Pada 12 Oktober lalu, kepala Komite Keamanan Nasional Kyrgyzstan, Kamchybek Tashiev, memposting serangkaian foto dirinya di samping drone Bayraktar Akıncı. Dalam keterangan singkat, Tashiev menulis “‘Akıncı’ adalah milik kita!” dengan ucapan terima kasihnya.[1] Tanpa ada tambahan informasi dari Komite Keamanan Kirgistan maupun kantor pers kepresidenan, menurut kantor berita Kirgistan, Klop.
Namun, di sosial media, Baykar — perusahaan Turki yang memproduksi berbagai sistem pesawat tak berawak, termasuk Bayraktar Akıncı — memposting kunjungan delegasi Kirgistan ke Pusat Teknologi Nasional di Turki. Delegasi tersebut termasuk Tashiev, serta kepala Menteri Kabinet Kirgistan Akylbek Zhaparov, Wakil Menteri Transportasi Taabaldy Tillaev, dan penasihat Zhaparov, Nurlan Sulaimanov.[2]
Drone Bayraktar Akıncı adalah produk terbaru Baykar, setelah diketahui masuk menjadi alutsista militer Turki sejak Agustus 2021. Drone Akıncı ini juga dilaporkan telah diakuisisi oleh angkatan udara Azerbaijan awal tahun 2022, selain itu Pakistan juga dilaporkan memiliki rencana untuk mengakuisisi Bayraktar TB2 dan Akıncı tahun depan.[3]
Kirgistan mengakuisisi tiga Bayraktar TB2 pada tahun 2021 dan pada bulan September lalu, untuk mengakomodir penggunaan drone ini, Presiden Kirgizstan, Sadyr Japarov juga kemudian meresmikan pangkalan drone baru. Model drone Akıncı yang lebih baru memiliki serangkaian kemampuan yang lebih kuat daripada TB2 tipe drone sebelumnya yang melakukan penerbangan pertamanya pada tahun 2014. TB2 adalah drone dengan daya tahan jarak menengah sedangkan Akıncı dikategorikan sebagai pesawat tanpa awak dengan daya tahan jarak tinggi.[4]
Akıncı memiliki panjang 12,2 meter, hampir dua kali lebih panjang dari TB2, dan memiliki lebar sayap 20 meter dibandingkan dengan TB2 yang 12 meter. Secara tidak langsung, total kapasitas muatan Akıncı lebih besar. Khususnya, Akıncı dilaporkan sebagai pesawat tak berawak Turki pertama yang mampu mengerahkan rudal jelajah yang diluncurkan dari udara. Pesawat ini memiliki 5,5+ ton Berat Lepas Maksimum (MTOW) sementara 1350+ kg ini terdiri dari muatan serta dilengkapi dengan dua mesin turboprop yang memiliki dua jenis kemampuan dorong yang berbeda yaitu 450 atau 750 hp.[5]
Meningkatnya penggunaan drone untuk meningkatkan keamanan negara
Dalam beberapa tahun terakhir, beberapa negara Asia Tengah telah berinvestasi dalam memperoleh berbagai teknologi drone menurut The Diplomat.[6] Selain Kirgistan, ada laporan pada April 2022 bahwa Tajikistan juga berencana membeli drone TB2. Menteri Pertahanan Tajikistan, Sherali Mirzo dan Hulusi Akar, mitranya dari Turki, telah menandatangani Perjanjian Kerangka Kerja Militer di Ankara dan dikabarkan mengunjungi fasilitas Baykar.
Sebaliknya, pada Mei 2022, Iran meresmikan pabrik drone di Tajikistan untuk memproduksi dan mengekspor Ababil-2, drone yang jauh lebih kecil daripada salah satu model Turki yang dibahas di atas dan desain yang jauh lebih tua. Pada bulan yang sama, Kazakhstan menandatangani kesepakatan dengan TUSAŞ Turki, produsen drone lain, untuk memproduksi drone serang ANKA di Kazakhstan. Turkmenistan, sementara itu, mengakuisisi TB2 pada tahun 2020 dan Uzbekistan memiliki ambisi untuk memproduksi drone sendiri.
