Penembakan Jurnalis Al-Zaera oleh Pasukan Israel: Masih berlakukah Hukum Humaniter Internasional ?
Hak Asasi Manusia merupakan anugerah yang dimiliki oleh setiap manusia agar memberi rasa aman dan terjamin kemerdekaannya. Namun, warga yang tinggal dalam wilayah konflik sering kali tidak memiliki rasa aman dan kemerdekaan tersebut. Oleh karena itu, dibuatlah hukum humaniter untuk menjadi acuan perilaku pihak-pihak dalam konflik bersenjata. “Kami akan merekam operasi tentara Israel dan tiba-tiba mereka menembak kami tanpa meminta kami untuk pergi atau berhenti syuting” pernyataan dari salah satu Jurnalis Al-Jazeera, Ali Al-Samoudi. Peristiwa penembakan berawal ketika beberapa Jurnalis al-jazeera yang sedang melakukan reporting atau laporan mengenai keadaan West Bank yang pada saat itu sedang bergejolak dipicu oleh penyerbuan tentara Israel kepada warga Palestina di Kota Jenin. Pada saat itu, tiba-tiba terndengar suara tembakan. Beberapa saat setelah suara tembakan terdengar, salah satu Jurnalis bernama Ali Al-Samoudi terkapar dan tertembak di bagian punggung, tetapi masih dalam keadaan sadar sedangkan seorang Jurnalis lainnya, Shireen Abu Akleh tertembak namun sayang nyawanya tidak berhasil diselamatkan, sementara rekan tim lainnya bersembunyi agar terhindar dari serangan tembakan tentara Israel.
Berdasarkan keterangan pada saat kejadian tersebut, Shireen Abu Akleh dikabarkan sedang mengenakan rompi bertuliskan ‘press’ yang menandakan bahwa beliau merupakan seorang Jurnalis. Berdasarkan kesaksian rekan Jurnalis lainnya, menyampaikan bahwa tidak ada perlawanan dari warga Palestina pada saat peristiwa penembakan terjadi, sehingga pernyataan tersebut sebagai bantahan terhadap pernyataan pihak Israel yang menyatakan bahwa kemungkinan peluru tersebut merupakan tembakan dari warga Palestina. Lalu, apakah peristiwa ini merupakan pelanggaran terhadap Konvensi Jenewa 1949 tentang Hukum Humaniter Internasional?
Hukum Humaniter Internasional atau biasa disebut dengan Hukum Konflik Bersenjata merupakan hukum yang didalamnya mengatur tentang perilaku negara atau pihak-pihak dalam berperang. Hukum ini mengedepankan rasa kemanusiaan karena bertujuan agar tidak merugikan pihak-pihak yang tidak terlibat secara langsung dalam peperangan atau konflik bersenjata. Dalam prinsip Hukum Humaniter Internasional disebutkan bahwa dilarang untuk menyerang musuh dalam keadaan hors de combat (menyerah), serta peserta konflik harus bisa membedakan antara warga sipil dan sasaran militer (distinction), peserta konflik berkewajiban merawat korban luka dan sakit akibat perang, kombatan dan orang sipil yang tertangkap harus dijamin dan terbebas terhadap tindakan kekerasan dan pembalasan (Konvensi Jenewa, 1949).
Dari peristiwa penembakan tersebut, dapat diketahui bahwa Shireen Abu Akleh beserta rekannya tidak terlibat langsung dalam konflik bersenjata dan beliau merupakan warga sipil yang sedang menjalankan tugasnya sebagai reporter, sehingga tindakan penembakan yang dilakukan tentara Israel merupakan kejahatan yang bertentangan dengan Hukum Humaniter Internasional.
Konvensi Jenewa 1949 berikut Protokol Tambahan I dan II 1977, sebagai salah satu sumber utama Hukum Humaniter Internasional mempertegas adanya hak dan kewajiban yang dimiliki oleh para peserta perang, prajurit yang menyerah, wanita dan anak-anak, maupun masyarakat sipil di daerah konflik yang tidak terlibat perang secara langsung. Hukum Humaniter Internasional dalam implementasinya didasari oleh beberapa prinsip, di antaranya prinsip kemanusiaan (humanity) dan prinsip pembedaan (distinction). Tindakan penembakan yang menewaskan Shireen Abu Akleh serta melukai Ali Al-Samoudi yang tidak disertai dengan peringatan maupun larangan tentunya telah menodai prinsip kemanusiaan (humanity) dan juga melanggar prinsip pembedaan (distinction) Hukum Humaniter Internasional.
Kejadian penyerangan warga sipil oleh tentara Israel tidak hanya terjadi satu kali ini saja, tetapi pernah terjadi beberapa kali, bahkan banyak perempuan dan anak-anak sebagai objek yang dilindungi oleh Hukum Humaniter Internasional menjadi korban penyerangan tersebut. Kasus kejahatan kemanusiaan yang dilakukan oleh Israel tentu harus segera diatasi, organisasi internasional juga harus turut andil dan mampu mengatasi serta memberi sanksi yang tegas atas tindakan yang dilakukan oleh Israel, sehingga legitimasi Hukum Internasional baik di waktu damai maupun pada saat konflik tetap menjadi pedoman interaksi antar negara.
Direnggutnya nyawa Shireen Abu Akleh, reporter berkewarganegaraan Palestina-AS yang sedang menjalankan tugasnya termasuk dalam kategori kejahatan kemanusiaan, sehingga Israel harus bertanggung jawab atas akibat yang telah diperbuat oleh tentaranya tersebut. Pihak keluarga korban dan masyarakat Palestina meminta agar AS ikut berpartisipasi dalam mengusut kasus pelanggaran tersebut. Perlu adanya penyelidikan dan investigasi yang dilakukan oleh pihak ketiga untuk mengusut dan mencari fakta terhadap kebenaran peristiwa tersebut, ini karena terlihat adanya upaya Israel meyakinkan AS bahwa mereka mampu mengusut dan melakukan investigasi sendiri terhadap kasus kejahatan tersebut. Masyarakat dunia juga harus turut mengambil peran dalam memberantas kasus kejahatan kemanusiaan agar terciptanya perdamaian dan kesetaraan HAM karena pada dasarnya setiap manusia berhak untuk dapat hidup dengan rasa aman dan memiliki kebebasan terhadap dirinya.