Krisis Politik Pakistan: Pergolakan dan Rentannya Demokrasi?
Krisis politik meletus di Pakistan, ditandai dengan berlangsungnya kerusuhan selama berbulan-bulan sejak pencopotan Perdana Menteri Imran Khan pada April. Khan kehilangan kekuasaannya disebabkan mosi tidak percaya di parlemen yang kemudian oleh Khan ditanggapi dengan menyerukan pada para pendukungnya untuk turun ke jalan. Sejak April, protes unjuk rasa telah terjadi di seluruh negeri Pakistan yang melibatkan ribuan peserta, hal ini karena Khan menuduh pemecatannya sebagai konspirasi yang diatur oleh AS dan oposisi politiknya.
Krisis politik ini semakin meningkat pada 3 November 2022, ketika Khan ditembak saat sedang melakukan protes di Wazirabad. Khan selamat dari upaya penembakan itu dengan luka di kaki dan melanjutkan perjuangannya untuk kembali berkuasa, menyerukan kelanjutan “Long March” menuju ibu kota Islamabad. Sejak pemecatannya, Muhammad Shehbaz Sharif, salah satu pemimpin oposisi, menjadi pelaksana sementara Perdana Menteri Pakistan sambil menunggu pemilihan baru.
Namun hingga saat ini belum ada tanggal pemilihan umum yang ditetapkan. Sementara Khan dan para pendukungnya mendorong untuk pemilihan segera dilakukan, sedangkan oposisi berusaha untuk mengadakan pemilihan pada Agustus tahun depan. Selain itu, baru-baru ini telah dipilih Kepala Staf Angkatan Darat baru yakni Letjen Syed Asim Munir oleh Perdana Menteri sementara Shehbaz Sharif, posisi penting karena militer Pakistan sangat mempengaruhi politik Pakistan, menambah ketegangan situasi politik. Pakistan telah mencapai kebuntuan politik yang dapat berubah menjadi konflik yang berbahaya. Pakistan sudah sangat ditantang oleh krisis ekonomi dan kehancuran setelah bencana banjir, dan kerusuhan politik lebih lanjut hanya dapat memperburuk keadaan.
Imran Khan, PTI, dan Oposisi Politiknya
Imran Khan terpilih sebagai Perdana Menteri pada Juli 2018 sebagai pemimpin partai Pakistan Tehreek-e-Insaf (PTI). Partai tersebut didirikan pada tahun 1996 dengan Khan sebagai ketuanya, dan muncul sebagai gerakan sosial-politik untuk “keadilan”, termasuk memerangi ketidaksetaraan dan korupsi. PTI semakin populer dan memperoleh mayoritas suara dalam pemilu 2018, yang membuat lawan politiknya kecewa atas hasil tersebut. Imran Khan dipandang sebagai populis karismatik yang dapat mengumpulkan dukungan publik yang besar untuk tujuan partainya.
Pada tahun 2018 Khan berjanji untuk memerangi korupsi dan memperbaiki pemerintahan, namun hasilnya tidak memuaskan. Pakistan telah menghadapi tantangan ekonomi yang parah yang tidak dapat diatasi oleh pemerintah. Hal ini terlihat, Pakistan berada pada peringkat 140 di antara 180 negara dalam Indeks Transparansi Internasional. Menurut indeks tersebut, korupsi pada tahun 2021 lebih buruk daripada tahun 2018. Namun, Khan tetap mengumpulkan dukungan besar di antara para pemilih di Pakistan dan mayoritas mendukung seruannya untuk pemilihan langsung, yang mungkin mengakibatkan dia kembali sebagai Perdana Menteri. Khan telah melanjutkan “Long March” -nya ke Islamabad untuk menuntut pemilihan segera, dan para pendukungnya secara terbuka menyatakan bahwa mereka siap membela diri jika protes ditanggapi dengan kekerasan. Khan baru-baru ini dituduh menggagalkan demokrasi ketika mengomentari kemungkinan darurat militer diberlakukan di Pakistan karena situasi politik yang tegang terus berlanjut.
Mosi tidak percaya Khan dipimpin oleh partai-partai oposisi, Liga Muslim Pakistan – Nawaz (PML-N) dan Partai Rakyat Pakistan (PPP). Beberapa tokoh kunci adalah Perdana Menteri saat ini Muhammad Shehbaz Sharif (pemimpin PML-N), Bilawal Bhutto-Zardari, dan Asif Ali Zardari (ketua PPP). Khan bersikap keras terhadap oposisi, menyebut mereka “sekelompok pencuri“, mengancam untuk mengungkap korupsi mereka dan menuntut pertanggungjawaban, dan mosi tidak percaya dipandang sebagai upaya untuk menyelamatkan diri. Namun, pihak oposisi menunjuk pada kinerja Khan yang lemah selama menjabat sebagai Perdana Menteri, dengan inflasi yang melonjak dan devaluasi rupee yang masif. Selain itu, Khan dikritik karena menunjuk Usman Buzdar sebagai Ketua Menteri di provinsi Punjab, yang kemudian dituduh melakukan korupsi besar-besaran. Oposisi akhirnya memenangkan mosi tidak percaya terhadap Khan pada bulan April, karena puluhan anggota partai membelot dan beberapa sekutu penting memberikan suara menentangnya. Namun, suara-suara kritis menunjuk pada militer sebagai aktor penentu yang mengubah skala ke titik yang mengakibatkan pemecatan Khan, karena Khan kehilangan dukungannya selama menjadi Perdana Menteri.
