Presiden Rusia Vladimir Putin telah mengatakan kepada pemimpin Korea Utara Kim Jong Un bahwa dia ingin memperluas hubungan antara Moskow dan Pyongyang, dilansir dari Al Jazeera. Kantor berita Korea Utara, KCNA mengatakan bahwa Putin mengirim surat kepada Kim pada peringatan 77 tahun berakhirnya pendudukan Jepang di semenanjung Korea[1]. Putin mengatakan bahwa hubungan yang lebih dekat akan menjadi kepentingan kedua negara mereka.
Efek dari geopolitik dan keamanan regional
Kedua negara kini berada di posisi yang sama dimana mereka mendapat kecaman atas tindakan mereka yang Rusia dan Korea Utara atau dikenal sebagai Democratic People’s Republic of Korea (DPRK) katakan sebagai tindakan untuk menciptakan keamanan bagi negara masing-masing. DPRK mendapat berbagai kecaman akibat sejumlah uji coba rudal yang intensif sejak awal tahun dan juga atas kecurigaan program nuklirnya yang tengah dikembangkan. Sedangkan Rusia tengah dikucilkan negara-negara Barat atas tindakan invasinya ke Ukraina.
Kedua tindakan ini dinilai tidak sesuai dengan norma internasional yang kemudian membuat baik Pyongyang dan Kremlin terisolir dari tananan internasional. Selain itu, kedua negara ini memang cenderung bertindak berdasarkan apa yang mereka anggap benar yang sering berbentrokan dengan norma internasional. Hal ini dapat dianggap sebagai teori pilihan rasional dimana teori ini menyatakan bahwa individu menggunakan kepentingan pribadi mereka untuk membuat pilihan yang akan memberi mereka manfaat terbesar.[2]
Semua orang butuh teman
Rusia dan Korea Utara akan “terus memperluas hubungan bilateral yang komprehensif dan konstruktif dengan upaya bersama,” tulis Putin, menambahkan bahwa ini akan membantu memperkuat keamanan dan stabilitas semenanjung Korea dan kawasan Asia Timur Laut. “Kerja sama, dukungan dan solidaritas strategis dan taktis” antara kedua negara telah mencapai tingkat yang baru, tulis Kim dalam surat balasan untuk Putin, terutama dalam upaya bersama mereka untuk menggagalkan ancaman dan provokasi dari pasukan militer yang bermusuhan.[3]
Kim memperkirakan kerja sama antara Rusia dan Korea Utara akan tumbuh berdasarkan kesepakatan yang ditandatangani pada 2019 ketika dia bertemu dengan Putin. Korea Utara pada bulan Juli mengakui dua “republik rakyat” yang memisahkan diri yang didukung Rusia di Ukraina timur sebagai negara merdeka,[4] dan para pejabat meningkatkan prospek pekerja Korea Utara dikirim ke daerah tersebut untuk membantu dalam konstruksi dan tenaga kerja lainnya. Ukraina, yang menolak invasi Rusia yang digambarkan oleh Moskow sebagai “operasi militer khusus”, segera memutuskan hubungan dengan Pyongyang atas tindakan tersebut.
Kesamaan ini dapat menjadi dasar terkait penguatan hubungan bilateral antara keduanya, walaupun kedua negara ini secara garis besar cenderung tidak mempercayai kerja sama “internasional” seperti yang dilakukan negara-negara Barat. Jika mengacu pada asumsi realisme, hubungan bilateral antara keduanya dapat digunakan hanya untuk kepentingan masing-masing. Dengan demikian, negara lebih suka bahwa pencapaian relatif dari keuntungan yang dihasilkan bersama bukan untuk menguntungkan mitranya.[5] Tetapi semua orang butuh teman setidaknya untuk saling mendukung dalam kondisi seperti yang tengah dialami Pyongyang dan Kremlin.
[1] “Putin says Russia and N Korea will expand bilateral relations”, Al Jazeera, 15 Agustus 2022, https://www.aljazeera.com/news/2022/8/15/putin-says-russia-and-n-korea-will-expand-bilateral-relations
[2] “Introduction to Rational Choice Theory in Social Work”, Online MSW Program, https://www.onlinemswprograms.com/social-work/theories/rational-choice-theory/#:~:text=Rational%20choice%20theory%20can%20apply,think%20will%20serve%20them%20best.
[3] Op. Cit., Al Jazeera
[4] Ibid.
[5] Joseph M. Grieco “Realist Theory and the Problem of International Cooperation: Analysis with an Amended Prisoner’s Dilemma Model”, The Journal of Politics, Volume 50, Nomor 3, The University of Chicago Press Journals, https://www.journals.uchicago.edu/doi/epdf/10.2307/2131460