Babak Baru Covid-19 di Indonesia: Bayang-bayang Vaksin gratis ?
Pandemi Covid-19 di Indonesia tidak hanya mempengaruhi aspek kesehatan masyarakat namun juga aspek sosial dan ekonomi yang semuanya berkaitan dengan keamanan manusia (human security).
Berdasarkan laporan Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan memperkirakan angka kerugian akibat pandemi Covid-19 di Indonesia mencapai Rp 320 triliun selama kuartal pertama 2020. Menyebabkan ekonomi nasional yang merosot sekitar 2,03%. Disisi lain jumlah pasien Covid-19 tercatat per tanggal 17 Desember 2020 bahwa kasus baru positif virus corona (Covid-19) di Indonesia bertambah 7.354 dengan demikian akumulasi konfirmasi positif Covid-19 di Indonesia sejak pasien pertama diungkap pada awal Maret lalu adalah 643.508 kasus.
Hal ini menunjukkan aspek pengaruh terhadap keamanan manusia ini bahwasanya kejatuhan ekonomi dan finansial negara sebagai dampak Covid-19 yang sedang dialami Indonesia dan peningkatan jumlah kasus pasien positif Covid-19, membuat Indonesia membutuhkan mekanisme tertentu yang menyadari adanya interdependensi antara pembangunan, hak asasi manusia, dan keamanan nasional dalam penanganan Covid-19. Sebagaimana Commission on Human Security (Komisi Keamanan Manusia) United Nations Trust Fund for Human Security mendefinisikan keamanan manusia sebagai upaya melindungi aspek vital kehidupan manusia dari situasi dan ancaman kritis dan meluas agar terciptanya situasi dan sistem sosial, ekonomi, politik, keamanan dan budaya yang diperlukan untuk membangun dan menjaga keberlangsungan hidup masyarakat.
Perkembangan terbaru dalam upaya menjaga keamanan manusia pada masa pandemi ini, Pemerintah Indonesia melalui Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 9860/2020 telah menetapkan enam jenis vaksin COVID-19 yang dapat digunakan di Indonesia yaitu vaksin produksi Bio Farma, AstraZeneca, Sinopharm, Moderna, Pfizer/BioNTech dan Sinovac untuk menekan laju penyebaran Covid-19. Menindaklanjuti kebijakan tersebut, Pemerintah Indonesia melakukan proses pembelian vaksin untuk menangani Covid-19 dengan membeli vaksin Sinovac dari Tiongkok yang mana sebanyak 1,2 juta dosis vaksin telah sampai di Indonesia pada Minggu 6 Desember 2020 dan sedang dalam tahap diskusi dengan produsen lain yakni Vaksin Pfizer dari AS. Walaupun sejak awal biaya pembelian vaksin mengalami pro kontra di masyarakat, Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) pada Rabu 16 Desember 2020 melalui keterangan pers via Youtube Sekretariat Presiden mengumumkan bahwa biaya vaksin adalah gratis untuk semua masyarakat Indonesia. Vaksin ini digratiskan paling tidak kepada 70% dari jumlah penduduk Indonesia sehingga kurang lebih 182 juta orang akan masuk program vaksinasi gratis.
Adapun alokasi anggaran pengadaan program vaksinasi ini masih dalam tahap penggodokan oleh Kementerian dan Lembaga terkait yang salah satunya yakni Bank Indonesia (BI) juga mengambil peran dalam pengadaan vaksin corona (Covid-19). Peran tersebut lewat kesepakatan burden sharing dengan pemerintah berdasarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) II 7 Juli 2020. Di sisi lain walaupun Indonesia sedang dalam masa ketidakstabilan ekonomi, namun pemerintah sudah mengalokasikan anggaran Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) di tahun 2021 sebesar Rp372,3 triliun. Kebijakan ini perlu dilakukan untuk mendorong konsumsi dan aktivitas ekonomi agar mendorong pertumbuhan dan ketahanan ekonomi nasional.
Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan oleh Pemerintah adalah memastikan mekanisme program vaksinasi di Indonesia terutama proses pengadaan dan izin penggunaannya terselenggara dengan baik. Menurut Epidemiolog Griffith University Australia Dicky Budiman mengatakan bahwa pemerintah harus memiliki rencana yang matang sebelum melakukan program vaksinasi. Sebab vaksinasi merupakan program yang tidak sederhana dan harus dikerjakan dengan sangat detail. Agar vaksinasi dapat efektif dan mencapai kekebalan kelompok atau herd immunity, menurut Dicky ada tiga syarat yang harus dipenuhi yakni:
- Vaksin yang aman dan efektif, di mana pemerintah harus dapat memilih vaksin virus corona yang aman dan memiliki efektivitas yang optimal. Sejauh ini, vaksin Sinovac yang dipesan dan telah sampai di Indonesia belum mengumumkan hasil uji efektivitasnya. Sehingga perlu ditentukan terlebih dahulu kriteria vaksin yang aman dan memiliki efektivitas yang memadai dan optimal. Hal ini pula yang menjadi kendala dalam proses pemberian vaksin Sinovac yang masih menunggu izin dari Balai Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan Majelis Ulama Indonesia (MUI).
- Kondisi epidemiologi daerah, di mana sebelum dilakukan vaksinasi, pemerintah harus mengetahui kondisi epidemiologi kasus Covid-19 di masing-masing daerah. Hal ini dikarenakan angka reproduksi efektif (Rt) virus corona di daerah yang divaksin harus rendah. Maka dari itu, satu daerah harus memiliki Rt minimal di bawah yang menunjukkan bahwa satu wilayah telah melandaikan kurva. Pada saat ini masih masih banyak daerah yang belum memenuhi kriteria kecuali Jakarta. Program vaksinasi ini tidak akan efektif jika satu daerah belum mampu mengendalikan pandemi virus corona.
- Cakupan vaksinasi, yakni angka cakupan vaksinasi harus tinggi, di mana setidaknya 80 persen dari populasi. Namun, cakupan ini bergantung pada tingkat efektivitas vaksin yang digunakan aman untuk saat ini yang mana beberapa faktor yang mempengaruhi ialah aksesibilitas terhadap vaksin dan mekanisme pendistribusiannya yang oleh pihak Komite Penanganan Covid-19.
Terlepas dari berbagai mekanisme teknis yang perlu diselesaikan, kebijakan Indonesia melalui pengadaan vaksin gratis yang diambil pemerintah Indonesia menjadi babak baru upaya pemerintah melangkah maju untuk menekan penyebaran Covid-19 dan melindungi aspek human security masyarakat Indonesia baik perekonomian, sosial, dan kesehatan.
Artikel ini ditulis oleh Tim Riset DIP Institute.