Militer: Pemain yang Kuat dan Tegas dalam Politik
Pakistan adalah negara demokrasi, namun sejarah negara tersebut mencatat tentara memiliki pengaruh yang kuat dan berdampak signifikan pada politik negara itu. Pakistan memiliki sejarah panjang kudeta dan keterlibatan militer dalam politik. Ada empat kudeta militer terhadap pemerintah terpilih sejak kemerdekaan Pakistan pada tahun 1947, yang terakhir terjadi pada tahun 1999. Tentara terus memberikan pengaruh yang signifikan dalam politik, terutama mengenai keamanan dan kebijakan luar negeri Pakistan.
Ketika Khan menjadi Perdana Menteri pada tahun 2018, dia mengumumkan hubungan baiknya dengan tentara karena keduanya “berada di halaman yang sama“, dan sepertinya Khan menikmati hubungan dekat dengan militer selama bulan-bulan pertamanya di pemerintahan. Namun, perbedaan segera muncul karena kepemimpinan Khan tidak memenuhi janjinya, dan pihak oposisi menyalahkan militer karena membawa Khan ke tampuk kekuasaan. Ketegangan semakin meningkat pada akhir 2021 ketika Khan menentang keputusan militer untuk menunjuk kepala baru badan intelijen karena dia adalah sekutu dekat Letnan Jenderal Faiz Hameed yang sedang menjabat.
Khan akhirnya kalah dalam pertarungan melawan tentara ini, dan perpecahan antara kedua pihak semakin terlihat. Perang di Ukraina juga menjadi salah satu sumber yang memperlebar perbedaan antara militer Pakistan dan Khan. Dengan kebijakan anti-Amerika dan ketakutan akan pengaruh geopolitik India yang berkembang, Khan semakin dekat dengan Rusia, ditandai dengan kunjungan bersejarah ke Moskow pada 24 Februari 2022. Khan menjadi Perdana Menteri Pakistan pertama yang mengunjungi Rusia sejak 1999, yang mana berlangsung pada saat invasi Ukraina dimulai. Sementara Khan menolak mengutuk perang di Ukraina dan mengatakan Pakistan harus netral dalam konflik tersebut, Kepala Staf Angkatan Darat Jenderal Qamar Javed Bajwa mengkritik Rusia atas agresinya di Ukraina, menunjukkan perbedaan politik lebih lanjut antara Khan dan militer Pakistan.
Kritikus telah lama menuduh militer mendalangi pemecatan pemerintah terpilih yang tidak mengikuti garis kelembagaan militer, yang dituduhkan Khan dan pendukungnya bahwa militer telah mengikuti modus operandi ini pada bulan April. Khan percaya mantan sekutunya telah mengkhianatinya, dan dia telah mencoba menghentikan pemilihan Kepala Staf Angkatan Darat baru baru yang telah dibahas pada musim gugur ini. Panglima militer yang sekarang keluar, Jenderal Qamar Javed Bajwa, mengakui bahwa militer telah “ikut campur dalam politik selama beberapa dekade,” tetapi sejak Februari, telah diputuskan bahwa institusi tersebut tidak akan melakukannya lagi. Tetap saja, Khan terus mengkritik militer Pakistan, dan panglima militer yang baru terpilih Jenderal Asim Munir, yang ditunjuk oleh Perdana Menteri saat ini Shehbaz Sharif, mungkin menjadi reaksi lain bagi Khan dan hubungannya dengan militer.
Masa Depan Tidak Pasti
Pakistan menghadapi tantangan besar ke depan, menghadapi krisis ekonomi dan ketidakstabilan politik. Politik penuh gejolak, dengan dinamika “semua versus Khan”, dalam lingkungan yang berubah dengan Perdana Menteri baru dan Kepala Staf Angkatan Darat baru. Penghapusan Khan dapat dilihat sebagai bagian dari proses demokrasi pertanggungjawaban parlementer, namun sejarah tampaknya terulang kembali di Pakistan. Tidak ada Perdana Menteri yang dipilih secara demokratis yang pernah menyelesaikan masa jabatan lima tahun karena kudeta militer, penggulingan presiden, dan diskualifikasi dari memegang jabatan publik. Proses demokrasi di Pakistan rentan dan telah mengalami ketidakstabilan sejak kemerdekaan negara tersebut. Tuduhan korupsi, keluhan, dan gejolak politik adalah tema umum dalam sejarah Pakistan, dengan militer sebagai pemangku kepentingan berulang dalam politik.
Tidak mungkin untuk memprediksi masa depan Pakistan, tetapi sepertinya Khan tidak dikecualikan. Dukungan publiknya tampaknya semakin besar sejak pemecatannya pada bulan April, dan aksi unjuk rasa yang berkelanjutan di seluruh negeri masih menarik massa. Pertanyaannya adalah kapan pemilihan umum akan diadakan dan apakah Khan akan mendapatkan mayoritas lagi. Khan telah menunjukkan keinginannya yang jelas agar pemilu diadakan musim dingin ini dengan harapan dapat menjaga momentum. Pada hari Sabtu, Khan mengatakan bahwa PTI akan mengundurkan diri dari majelis provinsi untuk memaksa pemerintah yang dipimpin Shehbaz Sharif mengadakan pemilihan segera. Masih harus dilihat peran apa yang akan dimainkan Kepala Staf Angkatan Darat yang baru dalam teka-teki politik ini. Meskipun dikatakan bahwa militer Pakistan tidak akan lagi mencampuri politik, penggulingan Khan kembali menempatkan militer Pakistan di episentrum lanskap politik Pakistan. Ketegangan kemungkinan akan terus meningkat, dan sulit untuk mengatakan dengan pasti bahwa ada solusi tanpa kekerasan untuk krisis politik saat ini yang sedang berlangsung di Pakistan, sebuah negara dengan masa lalu yang bergejolak dan demokrasi yang rentan.