Pemerintah Indonesia bereaksi keras atas tindakan Perdana Menteri Fiji Stiveni Rebuka yang menerima pemimpin kelompok separatis Persatuan Gerakan Pembebasan Papua Barat (ULMWP) Benny Wenda di sela pertemuan negara-negara Pasifik di Nadi, Fiji, pada pekan lalu. Pertemuan ini ditujukkan untuk mendapatkan pengakuan politik dari beberapa anggota Melanesian Spearhead Group (MSG), seperti Papua Nugini dan Fiji.
Dalam hubungan internasional, protes keras dari suatu negara terhadap kunjungan atau pertemuan pejabat dari negara lain dapat terjadi apabila hal tersebut dianggap sebagai intervensi dalam urusan dalam negeri dan merugikan kedaulatan negara tersebut.
Berkaitan dengan pertemuan tersebut, pemerintah Indonesia dapat bereaksi keras karena dianggap sebagai intervensi urusan dalam negeri Indonesia dan merugikan kedaulatan negara Indonesia.
ULMWP dianggap oleh pemerintah Indonesia sebagai kelompok separatis yang tidak memiliki dukungan luas di Papua Barat dan keberadaannya dianggap sebagai ancaman bagi keamanan dan kedaulatan Indonesia. Pemerintah Indonesia telah lama berupaya untuk menyelesaikan masalah di Papua Barat melalui dialog dan pembangunan, dan menolak campur tangan asing dalam urusan dalam negeri Indonesia.
Pemimpin ULMWP menanggapi kekesalan Indonesia dengan mengatakan, “Pemerintah Indonesia dengan marah memprotes keputusan Fiji yang mendukung ULMWP menjadi anggota penuh Melanesian Spearhead Group (MSG). Namun pemerintah yang sama ini berulang kali menyatakan dukungannya terhadap perjuangan Palestina,” kata Wenda. Pernyataan ini mencerminkan bahwa Wenda menilai adanya politik ganda atas tindakan Indonesia untuk Papua, dan juga untuk Palestina.
Australia, Papua Nugini, dan Fiji masih mengakui Papua sebagai bagian dari kedaulatan Republik Indonesia. Namun, United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) yang merupakan kelompok separatis Papua Barat, masih mengajukan permohonan untuk menjadi anggota di kelompok Melanesian Spearhead Group (MSG) dan hingga saat ini hanya mendapatkan status sebagai pengamat, sama seperti Timor Leste.
Seorang ahli Dr Gannon dari University of Wollongong menyatakan “Fakta bahwa PM Rabuka memutuskan untuk bertemu dengan Benny Wenda sebagai pemimpin ULMWP menunjukkan kepemimpinan Fiji jelas memiliki perspektif baru dan minat baru di Papua Barat dengan cara yang belum pernah dilakukan Fiji dalam beberapa waktu.” ujarnya.
Selain itu, Gannon juga menilai meskipun negara-negara Melanesia seperti Papua Nugini dan Fiji tidak secara resmi mendukung kemerdekaan Papua Barat, mereka mengakui adanya pelanggaran hak asasi manusia di wilayah tersebut dan ingin menangani masalah ini secara konstruktif. Hal ini menunjukkan bahwa mereka memiliki minat dan perspektif baru terhadap Papua Barat.