Amerika Serikat (AS) melalui Menteri Luar Negeri AS, Antony Blinken, secara resmi menyatakan bahwa militer Myanmar sudah melakukan tindakan genosida pada populasi minoritas Rohingya. Pernyataan ini menjadi kali ke delapan AS mengeluarkan pernyataan resmi terkait genosida pada skala global.
“Serangan terhadap Rohingya “tersebar luas dan sistematis” dan bukti itu menunjukkan adanya niat yang jelas untuk menghancurkan sebagian besar minoritas Muslim,” kata Blinken.
Blinken menyatakan penyelidik AS pada tahun 2016 dan 2017 melakukan pengamatan dan penelitian mandiri terkait kekerasan pada Rohingya. Dengan mewawancarai 1,000 pengungsi, lebih dari setengahnya mengalami kekerasan seksual, dan 75 persennya mengaku pernah melihat pembunuhan yang dilakukan oleh kekuatan militer.
Pentingnya pengakuan resmi kejahatan kemanusiaan
Secara politik, pernyataan resmi terkait genosida menunjukkan dukungan terkait investigasi internasional yang diharapkan menghasilkan sanksi atau penalti. Diharapkan, pemerintahan militer Myanmar menjadi semakin terisolasi dalam perpolitikan global.
Terlebih, mengingat AS sebagai penganut dan penyebar nilai-nilai kemanusiaan, maka dukungan nyata untuk pengimplementasian nilai tersebut menjadi hal penting.
Selain AS, negara seperti Kanada, Prancis, Turki, dan beberapa negara lain sudah terlebih dahulu mengakui genosida di Myanmar. Bahkan Gambia, perwakilan dari Organisasi Kerja sama Islam, sudah mengirimkan gugatan ke Mahkamah Internasional tahun 2019 lalu atas Myanmar karena melanggar Konvensi Genosida Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dalam Konvensi tentang Pencegahan dan Penghukuman Kejahatan Genosida pasal 2 mendefinisikan genosida sebagai salah satu dari tindakan untuk menghancurkan, secara keseluruhan atau sebagian, kelompok nasional, etnis, ras atau agama. Tindakan tersebut dapat berupa membunuh anggota kelompok, menyebabkan cedera fisik atau mental yang serius pada anggota kelompok; dsb.
Krisis Myanmar diperparah dengan pengambilalihan kekuasaan
Kondisi di Myanmar juga berkaitan dengan tindakan genosida. Dikarenakan keadaan di Myanmar terus memburuk, pada tahun 2017 saja terdapat 700,000 orang Rohingya mengungsi ke Bangladesh. Kondisi ini disebabkan tekanan dan kekerasan yang dilakukan militer Myanmar atau Tatmadaw, Namun, militer Myanmar membantah adanya tindakan genosida karena menilai orang Rohingya menolak kewarganegaraan Myanmar.
Dengan pengambilalihan kekuasaan pemerintahan pada Februari 2021 lalu, tingkat kejahatan atas kemanusiaan juga meningkat. Mulai dari pembunuhan, pemindahan paksa, pemenjaraan atau perampasan kebebasan fisik yang melanggar aturan dasar hukum internasional. Pasca kudeta, setidaknya 1,600 orang meninggal, dan belasan ribu lainnya ditahan.
Pernyataan AS dan pemerintahan lainnya menunjukkan upaya penegakan keadilan dan perlindungan hak asasi kelompok minoritas Rohingya. Tidak hanya secara lisan, namun upaya penegakkan keadilan yang ditujukkan untuk mengadili kekejaman Myanmar harus ditegakkan melalui sanksi.