini sedang melakukan reformasi ketika seorang warga akan kehilangan nyawanya karena cuitan di akun anonim dengan kurang dari 10 pengikut?”
Arab Saudi sering mendapatkan kritik atas penggunaan hukuman mati yang besar, dengan 147 eksekusi pada tahun lalu, menurut data AFP. Telah terjadi 94 eksekusi sepanjang tahun ini. Laporan media negara tidak menyebutkan metode eksekusi yang digunakan, tetapi pemenggalan kepala telah umum terjadi di masa lalu.
Di bawah Pangeran Mahkota Mohammed bin Salman, penguasa de facto Arab Saudi, negara ini telah mengejar agenda reformasi ambisius yang dikenal sebagai Visi 2030, dengan tujuan mengubah kerajaan yang sebelumnya tertutup menjadi tujuan pariwisata dan bisnis global.
Namun, pihak berwenang Arab Saudi terus mendapat kritik atas catatan hak asasi manusia negara ini, termasuk pada tahun lalu ketika dikecam secara luas karena memberlakukan hukuman penjara jangka panjang kepada dua perempuan akibat cuitan di media sosial yang mengkritik pemerintah.
Iklim politik “tercemar oleh represi, teror, dan penangkapan politik hanya karena mengungkapkan pendapat, bahkan melalui cuitan atau menyukai cuitan yang mengkritik situasi (pemerintah),” ujar Saeed al-Ghamdi.