Presiden Emmanuel Macron mengumumkan strategi militer Prancis baru yang saat ini bertujuan untuk memperkuat negara dan membuat Prancis sebagai kekuatan bersenjata nuklir yang independen dan disegani, terutama karena ancaman penggunaan nuklir dalam perang Rusia di Ukraina. “Eropa tidak lagi terlindung dari serangan rudal dan drone. Dan kita harus mengintegrasikan kenyataan ini,” kata Macron, berbicara di kapal induk Dixmude, yang berlabuh di pangkalan militer Mediterania Toulon yang menampung lebih dari 24.000 tentara.[1]
Agresi Rusia terhadap Ukraina “mungkin mendahului persaingan geopolitik yang lebih luas dan masa depan yang tidak memiliki alasan untuk kita terima dengan fatalisme”,[2] kata Macron ketika ia meluncurkan tinjauan strategis nasional Prancis yang dimaksudkan untuk menentukan bagaimana pertahanan negara itu diproyeksikan untuk tahun 2030 mendatang.
Prancis dapat dilihat saat ini ingin menjadi “kekuatan yang mandiri, dihormati, dan gesit di jantung otonomi strategis Eropa” dengan tetap menjaga hubungan kuat dengan aliansi Atlantik dan NATO, dilansir dari France24. Macron juga mengatakan bahwa perlunya “arsitektur keamanan baru” di Eropa melihat situasi geopolitiknya saat ini.
Macron percaya dan bersikeras bahwa pencegahan nuklir yang “kredibel dan modern” adalah kunci dari terciptanya daya tangkal. Prancis adalah satu-satunya negara Uni Eropa yang memiliki senjata nuklir. Pengembangan nuklir akhir-akhir ini menjadi sangat penting setelah Rusia mengancam penggunaan senjata nuklir Untuk itu, Macron telah mengunjungi kapal selam serangan nuklir terbaru milik Prancis, Suffren, dan berencana untuk bertemu dengan anggota komando elit Angkatan Laut Prancis.[3]
Presiden Prancis juga menginginkan upaya keamanan Eropa akan membuat aliansi NATO lebih kuat. Prancis mengerahkan lebih dari 1.000 tentara sebagian besar di Rumania dan Estonia sebagai bagian dari Pasukan Reaksi Cepat NATO setelah invasi Rusia ke Ukraina. Dokumen strategis baru Prancis menyatakan bahwa negara itu akan mempertahankan “kapasitas untuk memimpin operasi militer, termasuk operasi dengan intensitas tinggi, sendiri, atau dalam koalisi.”[4]
Macron juga mengatakan Prancis berencana untuk melakukan pembicaraan dalam beberapa hari mendatang dengan mitra Afrika dan organisasi regionalnya untuk membuat perubahan pada “status, format, dan misi pangkalan militer Prancis saat ini di Sahel dan Afrika Barat.” Sebuah organisasi baru, berdasarkan kerja sama antara angkatan bersenjata Prancis dan lokal, akan diselesaikan dalam waktu enam bulan setelah diskusi, tambah Macron.
Pidato Macron menandai akhir resmi dari pasukan Barkhane setelah Prancis menarik pasukannya dari Mali awal tahun 2022 menyusul ketegangan dengan rezim militer yang berkuasa. Selain itu, Macron mengatakan strategi militer Prancis akan mencakup misi baru yang spesifik untuk memerangi berita palsu dan misinformasi yang disebarkan oleh “saingan”, terutama untuk “memanipulasi penduduk sipil.”
Di tengah tujuan strategis lainnya, Prancis bertujuan untuk berkontribusi pada stabilitas zona Indo-Pasifik dan memastikan kebebasan bertindak di “ruang bersama global” termasuk dasar laut dalam, laut lepas, luar angkasa, dan dunia maya. Prancis juga telah
Merasa ditinggal oleh AS?
