Terjadi Lagi, Pembakaran Al-Quran di Swedia dan Denmark Tuai Kecaman
Dua negara Skandinavia yakni Swedia dan Denmark yang belakangan ini marak kasus pembakaran Al-Quran telah mengadakan perundingan mengenai dampak serangkaian tindakan tersebut. Kedua negara ini mendapat sorotan dan kritik dari negara-negara Islam karena membiarkan kejadian pembakaran Alquran berulang.
Pada bulan Juli, terjadi serangkaian pembakaran Alquran di Kopenhagen, Denmark, oleh aktivis sayap kanan, termasuk menginjak Alquran dan membakarnya di depan Kedubes Irak, Mesir, dan Turki. Di Swedia, imigran asal Irak bernama Salwan Momika juga melakukan pembakaran Alquran dan menginjak beberapa halaman Alquran, termasuk saat perayaan Idul Adha di depan masjid Stockholm pada 28 Juni sebelumnya.
Dengan peristiwa ini, Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) berencana untuk mengadakan pertemuan luar biasa pada Senin (31/7) sebagai tanggapan terhadap serentetan aksi pembakaran Al Quran umat Muslim di Swedia dan Denmark. Dewan Menteri Luar Negeri dari negara-negara anggota OKI akan mengadakan pertemuan secara virtual.
Mereka akan membahas tindakan “penodaan provokatif” yang berulang terhadap Al Quran di kedua negara tersebut. Kementerian Luar Negeri Turki menyatakan bahwa pertemuan ini akan membahas peningkatan Islamofobia di Eropa dan juga membahas langkah-langkah konkret yang dapat diambil untuk melawan fenomena tersebut. Demikian pernyataan dari Kementerian Luar Negeri Turki, seperti yang dilaporkan oleh Anadolu Agency.
Perdana Menteri Swedia, Ulf Kristersson, mengumumkan bahwa pada Minggu (30/7/2023), ia telah berbicara dengan Perdana Menteri Denmark, Mette Frederiksen, mengenai situasi pasca pembakaran Alquran. Dalam sebuah pernyataan di akun Instagramnya, Kristersson menyatakan bahwa mereka setuju situasinya sudah berbahaya dan perlu mengambil langkah-langkah untuk memperkuat ketahanan masing-masing negara.
Kristersson juga menyebut bahwa keduanya sedang mengkaji aspek hukum sebagai dasar untuk mengambil tindakan guna memperkuat keamanan nasional serta perlindungan warga di Swedia dan seluruh dunia.
Pada awal bulan Juli, Pemerintah Swedia menyatakan akan meninjau kemungkinan untuk mengamendemen Public Order Act agar polisi dapat menghentikan demonstrasi yang dianggap mengancam keamanan negara. Kristersson menekankan pentingnya menjaga kebebasan dan masyarakat yang terbuka, serta melindungi demokrasi dan hak-hak warga terhadap kebebasan dan keamanan.
Menteri Luar Negeri Turki, Hakan Fidan, juga mengulang desakan agar Swedia mencegah terulangnya pembakaran Alquran. Di sisi lain, Menteri Luar Negeri Denmark, Lars Lokke Rasmussen, menjelaskan bahwa pemerintahnya akan mencari cara hukum untuk mencegah aksi pembakaran Alquran di depan kedubes negara lain. Ia menyatakan bahwa pembakaran Alquran merupakan tindakan yang ofensif dan ceroboh, tidak mencerminkan nilai-nilai masyarakat Denmark. Kementerian Luar Negeri Irak juga turut meminta otoritas negara-neggara di Uni Eropa untuk mempertimbangkan kembali apa yang disebut dengan ‘kebebasan berekspresi dan hak untuk berdemonstrasi.’
Karena itu, Pemerintah Denmark sedang mempertimbangkan kemungkinan untuk campur tangan dalam situasi khusus di mana terjadi penghinaan terhadap budaya dan agama negara lain, yang berdampak negatif bagi Denmark, termasuk dari segi keamanan. Rasmussen menegaskan bahwa kebijakan yang diambil akan tetap sesuai dengan kerangka konstitusional, dengan tetap melindungi kebebasan berekspresi dalam lingkup yang luas di Denmark.