Kapal Induk Baru China Dilengkapi Fitur Canggih: Detterence Effect

Angkatan Laut China, di bawah instruksi Presiden Xi Jinping, telah menjalani program modernisasi dan ekspansi yang spektakuler. Pada akhir minggu lalu, dalam peluncuran kapal induk ketiga dan tercanggih, Fujian dilakukan uji coba laut untuk melihat seberapa jauh kemajuannya.

Berbeda dengan kedua kapal induk sebelumnya, Liaoning dan Shandong yang memiliki desain bekas Soviet. Meskipun kuno, kedua kapal ini telah digunakan untuk melatih generasi baru perwira angkatan laut dan pilot dalam ilmu operasi kapal induk. Desain kapal induk Fujian ini merupakan lompatan yang dikatakan akan sangat meningkatkan kekuatan tempur China.[1]

Kapal Fujian memiliki panjang 316m dengan berat sekitar 100.000 ton saat dimuat penuh. Sistem peluncuran pesawat elektromagnetiknya (EMALS) dapat mempercepat jet lepas landas kekuatan besar, pesawat akan dapat membawa lebih banyak bahan bakar dan senjata, sehingga memperluas jangkauan kapal induk.[2] Pesawat peringatan dini juga dapat lepas landas dan mendarat dengan lebih mudah di kapal induk tersebut yang meningkatkan kemampuan kapal induk untuk melihat musuhnya dari jauh.

EMALS juga mampu meluncurkan lebih banyak pesawat dengan kecepatan yang lebih tinggi, dibandingkan lawannya yang menggunakan teknologi lebih tua – dan sangat penting untuk mempertahankan diri dari serangan yang datang.[3] Fitur terbaru ini memberi Fujian keunggulan yang signifikan, karena hanya kapal induk kelas Ford Amerika Serikat yang dilengkapi dengan fitur tersebut. Negara lain seperti Prancis dan India saat ini masih mengembangkan sistem serupa. Berarti, di luar AS, hanya China yang menggunakan sistem ini. Namun, kapal Fujian masih menggunakan tenaga konvensional dengan rencana kapal induk baru kedepannya akan menggunakan tenaga nuklir.

Fujian sendiri menjadi model transisi, menyempurnakan teknologi baru yang kuat sebelum angkatan laut China mengambil lompatan teknologi berikutnya yang memungkinkan untuk berlayar tanpa mengisi bahan bakar selama 20 tahun. Saat ini, dikabarkan China tengah mengerjakan dan menguji coba menggunakan sistem tenaga nuklir dengan sangat hati-hati. Sementara proses desain telah dimulai pada kapal induk yang akan dibuat dan konstruksi akan dimulai dalam waktu dekat di galangan kapal Dalian.[4]

Ekspansi angkatan laut China bukan hanya tentang jumlah kapal perang. Infrastruktur angkatan laut, penting jika kapal akan berlabuh, dipelihara dan diisi bahan bakar, perlahan-lahan dibangun selama dekade terakhir. Jaringan fasilitas pelabuhan dan dok kering telah dibangun di seberang Samudra Hindia dengan mempertimbangkan armada angkatan laut yang terus bertambah. Di tambah, saat ini China tengah membantu banyak negara dalam revitalisasi berbagai fasilitas vitalnya seperti Pelabuhan di Kamboja.

China sendiri bercita-cita untuk memiliki enam kelompok tempur kapal induk yang beroperasi pada tahun 2035 yang memungkinkan China untuk memproyeksikan tingkat kekuatan tempur yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam sejarah China. Peran utama kelompok penyerang kapal induk adalah untuk memproyeksikan kekuatan jauh melampaui perbatasan nasionalnya. Hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan kekuatan tempur yang sebenarnya, atau kekuatan China secara tersirat. Dalam kata lain, kapal-kapal ini telah menjadi alat negara yang efektif selama beberapa dekade untuk menciptakan efek detterence

Deterrence secara sederhana berarti mencegah perilaku buruk dengan ancaman hukuman yang signifikan.[5] Sudah ada sejak ribuan tahun lalu dan melalui hubungan internasional. Deterrence juga merupakan cara penting yang konsepnya bertahan lama dalam politik internasional. Namun, penerapan dan implementasi spesifiknya harus disesuaikan dengan perubahan besar dalam sistem internasional global dan regional.[6] Dalam kebijakan luar negeri, pencegahan memiliki tujuan yang sama: menjaga perdamaian dengan meyakinkan musuh bahwa setiap serangan akan mendapat balasan yang signifikan.[7] Agar deterrence berhasil, terdapat dua kondisi yang harus diperhatikan: efek yang ditimbulkan dan kredibilitas.

Keparahan berarti mengancam calon lawan dengan pembalasan yang akan melebihi potensi keuntungan yang bisa mereka harapkan dari menyerang.[8] Dalam kasus ini, China berusaha melampaui kekuatan Amerika Serikat—dan negara lainnya—untuk menciptakan kondisi deterrence. Pembangunan armada laut yang cepat dan berteknologi tinggi ini diharapkan dapat membuat AS berpikir beberapa kali untuk menyerang China—dalam bentuk apapun—karena balasan oleh China bisa saja justru membuat kerugian yang lebih besar bagi AS. Hal yang sama dilakukan selama Perang Dingin dimana senjata nuklir berfungsi sebagai pencegah utama karena AS dan Uni Soviet membangun cukup banyak bom untuk memusnahkan satu sama lain.

Selanjutnya, adalah aspek kredibilitas yang berarti membuat lawan percaya bahwa agresi lebih lanjut dari pihak mereka akan memicu pembalasan.[9] Negara-negara dapat menunjukkan keseriusan mereka dengan menguji senjata, meningkatkan kehadiran militer mereka di wilayah yang diperebutkan, melakukan latihan untuk mensimulasikan serangan nyata, dan mengumumkan secara terbuka teknologi senjata baru. Bagian penting dari kredibilitas adalah kesediaan untuk menggunakan kekuatan. China sampai saat ini telah memperlihatkan kredibiltasnya dengan berbagai aktifitas militer yang kadang membuat ‘panas’ AS dan sekutunya, seperti menghadang pesawat patroli Australia, hingga menerbangkan pesawat jet di perbatasan Taiwan.

[1] Alex Gatopoulos, “Leviathan: China’s new navy”, Al Jazeera, 19 Juni 2022, https://www.aljazeera.com/features/2022/6/19/leviathan-chinas-new-navy

[2] Ibid.

[3] “Aircraft Launch and Recovery Systems”, General Atomics, https://www.ga.com/alre

[4] Op. Cit.

[5] “What Is Deterrence?”, World 101, https://world101.cfr.org/foreign-policy/tools-foreign-policy/what-deterrence

[6] Patrick M. Morgan, “The State of Deterrence in International Politics Today”, Contemporary Security Policy 33(1):85-10, April 2012, hlm. 86

[7] Op. Cit.

[8] Ibid.

[9] Ibid.