Krisis bahan bakar yang parah
Ranil Wickremesinghe, perdana menteri Sri Lanka yang baru ditunjuk minggu lalu mengatakan dalam sebuah pidato bahwa negara tersebut membutuhkan $75 juta dollar untuk membayar keperluannya dan mengimpor berbagai komoditas seperti bahan bakar.[1]
Selama berbulan-bulan, pemerintahan Rajapaksa dan Bank Sentral Sri Lanka menolak seruan para ahli dan pemimpin oposisi untuk mencari bantuan dari IMF meskipun ada risiko yang meningkat.[2] Tetapi setelah harga minyak melonjak setelah invasi Rusia ke Ukraina pada akhir Februari, pemerintah akhirnya menyusun rencana untuk mendekati IMF pada bulan April.
Pada 16 Mei 2022, Perdana Menteri baru Sri Lanka mengumumkan bahwa negara itu krisis kehabisan bahan bakar pada hari terakhirnya, ketika menteri listrik negara itu mengatakan kepada warganya untuk tidak bergabung dengan antrian bahan bakar yang panjang yang telah memicu protes anti-pemerintah selama berminggu-minggu. “Saat ini, kami hanya memiliki stok bensin untuk satu hari. Beberapa bulan ke depan akan menjadi yang paling sulit dalam hidup kami,” katanya.
Dengan berbagai protes yang terjadi di Sri Lanka, ditujuknya Wickremesinghe adalah upaya untuk menenangkan pengujuk rasa.[3] Tetapi para pengunjuk rasa mengatakan mereka akan melanjutkan kampanye mereka selama Gotabaya Rajapaksa tetap menjadi presiden. Mereka juga menyebut Wickremesinghe sebagai antek Rajapaksa.
Di Kolombo, ibu kota komersial, antrean panjang becak, alat transportasi paling populer di kota, berbaris di pom bensin dalam penantian bahan bakar yang sia-sia. “Saya sudah mengantri lebih dari enam jam,” kata salah satu pengemudi, Mohammad Ali. Pengemudi lain, Mohammad Naushad, mengatakan pom bensin yang dia tunggu kehabisan bahan bakar dilansir dari CNN.[4]
Kondisi di Sri Lanka dapat dikatakan sangat kacau terlebih dihantam oleh pandemi Covid-19, kenaikan harga minyak dan pemotongan pajak populis oleh Rajapaksa, kekurangan devisa telah menyebabkan inflasi parah membawa ribuan orang turun ke jalan sebagai protes. Dan menyebabkan krisis yang tak pernah terjadi sejak kemerdekaannya pada tahun 1948.
Krisis di Sri Lanka, menurut para ahli terletak pada salah manajemen urusan perekonomian oleh pemerintah secara berturut-turut yang membawa Sri Lanka kepada kekurangan kas negara dan defisit transaksi berjalan. “Sri Lanka adalah ekonomi defisit kembar klasik,” menurut laporan kerja Bank Pembangunan Asia 2019.[5] Defisit kembar menandakan bahwa pengeluaran nasional suatu negara melebihi pendapatan nasionalnya, dan bahwa produksi barang dan jasa yang dapat diperdagangkan tidak memadai.
Tetapi krisis saat ini dipercepat oleh pemotongan pajak dalam yang dijanjikan oleh Rajapaksa selama kampanye pemilihan 2019 yang diberlakukan beberapa bulan sebelum pandemi COVID-19, yang menghapus sebagian ekonomi Sri Lanka. Sri Lanka secara tajam mendevaluasi mata uangnya, semakin memicu inflasi dan menambah penderitaan masyarakat, banyak dari mereka mengalami kesulitan dan antrian panjang.
Di tengah krisis parah, siapa yang membantu Sri Lanka?
Sri Lanka sendiri sangat bergantung pada utang luar negeri untuk menjalankan perekonomiannya. Di masa lalu, perekonomian sering ‘ditebus’ oleh negara tetangganya yang bersaing: India dan China.[6] Terdapat tiga pihak yang membantu Sri Lanka dengan angka yang cukup besar, walaupun tidak dapat benar-benar membantu Sri Lanka yaitu International Monetary Fund (IMF), China, dan India.
