Pasca Peluncuran Rudal: AS dan China bersatu menghadapi Korea Utara?

Menyusul peluncuran dua rudal oleh Korea Utara ke Laut Jepang pekan lalu, menunjukkan adanya peningkatan eskalasi kondisi keamanan di regional Asia Timur.[1] Latihan peluncuran ini berkaitan dengan peringatan Korea Utara (Korut) terkait “konsekuensi” kunjungan dan latihan militer AS di Korea Selatan (Korsel) dan Jepang. Intelijen AS dan Korsel menyatakan Korut sedang menyiapkan peluncuran kapal selam yang memiliki kapabiltas untuk meluncurkan rudal nuklir.[2] Terkait dengan isu ini, bagaimana pendekatan kepemimpinan baru AS pada Korut?

Kim Jong Un “menyambut” Biden dengan peluncuran rudal
Baru dua bulan setelah memimpin AS, Korut berupaya menarik perhatian Biden dengan kembali meluncurkan rudalnya di sekitar wilayah Jepang, aliansi AS. Peluncuran rudal berkaitan dengan pendekatan multilateralisme Biden dengan fokus pada diplomasi dan mempererat hubungan dengan berbagai aktor terutama aliansinya yakni Korsel dan Jepang. Pendekatan Biden membuat Korut melalui Kim Yo Jong, kakak dari Kim Jong Un Presiden Korut, memperingatkan “administrasi baru AS” untuk tidak melakukan “permainan licik” jika ingin memiliki “tidur yang tenang selama empat tahun ke depan.”[3] Pernyataan ini menunjukkan adanya pernyataan tegas dan konfrontasi dari Korut pada AS terkait kebijakannya dengan Jepang dan Korsel.

Asia Timur menjadi salah satu fokus AS karena peningkatan kekuatan dan pengaruh China, sehingga AS bersama dengan aliansinya lebih aktif dalam melakukan latihan militer untuk memperkuat kekuatan militer dan hubungan politik satu sama lain. AS melalui Sekretaris Negara Antony Blinken dan Sekretaris Pertahanan Llyod Austin juga sebelumnya mengadakan pembicaraan terkait keamanan termasuk isu nuklir Korut dengan Menteri Luar Negeri dan Menteri Pertahanan Jepang.

Secara historis, negara Asia Timur seperti Korsel, Korut, Jepang, dan China sudah sejak lama mengalami dilema keamanan satu sama lain. John H. Herz menyatakan dilema keamanan terjadi saat negara berupaya menjaga keamanan, terlepas dari intensinya, yang cenderung memberi ketidaknyamanan kepada negara lain disekitarnya.[4] Perbedaan persepsi dari masing-masing negara membuat upaya peningkatan kapabilitas militer dilihat sebagai ofensif.[5]

Kondisi dilema keamanan ini cenderung membuat negara akan memperkuat keamanannya atau bahkan bergabung pada sebuah aliansi pertahanan keamanan. Tensi hubungan AS-China berdampak pada latihan militer antara Korsel-AS yang juga membuat Korut semakin meningkatkan kekuatan politiknya dengan mengancam melalui peluncuran rudal ini. Korsel dan Jepang juga merasa terancam dengan agresivitas negara dengan kepemilikan nuklir yakni Korut dan China, sehingga membutuhkan AS untuk menambah kekuatan militer domestiknya.

AS dan China perlu bersatu untuk nuklir Korea Utara
Joe Biden menyatakan isu nuklir Korea menjadi prioritas AS saat ini dan sedang mengupayakan pengumpulan kekuatan bersama dengan aliansinya, namun juga tetap terbuka dengan upaya diplomasi dengan Korea Utara.[6] Selama ini, berbagai sanksi ekonomi dan pendekatan multilateral pada Korut baik melalui Six Party Talks atau Nuclear Non Proliferation Treaty (NPT) yang mengatur pembatasan pengembangan senjata nuklir tetap tidak bisa menahan Korut untuk tidak melakukan konfrontasi di regional Asia Timur.

