Somalia pada Selasa (2/1/2023) menyatakan komitmennya untuk mempertahankan wilayahnya melalui ‘segala cara hukum’ dan menarik kembali duta besarnya dari Ethiopia setelah tercapainya perjanjian kontrobersial antara Ethiopia dan wilayah yang memisahkan diri, Somaliland. Perjanjian ini memberikan kewenangan pada Ethiopia untuk mengakses pelabuhan Laut Merah dan membentuk basis militer di sana.
Perjanjian yang memberikan akses Ethiopia ke Laut Merah tersebut dinilai sebagai aksi ‘agresi’ dan sebuah pelanggaran terhadap kedaulatan. Pemerintah Somialia juga menganggap perjanjian tersebut tidak sah dan mendorong pertemuan mendesak Dewan Keamanan PBB dari Uni Afrika untuk menanggapi apa yang dianggap sebagai campur tangan Ethiopia terhadap kedaulatannya.
Perjanjian Ethiopia tersebut diumumkan hanya beberapa hari setelah pemerintah pusat Somalia menyetujui dialog dengan kelompok separatis di wilayah utara. Somaliland secara otonomi mengklaim kemerdekaan dari Somalia sejak tahun 1991, di mana aksi tersebut ditolak oleh Somalia, meskipun pada realitanya mereka hanya memiliki sedikit kewenangan dalam kepentingan regional.
Pemerintah Somalia juga sudah meminta untuk diadakannya pertemuan darurat antara Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan Uni Afrika untuk mendiskusikan ‘agresi Ethiopia dan intervensi terhadap kedaulatan negara mereka.”
Perdana Menteri Somalia, Hamza Abdi Barre, meminta agar masyarakat tetap tenang. “Saya ingin memastikan bahwa negara kita berkomitmen untuk melindungi negara kita, sehingga kita tidak akan membiarkan sedikitpun dari wilayah darat, laut, maupun udara dilanggar,” katanya. Barre juga mengatakan bahwa negara akan menggunakan segala upaya hukum untuk mempertahankan kedaulatan wilayahnya. Mantan Perdana Menteri, Omar Sharmarke, juga menjelaskan bahwa perjanjian tersebut adalah provokasi dari Ethiopia dan menjadi permasalahan serius bagi Somalia.
Di sisi lain, tidak ada tanggapan langsung dari pemerintah Ethiopia mengenai isu ini.