Terkait kondisi Sri Lanka, IMF dikabarkan akan memulai diskusi dengan pihak berwenang Sri Lanka tentang kemungkinan program pinjaman. Lewat Press Release pada akhir April lalu, IMF mengatakan bahwa mereka akan “Ke depan, tim IMF akan mendukung upaya Sri Lanka untuk mengatasi krisis ekonomi saat ini dengan bekerja sama dengan pihak berwenang dalam program ekonomi mereka, dan dengan melibatkan semua pemangku kepentingan lainnya untuk mendukung penyelesaian krisis yang tepat waktu.”[7] Di sisi lain, Rajapaksa juga telah meminta bantuan dari China dan India, khususnya bantuan bahan bakar dari India.
India dapat dikatakan telah membantu Sri Lanka cukup banyak dengan bantuan yang tetap pada tingkat yang konstan.[8] Pengiriman diesel di bawah batas kredit $ 500 juta yang ditandatangani dengan India pada bulan Februari diperkirakan akan tiba pada waktu dekat.[9] Selain itu, Sri Lanka dan India telah menandatangani batas kredit $ 1 miliar untuk mengimpor kebutuhan pokok, termasuk makanan dan obat-obatan, dan pemerintah Rajapaksa telah meminta setidaknya $ 1 miliar lagi dari New Delhi.[10]
India, yang mengikuti “kebijakan lingkungan pertama” untuk memperkuat ikatan dengan tetangganya siap untuk berjalan lebih jauh untuk membantu Sri Lanka keluar dari krisis saat ini. India sejauh ini telah memberikan $1,9 miliar kepada Sri Lanka dalam bentuk pinjaman, jalur kredit, dan pertukaran mata uang. India telah menyatakan kesediaannya untuk memberikan tambahan $2 miliar dalam bentuk swap dan dukungan ke Kolombo. Selain bantuan keuangan, India telah memberikan fasilitas kredit kepada Sri Lanka untuk bahan bakar dan makanan seperti 40.000 ton beras,
Di sisi lain China juga bersedia membantu Sri Lanka. “China bersedia memainkan peran konstruktif untuk membantu Sri Lanka mencapai pembangunan ekonomi dan sosial yang stabil di bawah prinsip non-intervensi dalam urusan dalam negeri,” kata Perdana Menteri Li Keqiang dalam panggilan telepon Jumat dengan Perdana Menteri Mahinda Rajapaksa, menurut pejabat Beijing. Kantor Berita Xinhua.[11]
Utang Sri Lanka dengan China sampai saat ini ditaksir sebesar sekitar $3,5 miliar dan terus meningkat. Namun, ketergantungan Sri Lanka dengan China sering dianggap sebagai “debt trap” karena pinjaman dan investasi Beijing di Sri Lanka sebagian besar didsari pada kepentingan strategis.[12] Taruhan ekonomi China di Sri Lanka menjadi fokus karena negara Asia Selatan yang bangkrut itu mengikis cadangan devisa terakhir yang dapat digunakan. Pada akhir April dana tersebut telah menyusut menjadi $50 juta, seorang menteri pemerintah mengungkapkan kepada parlemen dalam momen keterbukaan yang langka.[13]
Apakah ada negara lain yang pernah mengalaminya? Dan mengapa mereka membantunya?
Melihat ke belakang, beberapa negara lain juga pernah terlilit utang seperti Sri Lanka. Salah satu contohnya adalah Jamaika. Pada tahun 2010, Jamaika situasinya jauh lebih buruk, dengan rasio utang terhadap PDB sekitar 140%. Ini berarti bahwa 65 sen dari setiap dolar yang diambil pemerintah digunakan untuk pembayaran bunga, membuat negara gagal bayar dan terpaksa terlibat dalam pertukaran utang.[14] Selain Jamaika, terdapat banyak negara lain yang mengalami kebangkrutan sebelumnya, seperti Argentina pada tahun 2001, Ekuador pada tahun 2008, Yunani pada tahun 2015, dan Venezuela pada tahun 2017.
China dan India sendiri sedikit banyak saling ‘mengancam’ satu sama lain, karena keduanya digadang-gadang menjadi dua negara yang sedang gencar membesarkan pengaruhnya di luar wilayah kedaulatannya. Pada Mei 2017, India mengumumkan bahwa mereka tidak akan hadir pada peresmian acara mega-diplomatik pertama China mengenai inisiasi kebijakan luar negeri berupa Forum Belt and Road, karena alasan masalah kedaulatan.[15] Hal ini memperlihatkan perlombaan pengaruh secara tidak langsung.
Bagaimana kelanjutan dari Sri Lanka? Akankah negara ini runtuh karena utangnya?
