Kelompok militan Islam di Lebanon meluncurkan serangan-serangan akurat yang menargetkan kelompok tentara Israel di sekitar garis militer yang dikuasai Israel. Dalam dukungannya untuk masyarakat Palestina dan gerakan militannya, Hizbullah meluncurkan tiga serangan di distrik Barat dan Timur. Tensi meningkat di sepanjang perbatasan Lebanon dengan Israel meningkat akibat saling tembak antara Hezbollah dan pasukan Israel.
Ini terjadi setelah Israel meluncurkan serangan militer mematikan ke Jalur Gaza menyusul serangan lintas batas oleh kelompok Palestina, Hamas, pada 7 Oktober. Setidaknya 164 anggota Hezbollah telah tewas sejak bentrokan antara kedua belah pihak itu pecah pada Oktober, menurut data yang dirilis oleh kelompok Lebanon tersebut.
Menteri Luar Negeri Lebanon, Abdallah Bou Habib, menyatakan bahwa jika terjadi gencata senjata di Gaza, maka Hizbullah akan menghentikan serangan terhadap pasukan pendudukan Israel (IOF) di wilayah Palestina yang diduduki.
Habib juga menjelaskan bahwa Hizbullah tidak berniat membuka perang lain, namun perang di Gaza adalah hal yang tidak dapat diterima.
Dalam upaya menambah tekanan kepada Lebanon, Israel mengklaim akan melakukan serangan di Lebanon jika perjanjian politik gagal disepakati, menyusul kehadiran Hizbullah di perbatasan dekat Lebanon-Palestina.
Sejak pergerakan militan Islam di Lebanon meluncurkan operasinya pada bulan Oktober yang lalu sebagai dukungan untuk Gaza setelah operasi Banjir Al-Aqsa, hampir seperempat juta pemukim Israel mengungsi dari utara Palestina yang diduduki karena takut akan serangan Hezbollah dan pengulangan skenario serupa dengan yang terjadi di sekitar Gaza.
Israel memberitahu Washington pada bulan Desember bahwa mereka tidak akan memiliki “pilihan lain” selain melancarkan agresi militer terhadap Lebanon jika tidak ada kesepakatan diplomatik yang tercapai yang memungkinkan pemukim entitas tersebut kembali ke Utara. Konflik antara Hizbullah dan Israel bisa menjadi pemicu membesarnya konflik antar kelompok terorisme di wilayah regional tersebut.