Perlombaan senjata menuju pada dilema keamanan
Drone menjadi salah satu alutsista yang sangat menarik beberapa waktu ini, karena teknologi yang ditawarkan canggih dan tidak membutuhkan awak untuk menerbangkan pesawat tersebut secara langsung yang meminimalisir kausalitas jika ditembak jatuh. Selain itu, drone juga menjadi sangat populer di sektor publik dan swasta karena utilitas dan keterjangkauan yang semakin meningkat. Pesawat tanpa awak ini telah membantu sektor militer untuk berbagai tujuan, dari umpan target hingga penelitian dan pengembangan.[7]
Peningkatan kepemilikan drone juga meningkatan perlombaan senjata. Selama dua dekade terakhir, pilar utama rezim kontrol senjata negara adidaya yang didirikan selama Perang Dingin telah runtuh.[8] Kini, negara-negara berkembang mulai mengintensifikasi kekuatan militernya dengan alat-alat canggih dan secara tidak langsung menciptakan perlombaan senjata. Penumpukan senjata dan perlombaan senjata juga memainkan peran penting dalam teori hubungan internasional.
Dalam perdebatan tentang konsekuensinya, satu pihak berpendapat bahwa perlombaan senjata meningkatkan kemungkinan perang dengan merusak stabilitas militer dan merenggangkan hubungan politik. Namun, pandangan yang berlawanan menyatakan bahwa terlibat dalam perlombaan senjata seringkali merupakan pilihan terbaik negara untuk menghindari perang ketika berhadapan dengan musuh yang agresif.[9]
Perlombaan senjata ini juga erat kaitannya dan berhubungan dengan dilema keamanan. Variabel kunci yang mempengaruhi apakah suatu negara dapat mencapai tingkat keamanan yang tinggi, dan apakah negara itu harus bergantung pada kebijakan kompetitif untuk mencapainya, adalah kekuatan dan variabel yang menentukan sifat dan besarnya dilema keamanan—pelanggaran-pertahanan, keseimbangan dan diferensiasi serangan-pertahanan.[10]
Ketika pertahanan suatu negara dinilai berada lebih untung dibandingkan negara lain, negara yang lebih lemah kemudian akan meningkatkan keamanannya. Maka, penumpukan senjata secara tidak langsung diperlukan untuk mencapai kekuatan yang cukup besar untuk pencegahan dan pertahanan, tetapi keamanan negara akan meningkat dengan siklus aksi dan reaksi yang terus beruntun.[11]
[1] “Kyrgyzstan receives modern Turkish drone Bayraktar Akinci”, Asia Plus, 13 Oktober 2022, https://www.asiaplustj.info/en/news/centralasia/20221013/kyrgyzstan-receives-modern-turkish-drone-bayraktar-akinci
[2] Chaterine Putz, “Kyrgyz Security Chief Flaunts Turkish Drone Connection”, The Diplomat, 13 Oktober 2022, https://thediplomat.com/2022/10/kyrgyz-security-chief-flaunts-turkish-drone-connection/
[3] Ibid.
[4] Op. Cit., Asia Plus
[5] Ibid.
[6] Op. Cit., Putz
[7] “The Impact of Drones on Future of Military Warfare”, Zena Drone, https://www.zenadrone.com/drones-impact-the-future-of-military-warfare/#:~:text=As%20a%20result%2C%20more%20military,area%20for%20an%20extended%20period.
[8] Hal Brands, “The Art of the Arms Race”, Foreign Policy, 1 Juli 2022, https://foreignpolicy.com/2022/07/01/arms-control-race-cold-war-geopolitical-rivalry/
[9] Charles L. Glaser, “The Causes And Consequences Of Arms Races”, Annual Reviews: Political Science. 2000, 3:251-76, https://www.annualreviews.org/doi/pdf/10.1146/annurev.polisci.3.1.251
[10] Ibid.
[11] Ibid.