Rusia telah mengirimkan “pasokan peralatan penerbangan yang sangat besar” ke Mali selama beberapa bulan terakhir yang telah secara signifikan meningkatkan kemampuan pasukan lokal untuk melawan ekstremis, kata Menteri Luar Negeri Rusia, Sergey Lavrov kepada wartawan dilansir dari France 24.
“Kami sekarang akan merencanakan langkah-langkah tambahan di bidang pendidikan melalui lembaga pendidikan tinggi militer dan di bidang pasokan senjata dan peralatan militer,” kata Lavrov. Perjalanan Lavrov ke Bamako, ibu kota Mali, terjadi ketika negara-negara Barat dan juga PBB mengungkapkan keprihatinan mereka tentang dugaan pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan oleh tentara bayaran Rusia, Wagner Group.
Menteri luar negeri Rusia tidak menyebut nama Wagner selama konferensi pers, tetapi mengkritik kekuatan Barat yang tidak disebutkan namanya tentang “pendekatan neo-kolonial dan standar ganda.” Di sisi lain, Lavrov menyatakan pendapatnya akan kekhawatiran negara-negara barat, “Kami melihat reaksi negara-negara Barat terhadap evolusi hubungan kami dan kami melihat dengan menyesal bahwa itu lagi-lagi negatif, sikap negatif Barat terhadap prinsip-prinsip paritas dan saling menghormati.”
Kehadiran Rusia di Mali telah meluas karena peran yang dimainkan oleh mantan penjajahnya Prancis telah berkurang. Setelah menghabiskan sembilan tahun membantu tentara Mali mengekang penyebaran gerilyawan Islam, Perancis menarik pasukannya tahun lalu setelah hubungan memburuk dengan junta militer yang berkuasa di negara itu.
Kolonel Assimi Goita merebut kekuasaan pemerintah Mali dalam kudeta tahun 2020 dan mengecewakan mitra internasional ketika dia gagal mengadakan pemilihan pada jangka waktu yang semula dia setujui. Saat dukungan Prancis berkurang, Goita meminta bantuan dari Moskow.
Untuk itu, Menteri Luar Negeri Mali, Abdoulaye Diop pada 7 Februari 2023 lalu kembali membela kerja sama pemerintah dengan Rusia, dengan mengatakan bahwa kerja sama dengan Prancis tidak dapat memenuhi tujuan Mali. “Kami tidak akan terus membenarkan pilihan mitra kami,” kata Diop. “Keputusan ini adalah keputusan warga Mali dan keputusan yang diambil dengan penuh tanggung jawab, dan Mali ingin bekerja dengan Rusia.”
Pakar hak asasi manusia independen yang bekerja dengan PBB telah menyerukan penyelidikan atas kemungkinan pelanggaran, kejahatan perang, dan kejahatan terhadap kemanusiaan yang dilakukan oleh pasukan pemerintah di Mali dan Grup Wagner, yang dimiliki oleh seorang oligarki yang memiliki hubungan dekat dengan presiden Rusia. Pentagon menggambarkan Grup Wagner sebagai pengganti Kementerian Pertahanan Rusia.
Namun, pemerintah Mali sendiri membela pilihannya untuk bekerja sama dengan Rusia, menteri luar negeri Mali mengatakan seharusnya pihak berwenang Mali dan bukan orang luar yang menilai laporan pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi di negaranya. “Kelompok hak asasi manusia harus berhenti menjadi instrumen yang digunakan oleh mereka yang ingin membuat Mali tidak stabil,” kata Diop, menambahkan bahwa “kami sering dituduh melakukan pelanggaran hak asasi manusia oleh teroris yang menyamar,” dilansir dari France 24.