Pada 5 Mei 2021, Inggris akhirnya memberikan status diplomatik penuh kepada duta besar Uni Eropa (UE) di London, dimana sebelumnya status diplomatik UE hanyalah sebagai organisasi internasional. Resminya status diplomatik UE yang baru menjadi langkah awal dari berakhirnya ketegangan hubungan antara kedua belah pihak pasca Brexit tahun 2020 yang telah direncanakan sejak bulan Januari 2021.
Pemberian status diplomatik ini baru saja dilakukan karena pada 2019 saat Perdana Menteri Inggris Borris Johnson menyinggung kebebasan Inggris dari UE dimana akhirnya Inggris dapat memulihkan kedaulatannya sebagai negara khususnya di bidang kebijakan luar negeri.[1] Dengan pernyataan ini, Inggris memperlihatkan sikap ketidakterbukaannya terhadap hubungan diplomatik dengan UE. Tindakan yang diambil oleh Inggris sendiri ini dibalas dengan penutupan kepala misi Inggris untuk UE Lindsay Croisdale-Appleby pada akhir Januari 2021. Pidato dari Johnson sendiri bukan tanpa sebab, pernyataan dalam pidato tersebut adalah hasil dari bergabungnya Inggris selama kurang lebih 50 tahun di UE yang tidak banyak memberikan keuntungan. Inggris telah berusaha untuk memanfaatkan UE untuk meningkatkan posisinya sendiri sambil memastikan UE sendiri mengejar agenda yang selaras dengan prioritas internasional Inggris.[2]
Pasca Brexit, Pemerintah Inggris menetapkan bahwa duta besar UE untuk Inggris diberikan status sebagai organisasi internasional saja. Padahal kedutaan besar UE mendapatkan status diplomatik utuh di 142 negara lain yang menunjukkan bahwa UE setara dengan negara berdaulat. Inggris seharusnya mengetahui hal itu, dan memang organisasi internasional seperti Organisasi Maritim Internasional pun tidak diberikan status diplomatik penuh oleh Inggris karena dianggap cukup untuk menjalankan fungsinya.[3] UE sendiri menyatakan bahwa ia harus dianggap setara dengan negara berdaulat yang memiliki legitimasi karena ia memiliki mata uang, sistem peradilan, dan juga kekuatan membuat hukum sendiri. Inggris sendiri pada tahun 2010 menandatangani External Action Service hasil dari Perjanjian Lisbon yang menyatakan bahwa UE mendapatkan hak istimewa dan kekebalan yang setara dengan yang dirujuk dalam Konvensi Wina 1961 tentang hubungan diplomatik. Sedangkan pasca Brexit, juru bicara dari Johnson justru tidak mengakui hal itu dengan mengatakan bahwa UE adalah sebuah organisasi kumpulan negara.[4]
Perubahan status diplomatik ini sendiri ternyata terjadi dikarenakan pada waktu dekat Group of Seven (G7) akan menyelenggarakan pertemuan, dimana Inggris menjadi presidennya dan UE yang memang merupakan anggota tambahan dari organisasi tersebut. Tujuan kepresidenan Inggris di G7 sendiri adalah untuk untuk menyatukan negara-negara demokrasi terkemuka untuk membantu dunia berjuang di masa pandemi. Pertemuan antara Menteri Luar Negeri Inggris Dominic Raab dan diplomat utama UE Josep Borrell mengatakan bahwa mereka telah mencapai kesepakatan yang “didasarkan pada niat baik dan pragmatisme”.[5]
Seperti tujuan dari G7 dibawah kepemimpinan Inggris, forum ini menginginkan kerja sama antara negara-negara demokrasi. UE sendiri semenjak Perjanjian Lisbon pada tahun 2007 telah melakukan perubahan sistem pemerintahannya yang lebih demokratis, seperti bagaimana kebijakan yang awalnya ditentukan dengan suara bulat ke pemungutan suara mayoritas yang memenuhi syarat di setidaknya 45 bidang kebijakan di Dewan Menteri. Sejalan dengan kesamaan dari kedua aktor dalam mengedepankan nilai demokrasi, teori liberalisme sendiri menyatakan bahwa aktor yang mengedepankan demokrasi cenderung melihat satu sama lain bukan sebagai ancaman sehingga lebih mudah bekerja sama.
Tentu untuk aktor saling bekerja sama tidak hanya faktor demokrasi yang menjadi pertimbangan, tetapi menurut teori liberalisme, faktor-faktor lain yang berkaitan seperti aliansi karena adanya kesamaan tujuan dapat meredam ketegangan antar aktor seperti bagaimana pemberian status diplomatik secara penuh akhirnya diberikan oleh Inggris setelah hubungan buruk dengan UE. Membahas mengenai kesamaan tujuan antar aktor, pertemuan Raab dan Borrel pada 5 Mei 2021 juga meliputi pembahasan mengenai kerja sama dalam kebijakan luar negeri dan cara-cara meningkatkan kerja terkait perubahan iklim menjelang Konferensi Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di kota Glasgow, Skotlandia pada 2021.[6] Selain itu mereka juga membahas upaya perdamaian di Siprus dan menekankan perlunya pertemuan Siprus Yunani dan Siprus Turki untuk membuat kemajuan dalam upaya terbaru yang disponsori PBB tentang masa depan pulau mereka yang terpecah akibat perpecahan etnis.[7]
Selain kesamaan kepentingan di bidang iklim, baik Inggris dan UE memiliki kepentingan yang dapat dicapai jika terjalinnya kerja sama di antara keduanya. Untuk Inggris, jika tuntutan untuk referendum kemerdekaan Skotlandia terjadi (yang diperburuk oleh Brexit, karena mayoritas masyarakat Skotlandia ingin tetap berada di UE) akan membuat Inggris memperbaiki hubungannya dengan UE karena konflik internal. Sedangkan di sisi UE, tindakan mengatasi tantangan geoekonomi seperti kebijakan iklim, digitalisasi dan teknologi, adalah area dimana UE sudah memiliki instrumen yang efektif yang mungkin akan menjadi fokus kerja sama dengan Inggris lewat G7.[8] Awal dari hubungan membaiknya hubungan kedua aktor ini dapat diartikan sebagai toleransi antar keduanya demi mencapai tujuan yang sama seperti yang telah dipaparkan. G7 sendiri sebagai forum antar negara memperlihatkan perannya dalam memperbaiki hubungan Inggris dan UE.
[1] The Rt Hon Boris Johnson MP, “Prime Minister’s speech at the Munich Security Conference: 19 February 2021”, Gov.uk, 19 Februari 2021, https://www.gov.uk/government/speeches/prime-ministers-speech-at-the-munich-security-conference-19-february-2021
[2] Tim Oliver, “The world after Brexit: from British referendum to global adventure”, International Politics, ISSN 1384-5748, 2016
[3] James Landale, “UK and EU in row over bloc’s diplomatic status”, BBC News, 21 Januari 2021, https://www.bbc.com/news/uk-politics-55742664
[4] Stefan Lehne, “Rivals or Partners? The EU-UK Foreign Policy Relationship After Brexit”, Carnegie Europe, 30 Maret 2021, https://carnegieeurope.eu/2021/03/30/rivals-or-partners-eu-uk-foreign-policy-relationship-after-brexit-pub-84197
[5] Pan Pylas, “Row settled: UK grants EU ambassador full diplomatic status”, AP News, 6 Mei 2021, https://apnews.com/article/europe-brexit-government-and-politics-076c94d8e5f78a4668b8d0222880c195
[6] Ibid.
[7] Ibid.
[8] Op. Cit, Lehne