Sebelumnya, Prancis telah ditinggalkan oleh AS ketika Washington memilih untuk memfokuskan kerjasama pertahanan dengan mitra QUADnya yang ditandai dengan pembangunan kapal selam bertenaga nuklir untuk Australia, membatalkan perjanjian antara Canberra dan Paris terkait pembelian alutsista. Untuk itu, Prancis sendiri berusaha untuk lebih mandiri dan berusaha untuk memproyeksikan kemandirian aliansi NATO tanpa bergantung dengan AS.
Bahkan perubahan pandangan ini telah terjadi sejak tahun 2020 lalu, dimana Macron berpendapat bahwa ada kebutuhan untuk “menemukan kembali” kerja sama internasional. Presiden Prancis lebih lanjut menyatakan bahwa masyarakat Eropa membutuhkan dua panduan prinsip yang kuat: kembali ke jalur kerjasama yang berguna untuk mencegah—atau saat ini menghentikan—perang, dan untuk membangun Eropa yang jauh lebih kuat. Untuk itu, Macron mengusulkan “memperkuat dan menyusun politik Eropa”, untuk “menyeimbangkan kutub” dan mempromosikan “multilateralisme baru” yang menghasilkan “dialog antara berbagai kekuatan untuk membuat keputusan bersama”.[5]
NATO tidak efektif bagi Prancis?
Sebagai satu-satunya negara yang memiliki senjata nuklir di Uni Eropa, Prancis kerap dipandang oleh Polandia dan Negara-negara Baltik bahwa Macron belum berbuat cukup untuk mendukung Ukraina secara militer.[6] Hal ini kemudian dibantah dengan pidatonya terkait arah kebijakan strategisnya itu.
Sebelumnya, Macron pernah menjuluki NATO sebagai “mati otak”. Ia telah memperingatkan negara-negara Eropa bahwa mereka tidak dapat lagi mengandalkan Amerika untuk membela sekutu NATO. “Apa yang kami alami saat ini adalah kematian otak NATO,” kata Macron dalam wawancara blak-blakan dengan The Economist. Eropa berdiri di “tepi jurang”, katanya, dan perlu mulai memikirkan dirinya sendiri secara strategis sebagai kekuatan geopolitik; jika tidak, kita “tidak lagi mengendalikan takdir kita.”[7]
Panjangnya durasi dari perang berlarut antara Rusia dan Ukraina sendiri dipandang hanya memperburuk kondisi dan ekonomi Eropa dan dunia, bahkan misil Rusia dikabarkan telah meledak di Polandia, menewaskan dua warga yang menciptakan guncangan baru terkait invasi Rusia ke Ukraina. Paris kini terlihat tengah mementingkan kawasan regionalnya yang tengah genting, berusaha mendorong peningkatan kekuatan NATO.
Prancis diproyeksikan dapat menjadi kekuatan terbesar dengan kesempatan untuk “meningkatkan” pertahanannya dengan nuklir yang tengah menjadi tren. Obsesi Macron sendiri terkait perkembangan pertahanan dan tindakan Rusia bahkan diusulkan untuk dibahas pada KTT 620.
[1] “Macron unveils shift in military posture as war returns to Europe”, France 24, 9 November 2022, https://www.france24.com/en/africa/20221109-france-reorientates-its-military-goals-as-war-returns-to-europe
[2] Ibid.
[3] Ibid.
[4] Ibid.
[5] Kalev Stoicescu, “Does France Seek Alone European “Strategic Autonomy”?”, RKK ICDS, 23 November 2020, https://icds.ee/en/does-france-seek-alone-european-strategic-autonomy/
[6] Judy Dempsey, “France’s Military Pivot to Europe”, Carnegie Europe, 15 November 2022, https://carnegieeurope.eu/strategiceurope/88403
[7] “Emmanuel Macron warns Europe: NATO is becoming brain-dead”, The Economist, 7 7 November 2019, https://www.economist.com/europe/2019/11/07/emmanuel-macron-warns-europe-nato-is-becoming-brain-dead