AS mengatakan selama setahun tidak ada komunikasi antara Korut dengan AS bahkan pada masa akhir kepemimpinan Trump, namun Biden sudah mendekati Korut sejak Februari lalu dan tidak direspons Korut dengan menyatakan akan menolak semua upaya AS, kecuali jika AS menganulir sanksi untuk Korut.[7] AS akan menggunakan pendekatan lain dengan Korut, berbeda dengan Trump yang sebelumnya mendatangi Kim Jong Un secara langsung, dimana Gedung Putih menyatakan Biden tidak ada keinginan untuk bertemu dengan Jong Un.[8]

Jake Sullivan, penasihat keamanan nasional AS, menyatakan akan melakukan diplomasi menyeluruh terkait kebijakan pada Korea Utara dengan Jepang dan Korsel, termasuk dengan China dan Rusia.[9] Blinken, Sekretaris Negara AS, juga menambahkan bahwa pendekatan AS pada Korut akan berupa kombinasi dari pemberian tekanan regional dan diplomasi di masa depan.[10] Blinken menyatakan peran China disini cukup penting, mengingat selama ini China merupakan penyokong terbesar perekonomian di Korut sehingga kebijakan lebih tegas China akan berperan besar untuk menekan Korut.

Meskipun China mendukung sanksi atas Korut, hubungan ekonomi Korut dan China sebagai negara tetangga merupakan bagian strategi China untuk menjaga stabilitas nasional dan regionalnya yakni dengan memiliki “koalisi” kekuatan negara yang dianggap mengancam oleh rivalnya dan agar tetap bisa memiliki pengaruh serta ketergantungan di Korut. China menyatakan Korut dan AS perlu menyelesaikan permasalahan antar kedua negara saja dan menekankan penghentian sementara kerja sama militer AS dan Korsel.

Maka dari itu, AS akan tetap kesulitan membentuk kebijakan untuk Korut karena China masih bermain aman dan enggan untuk menekan Korut secara langsung dan lebih tegas demi keamanan regionalnya. Meski beberapa waktu lalu Blinken dan Sullivan bertemu dengan Wang Yi, menteri luar negeri China bersama perwakilan lain di Alaska untuk membicarakan berbagai isu termasuk nonproliferasi nuklir, namun perbincangan sangat alot karena kedua negara, seperti biasa, masih mengutamakan kepentingan masing-masing, bukan isu bersama. Meskipun kedua negara akan lebih terbuka dengan dialog atau diplomasi, isu keamanan termasuk proliferasi nuklir di Korea Utara akan tetap terbatas dan berisiko tinggi karena rivalitas kedua negara, berdasarkan sejarahnya, berisiko membuat adanya miskalkulasi untuk menyelesaikan isu nuklir Korut atau menginterpretasi intensi masing-masing negara. AS saat ini akan tetap memprioritaskan dialog dengan aliansinya Korsel dan Jepang, namun tetap berupaya membuka dialog dengan Korut termasuk dengan China dan Rusia.


[1] Barbara Starr dan Oren Liebermann, 2021, North Korea fires two ground-based ballistic missiles, South Korea says, CNN Edition, https://edition.cnn.com/2021/03/24/world/north-korea-missiles-intl/index.html

[2] Julian Ryall, New satellite images show North Korea may be preparing to launch ballistic missile submarine, Telegraph, https://www.telegraph.co.uk/news/2021/03/29/new-satellite-images-show-north-korea-may-preparing-launch-ballistic/, 2021

[3] Jason Strother, North Korea Warns US as Top Defense, Foreign Policy Officials Hold Talks, VOA, https://www.voanews.com/east-asia-pacific/north-korea-warns-us-top-defense-foreign-policy-officials-hold-talks, 2021

[4] R. Muhammad Oddy Nurfiansyah, Hubungan Internasional Dalam Melihat Security Dilemma: Sebuah Pengantar, Indonesia International Studies Academic Utilization Community, 2020.

[5] Ibid.,

[6] Ben Leonard, Biden says North Korea is top foreign policy issue facing U.S., Politico, https://www.politico.com/news/2021/03/25/biden-north-korea-press-conference-478001

[7] Lara Jakes dan Choe Sang Hun, North Korean Threat Forces Biden Into Balancing Act With China, The New York Times, https://www.nytimes.com/2021/03/18/world/asia/biden-north-korea-china.html, 2021

[8] Reuters Staff, Biden does not intend to meet with North Korea’s Kim, Reuters, https://www.reuters.com/article/us-usa-northkorea-biden/biden-does-not-intend-to-meet-with-north-koreas-kim-idUSKBN2BL2GU, 2021.

[9] Thomas Wright, The US and China finally get real with each other, Brookings, https://www.brookings.edu/blog/order-from-chaos/2021/03/22/the-us-and-china-finally-get-real-with-each-other/, 2021.

[10] Lara Jakes dan Choe Sanghun, Op,cit.