Jika Sri Lanka tidak berhasil mendapatkan bantuan dan bangkit, lalu tidak mampu untuk membayar utang dan menyatakan bangkrut, maka negara kepulauan itu akan mengalami default. Melihat dari sejarah, negara-negara yang bangkrut akibat terlilit utang tidak benar-benar runtuh. Namun, jika tidak ditangani dengan baik, kondisi internal negara akan menjadi sangat kacau yang dapat berlanjut ke krisis kemanusiaan yang juga berdampak pada kondisi ekonomi secara global karena Sri Lanka tidak dapat membayarkan utangnya.
Mata uang negara dapat didevaluasi atau penurunan nilai uang yang membuat utang negara membengkak dan aktifitas ekonomi akan sangat terganggu. Contohnya, hal ini dapat membuat produk impor menjadi mahal dan bisnis ekspor mungkin menderita karena menjual produk dan layanan lebih murah dalam jangka pendek.[16] Protes yang tengah terjadi dapat semakin kacau yang dapat menyebabkan krisis perbankan. Alasan utama krisis perbankan adalah bahwa orang mungkin mencoba mengambil semua uang mereka dari bank karena ketidakpastian dan kebingungan.[17] Jadi, tidak hanya merugikan kondisi internal, tetapi juga eksternal. Jika negara benar-benar bangkrut, negara tersebut sangat rentan untuk diinvasi oleh negara lain seperti apa yang dilakukan Inggris berusaha menduduki Mesir ketika gagal pada tahun 1880-an.
[1] “Sri Lanka down to last day of petrol, Prime Minister tells crisis-hit nation”, CNN, 17 Mei 2022, https://edition.cnn.com/2022/05/16/asia/sri-lanka-fuel-economic-crisis-intl-hnk/index.html
[2] “Explained: What led to Sri Lanka’s economic crisis, and who’s helping?”, Indian Express, 19 Mei 2022, https://indianexpress.com/article/explained/sri-lanka-economic-crisis-explained-7849208/
[3] Op. Cit., CNN
[4] Ibid.
[6] “Explained: What India is doing to help Sri Lanka in crisis”, Times Of India, 15 April 2022, https://timesofindia.indiatimes.com/business/india-business/explained-what-india-is-doing-to-help-sri-lanka-in-crisis/articleshow/90864193.cms
[7] “IMF Team Statement on Sri Lanka”, International Monetary Fund, 23 April 2022, https://www.imf.org/en/News/Articles/2022/04/23/pr22129-IMF-Team-Statement-on-Sri-Lanka
[10] Ibid.
[11] “China Ready to Offer Sri Lanka ‘Urgently Needed Help’”, Bloomberg News, 22 April 2022, https://www.bloomberg.com/news/articles/2022-04-22/china-tells-sri-lanka-it-s-ready-to-offer-urgently-needed-help
[12] Op.Cit., Times of India
[13] Marwaan Macan-Markar, “Sri Lanka meltdown exposes China loan policy: 5 things to know”, 13 Mei 2022, https://asia.nikkei.com/Spotlight/Sri-Lanka-crisis/Sri-Lanka-meltdown-exposes-China-loan-policy-5-things-to-know
[14] Frederick Reese, “20 country debt crises and what happened next”, Stacker, 15 Oktober 2019, https://stacker.com/stories/3577/20-country-debt-crises-and-what-happened-next
[15] Hemant Adlakha, “China Is Starting to See India as a Major Threat”, The Diplomat, 11 Januari 2018, https://thediplomat.com/2018/01/china-is-starting-to-see-india-as-a-major-threat/
[16] Farhad Malik, “What Happens When A Country Defaults?”, FinTechExplained, Medium, 22 Oktober 2018, https://medium.com/fintechexplained/what-happens-when-a-country-defaults-b6c74e07ffce
[17] Ibid.
UE Mempersulit Rusia Untuk Mengirimkan Minyaknya Ke Mana Pun
June 24, 2022 @ 11:05 am
[…] ekspor ke Eropa dengan menarik konsumen lain dengan diskon tinggi, seperti yang ditawarkan ke Sri Lanka. Tetapi jika kapal tidak bisa mendapatkan asuransi yang mereka butuhkan untuk pengiriman, itu akan […]
ijuqohui
September 19, 2022 @ 2:02 pm
http://slkjfdf.net/ – Axiwups Eotumiw wex.tjpa.dip.or.id.dqo.fx http://slkjfdf.net/