Dalam kurun waktu satu minggu terakhir, media mewartakan banyak sekali kejadian banjir, salah satunya adalah banjir parah di Korea Selatan. Rekor hujan deras membanjiri wilayah di daerah ibukota Korea Selatan, Seoul, minggu ini. Setidaknya sembilan rumah, jalan dan stasiun kereta bawah tanah di ibukota Korea Selatan Seoul minggu ini, menewaskan sedikitnya sembilan orang. Seoul biasanya memiliki curah hujan rata-rata 348 milimeter di bulan Agustus, beberapa lokasi mencatat curah hujan 348 milimeter itu hanya dalam satu hari.
Sedangkan pada 9 Agustus sebagian Seoul mengalami curah hujan hingga 497 milimeter. Pada satu titik, tercatat curah hujan 141,5 millimeter per jam, merupakan tingkat tertinggi sejak tahun 1907. Di beberapa bagian Seoul, saluran air tersumbat dan mengirim air kembali ke jalan-jalan dan stasiun kereta bawah tanah, dilansir dari CNN. Sejumlah stasiun ditutup karena banjir, dengan jalur sementara dihentikan sejak 9 Agustus 2022.
Beberapa daerah di selatan Sungai Han terkena dampak paling parah, termasuk distrik Gangnam, beberapa bangunan dan toko terendam banjir dan kehilangan listrik. Dilaporkan tiga orang tewas karena terperangkap di semi-basement bangunan, menurut Kementerian Dalam Negeri dan Keselamatan Korea Selatan. Sekitar 17 lainnya terluka dan sedikitnya tujuh orang masih hilang, kata kementerian itu. Lebih dari 500 orang telah dievakuasi sejak hujan lebat melanda Seoul pada Senin malam, pemerintah juga dengan tanggap menyediakan tenda, selimut, dan barang bantuan lainnya.
Terkait tragedi ini, Presiden Korea Selatan, Yoon Suk Yeol mengirim belasungkawa kepada para korban pada hari 9 Agustus 2022, mengatakan dia akan melakukan inspeksi di tempat dan bekerja untuk mencegah kerusakan tambahan. Suk Yeol juga menyatakan perlunya meninjau sistem manajemen bencana negara itu, karena cuaca ekstrem diperkirakan akan semakin umum karena krisis iklim.
Selain korban jiwa, sekitar 2.800 bangunan termasuk rumah, toko, tembok penahan dan infrastruktur lainnya – rusak, meskipun sebagian besar telah diperbaiki pada Rabu pagi, menurut kementerian keselamatan. Di sisi lain, Kementerian Luar Negeri China mengkonfirmasi dua warga negara China tewas akibat banjir di Seoul. Satu tewas dalam tanah longsor di asrama di Hwaseong, selatan Seoul, dan satu lain tersengat listrik selama pekerjaan konstruksi di luar ruangan selama badai.
Selain Korea Selatan, beberapa bagian Jepang juga mengalami hujan dengan beberapa wilayah di Hokkaido melaporkan banjir. Pihak berwenang telah memperingatkan risiko banjir bandang dan tanah longsor. Banyak negara di Asia Timur sekarang mengalami curah hujan harian yang intens, dengan monsun musim panas diperkirakan akan turun lebih deras dan tidak diprediksi karena perubahan iklim.
Tidak hanya di wilayah Asia, wilayah Amerika Serikat pun dilanda banjir besar. Banjir di Kentucky, AS digambarkan sebagai banjir paling mematikan baru-baru ini dimana rumah-rumah hancur dan kendaraan terendam air. Akibatnya 37 orang dilaporkan tewas setelah lima hari hujan deras pada awal Agustus. Para ilmuwan mengatakan curah hujan ekstrem yang dipicu oleh kerusakan iklim membuat banyak dari norma-norma sejarah ini menjadi usang.
“Kita harus mengubah pelabelan (banjir besar) karena ini bukan lagi peristiwa satu dalam 1.000 tahun,” kata Andreas Prein, pakar iklim ekstrem di Pusat Penelitian Atmosfer Nasional AS. “Peristiwa langka ini menjadi semakin umum.” Tambahnya. “Perubahan iklim meningkatkan intensitas dan frekuensi banjir dan kemungkinan akan bertambah buruk dengan pemanasan iklim lebih lanjut,” tambah Prein menjelaskan. Dilansir dari The Guardian, Pusat Penelitian Atmosfer itu juga telah melihat badai berulang ini menghantam daerah yang sama—seperti Kentucky—berulang kali dalam waktu singkat, yang tidak dipahami dengan baik namun berkaitan erat dengan menghangatnya suhu bumi.