Menilik Keinginan Indonesia Bergabung BRICS
Menilik Keinginan Indonesia Bergabung BRICS
BRICS, yang merupakan singkatan dari Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan, diketahui merupakan organisasi yang bertujuan untuk menciptakan lingkungan global yang harmonis yang tidak hanya menguntungkan negara-negara berkembang dan pasar yang sedang berkembang, tetapi juga mendorong keamanan dan kemakmuran bersama di seluruh dunia[1]. BRICS berfokus pada tiga pilar utama, yakni politik dan keamanan, ekonomi dan keuangan, serta budaya dan hubungan kemanusiaan[2].
Indonesia, yang sebelumnya sudah terlibat aktif dalam forum-forum BRICS, kemudian secara resmi menyampaikan ketertarikannya untuk menjadi partner country pada tahun 2024[3]. Posisi ini diharapkan akan meningkat menjadi keanggotaan penuh melalui proses lobi dengan negara-negara anggota BRICS lainnya. Menurut Muhsin Syihab (Staf Ahli Bidang Hubungan Antar Lembaga, Kemlu RI) dalam seminar “Menakar Untung Rugi Rencana Keikutsertaan Indonesia dalam BRICS” (19/11), keanggotaan Indonesia dalam BRICS dinilai memberikan berbagai keuntungan strategis, termasuk memperkuat posisi Indonesia di forum multilateral, mendorong kerjasama konkret di bidang perdagangan dan investasi, meningkatkan leverage dalam menyuarakan kepentingan Indonesia, serta memperjuangkan isu-isu global termasuk kemerdekaan Palestina.
Muhsin Syihab juga menggarisbawahi pentingnya memenuhi tantangan dan persyaratan yang ditetapkan oleh BRICS, seperti menjalin hubungan erat dengan semua anggotanya dan memastikan kebijakan yang diambil mendukung kepentingan bersama tanpa merugikan pihak lain. Dengan keterlibatan aktif, Indonesia diharapkan dapat menjadi jembatan dialog antara negara-negara berkembang dan negara maju, serta turut mendorong tata kelola global yang lebih adil.
Sementara itu, Teuku Rezasyah (Pakar Ilmu Hubungan Internasional Universitas Padjadjaran), menyebutkan ada amanah besar untuk memahami dinamika dan tantangan lingkungan internasional yang melibatkan negara-negara dalam BRICS. Peluang yang muncul dari keanggotaan ini, termasuk akselerasi pembangunan ekonomi dan kebijakan ekonomi yang mengombinasikan pendekatan domestik dan internasional, menjadi sorotan utama.
BRICS merupakan platform yang unik karena keanggotaannya melibatkan negara-negara besar dengan dinamika yang kompleks, seperti China, India, dan Rusia. Namun, kehadiran BRICS juga menghadapi kritik, termasuk dominasi ekonomi China dan ketergantungan yang tinggi pada negara tersebut[4]. Hal ini menjadi tantangan dalam membangun hubungan yang seimbang di antara negara-negara anggota.
Indonesia dipandang memiliki potensi besar dalam beberapa sektor seperti teknologi informasi, administrasi, dan energi. Dengan berpartisipasi di BRICS, Indonesia dapat belajar banyak dari pengalaman negara-negara lain yang telah lebih dulu maju di bidang ini. Selain itu, BRICS menawarkan peluang bagi Indonesia untuk berperan aktif dalam isu-isu global, seperti pengembangan infrastruktur, teknologi, dan inovasi.
Namun demikian, terdapat hambatan internal di BRICS, termasuk perbedaan budaya, ideologi, dan kepentingan nasional yang dapat menghambat pengambilan keputusan kolektif. Dominasi dolar AS juga menjadi tantangan besar, dengan upaya BRICS untuk menciptakan mata uang baru yang independen dari pengaruh barat, sehingga diperlukan strategi yang matang dan kolaborasi lintas sektor bagi Indonesia untuk memanfaatkan peluang di BRICS.
