China: AS Tidak Usah Provokasi Rusia-Ukraina!

Konflik perbatasan Rusia-Ukraina turut mengundang komentar dari negara China. Pemerintah China melalui juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Wang Wenbin, meminta agar Eropa dan Amerika Serikat (AS) berhenti memprovokasi konflik tersebut. China menilai terdapat penyebaran misinformasi secara global yang dikarenakan AS-Eropa.

Komentar mengenai provokasi Barat-AS tersebut dikeluarkan pasca Rusia mengklaim sudah menarik ratusan ribu tentaranya dari perbatasan Ukraina. “Selama berhari-hari AS telah memainkan ancaman perang dan menciptakan suasana ketegangan. Hal ini telah berdampak serius pada ekonomi, stabilitas sosial, dan kehidupan masyarakat di Ukraina, serta menambah hambatan untuk memajukan dialog dan negosiasi antara pihak-pihak terkait,” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) China Wang Wenbin.

Wang Wenbin juga menekankan bahwa tindakan ‘terorisme informasi’ secara konstan dapat mendorong ketidakpastian perkembangan informasi terkait konflik Rusia-Ukraina. Maka dari itu, China menginginkan agar pihak-pihak penyebar misinformasi agar menghentikan tindakannya.

 

Kedekatan Rusia-China

Dengan menurunnya pengaruh Barat, dan peningkatan kekuatan China, hubungan Rusia dan China juga turut berkembang. China yang diproyeksikan menjadi negara terkuat secara ekonomi dalam dekade ini juga sedang meningkatkan kapabilitas militernya, terutama kekuatan armada lautnya.

Secara ekonomi, China saat ini juga menjadi rekan dagang terbesar Rusia dengan perkiraan nilai mencapai USD150 miliar nilai ekspor dan impor tahun lalu.

China sebagai negara pendukung kuat bagi Rusia turut mendukung kebijakan politik dan keamanan Rusia. Termasuk di dalamnya menolak bergabungnya Ukraina dengan NATO atau the North Atlantic Treaty Organization.

Dukungan China atas Rusia ini mengundang kritik dari PM Australia, Scott Morrison. Namun Wang Wenbin juga menyatakan bahwa hubungan China-Rusia sebagai upaya pembangunan hubungan baik jangka panjang.  Baik Rusia dan China sama-sama diuntungkan dalam hubungan non aliansi, non konfrontasi, dan non negara dunia ketiga.

Analis politik yakni Ian Bremmer melihat hubungan China-Rusia akan terus erat terutama dalam aspek ekonomi dan perkembangan teknologi militer. Dengan adanya sanksi Eropa atas Rusia, kemungkinan besar China akan turun tangan untuk memberikan lebih banyak bantuan dan kerja sama ekonomi dan militer.

Beijing memiliki kepentingan yang sama dengan Rusia, yakni melemahkan pengaruh dan pengembangan institusi liberal Barat yang disebarkan melalui diplomasi. Baik Rusia dan China menentang ekspansi NATO yang seakan melancarkan kebijakan politik anti-Rusia. Terlebih, China juga tidak menyetujui adanya ekspansi lebih besar lagi terkait aliansi maupun pakta militer, termasuk aliansi NATO dan AUKUS (Australia, the United Kingdom, dan the US).

Dengan begitu, kedua negara ini akan saling mendukung, terutama dengan ambisi regional maupun global masing-masing negara. Dalam hal ini China akan mendapat dukungan politik maupun militer juga terkait berbagai isu termasuk isu Taiwan.