Pada 14 Maret, Pemerintah Daerah Kurdistan, Iraq, melaporkan sehari sebelumnya terdapat dua belas rudal menghantam daerah sekitar konsulat AS di wilayah tersebut. Hal ini menyebabkan kerugian material dan juga melukai satu warga sipil.
Dilansir dari BBC, media Pemerintah Iran mengutip pernyataan Pengawal Revolusi yang mengatakan pasukan itu telah menargetkan “pusat perencanaan dan kejahatan strategis Zionis” di Irbil dengan rudal berpemandu presisi sebagai tanggapan atas “kejahatan baru-baru ini”. Perdana Menteri Irak Mustafa Kadhimi juga mengutuk serangan itu. “Agresi yang menargetkan kota Irbil dan menyebarkan ketakutan di antara penduduknya adalah serangan terhadap keamanan rakyat kami,” ujarnya lewat unggahan di Twitter.
Kadhimi juga melanjutkan bahwa pemerintahannya akan menyelediki aksi tersebut. “Pasukan keamanan kami akan menyelidiki dan berdiri teguh melawan segala ancaman terhadap orang-orang kami.”
Pihak AS sendiri menyebut tindakan Iran sebagai “serangan keterlaluan” walaupun keduanya tengah berada dalam diskusi perjanjian nuklir yang hampir rampung. Duta Besar AS untuk Irak, Matthew Tueller, mengatakan bahwa Iran “harus bertanggung jawab atas pelanggaran mencolok terhadap kedaulatan Irak dan atas serangan teroris terhadap properti sipil yang tidak bersalah”.
Pihak Iran sendiri telah membuka suara dan menjelaskan tujuan awal mereka. Iran mengatakan pihaknya menargetkan “pusat strategis” Israel di kota utara Erbil, tetapi pihak berwenang Irak-Kurdi mengatakan rudal itu jatuh di dekat konsulat AS yang sedang dibangun. Walaupun sampai saat ini, pihak Israel tidak memberikan komentar.
Terkait pernyataan Iran, AS sendiri memilih untuk “memaafkan” Iran. “AS bukanlah target yang dimaksudkan,” kata juru bicara Departemen Luar Negeri, Ned Price. “Spekulasi pers sebaliknya sama sekali salah.” Gedung Putih mengatakan serangan itu menargetkan “kediaman sipil”.
Serangan Iran di Irak juga dapat ditujukan untuk menekan AS agar mencapai kesepakatan, memberikan gambaran tentang apa yang akan terjadi jika pembicaraan nuklir gagal, kata Trita Parsi, wakil presiden Quincy Institute di Washington, DC.
Pemerintahan Biden juga mengatakan bahwa Iran kemungkinan mengirim pesan ke Israel sebagai protes tentang apa yang Israel lakukan di Suriah. “Iran [mengatakan] mereka tidak akan mentolerirnya. Mereka menyerang di dekat konsulat dan bukan di konsulat.”
Serangan ini terjadi di tengah diskusi Iran dan AS untuk merestorasi perjanjian nuklir mereka. Namun, perjanjian ini di jeda akibat keinginan Rusia agar hubungan Moskow dan Teheran tidak terganggu sanksi AS dan negara lainnya. AS juga terjebak di antara Iran, Iraq, dan Israel, karena AS memiliki hubungan masing-masing dengan negara tersebut. Terkait kondisi ini, Prancis sebagai anggota diskusi perjanjian nuklir mengatakan bahwa tindakan Iran sangat “sembrono” dan tidak mempertimbangkan pembicaraan nuklir di antara mereka.