Sebuah konsep hubungan internasional, global governance didefinisikan sebagai jumlah cara yang digunakan lembaga dan organisasi internasional, baik publik maupun swasta, untuk mencoba bekerja sama di tingkat global guna mengelola urusan bersama mereka[5]. Jika melihat menggunakan kecamata konsep tersebut, organisasi internasional seperti BRICS dipandang sebagai platform strategis untuk meningkatkan keterlibatan negara-negara dalam mengatasi masalah global yang membutuhkan solusi kolektif. Global governance tidak hanya mengatur tetapi juga memungkinkan redistribusi kekuasaan untuk memastikan partisipasi semua pihak, termasuk negara berkembang, dalam pengambilan keputusan global.
Dalam aplikasi BRICS dan Indonesia, bergabung dengan BRICS dipandang memberikan peluang bagi Indonesia untuk memainkan peran yang lebih besar dalam tata kelola global. Indonesia dapat berkontribusi dalam perumusan norma internasional terkait isu-isu penting seperti pembangunan berkelanjutan, ekonomi inklusif, dan reformasi lembaga global. Selain itu, Indonesia memiliki kesempatan untuk memperjuangkan agenda negara berkembang, khususnya di kawasan Asia Tenggara. Dengan membawa perspektif negara-negara berkembang, Indonesia dapat mendorong kebijakan global yang lebih berimbang, seperti memperjuangkan hak atas pembangunan, akses teknologi, dan pengentasan kemiskinan.
Disisi lain, sejumlah tantangan yang harus diantisipasi Indonesia, mencakup perbedaan kepentingan antara negara anggota BRICS, seperti rivalitas geopolitik antara China dan India, dapat menghambat konsensus, membatasi efektivitas Indonesia dalam mendorong agenda tertentu. Dominasi ekonomi China juga menjadi perhatian, karena risiko Indonesia menjadi pihak minoritas dalam pengambilan keputusan. Selain itu, perbedaan ideologi di antara negara anggota BRICS, mulai dari demokrasi India hingga otoritarianisme Rusia dan China, dapat menjadi hambatan dalam menyelaraskan kebijakan dan nilai yang dibawa Indonesia. Kompleksitas tata kelola BRICS juga sering dikritik karena minimnya mekanisme koordinasi yang efisien, dengan perbedaan budaya, kepentingan nasional, dan prioritas yang menghambat pengambilan keputusan kolektif.
Ditengah peluang dan tantangan yang dihadapi Indonesia, untuk memaksimalkan keuntungan dan mengatasi potensi kerugian, Indonesia perlu membangun koalisi yang kuat dengan anggota BRICS lain yang memiliki kepentingan serupa. Upaya ini harus didukung dengan peningkatan daya tawar ekonomi dan politik Indonesia, sehingga dapat mengimbangi dominasi negara besar seperti China dan Rusia. Selain itu, strategi diplomasi yang disusun harus selaras dengan kepentingan nasional tanpa mengorbankan prinsip-prinsip dasar kebijakan luar negeri Indonesia.
[1] Fannissa Melya Putri, Made Panji, and Teguh Santoso, “BRICS Diplomacy: Building Bridges for Global Cooperation,” Politics and Humanism 2, no. 1 (2023).
[2] BRICS. (2023). Three Pillars of Cooperation – BRICS 2023. Brics. https://brics2023.gov.za/three-pillars-of-cooperation/
[3] Heinrich, K. (2024, November 1). Understanding Indonesia’s decision to (eventually) join BRICS. Lowy Institute. Retrieved November 22, 2024, from https://www.lowyinstitute.org/the-interpreter/understanding-indonesia-s-decision-eventually-join-brics
[4] Achmad Alfaron Alamsyah, “Peran Cina Dalam Mengoptimalkan Kerjasama Ekonomi BRICS Untuk Mencapai Tujuan Pembangunan Bersama,” Jurnal Perdagangan Internasional 1, no. 2 (2023).
[5] Magdalena Kozub-Karkut, “Global Governance – a Perspective on World Politics. Four Theoretical Approaches,” Athenaeum Polskie Studia Politologiczne 4, no. 44 (2014): 22–42.