Taliban telah menyatakan bahwa afiliasi ISIS-K sebagai “sekte” korup dan melarang warga Afghanistan berhubungan dengan kelompok tersebut. Taliban mengatakan bahwa sekte ISIS-K tidak berlaku dan menyimpang, sehingga masyarakat Afghanistan dilarang untuk memiliki hubungan apapun dengan mereka.
Kelompok ISIS-K sendiri telah beroperasi di Afghanistan selama beberapa tahun terakhir dan merupakan cabang dari ISIS yang bertanggungjawab atas banyak serangan mematikan di wilayah Afghanistan dan sekitarnya sejak tahun 2015. Namun, sampai saat ini hubungan antara ISIS-K dan kelompok induknya, Negara Islam Irak dan Suriah atau ISIS, tidak sepenuhnya jelas.
Resolusi itu menyusul konferensi tiga hari para pemimpin agama dan sesepuh Afghanistan di Kabul, menurut kantor berita pemerintah Afghanistan, Bakthar. Resolusi Taliban ini juga menjelaskan bahwa Afghanistan mengikuti sistem pemerintahan Islam dan bahwa “oposisi bersenjata terhadap sistem ini dianggap pemberontakan dan korupsi.”
Sebuah resolusi 11 poin yang dikeluarkan pada akhir pertemuan menyerukan pengakuan dan pembukaan bantuan asing, sambil berjanji akan “mengambil langkah-langkah berharga untuk mewujudkan kepentingan nasional dan kesejahteraan rakyat serta mencegah kemiskinan dan pengangguran,” lapor Bakthar. Pertemuan di Kabul yang dihadiri 3.000 peserta ditutup pada Sabtu dengan seruan kepada masyarakat internasional untuk mengakui pemerintah yang dipimpin Taliban Afghanistan sebagai pemerintah yang sah.
“Kami menyerukan PBB dan organisasi internasional lainnya, terutama negara dan organisasi Islam, untuk mengakui emirat Islam sebagai sistem yang sah, berinteraksi secara positif dengannya, menghapus semua sanksi dari Afghanistan, membebaskan dana beku negara Afghanistan, dan mempromosikan ekonomi pembangunan dan rekonstruksi bangsa kita,” kata resolusi tersebut, menurut Bakhthar.
Dalam resolusi tersebut, Taliban juga berjanji setia kepada Mawlawi Haibatullah Akhundzada, pemimpin tertinggi kelompok yang tertutup itu, yang disebutnya sebagai “pemimpin rakyat.” Dalam pidato langka di pertemuan itu, Akhundzada memuji pengambilalihan Afghanistan oleh Taliban tahun lalu sebagai “sumber kebanggaan bagi warga Afghanistan tetapi juga bagi umat Islam di seluruh dunia.”
“Alhamdulillah, kita sekarang negara merdeka. (Orang asing) tidak boleh memberi perintah kepada kita, itu sistem kita, dan kita punya keputusan sendiri,” tambah Akhundzada. Berbicara kepada para ulama, Akhundzada menegaskan kembali komitmennya terhadap penerapan hukum Syariah, sistem hukum Islam yang berasal dari Al-Qur’an, sambil menyuarakan penentangannya terhadap “cara hidup orang-orang yang tidak beriman.”
Baik organisasi internasional dan negara-negara sampai saat ini enggan untuk mengakui pemerintahan Taliban yang mulai berjalan pada Agustus tahun lalu, setelah menggulingkan pemerintahan ‘demokrasi’ Afghanistan, hanya beberapa waktu setelah Amerika Serikat menarik pasukannya dari Afghanistan.
Selain itu, pelanggaran hak asasi manusia terutama terhadap perempuan dan anak-anak juga menjadi dasar utama berbagai negara dan organisasi enggan membantu Afghanistan yang tengah dilanda krisis ekonomi dan kemanusiaan, setelah baru-baru ini dilanda gempa yang menewaskan lebih dari 1000 orang.