Sekali Lagi, Korea Utara Kembali Menghubungkan Hotline Antar Korea

Pada awal Oktober 2021, jalur komunikasi antara Korea Utara dan Korea Selatan dipulihkan setelah sejak bulan Agustus sempat terputus. Pembukaan jalur komunikasi ini sejalan dengan keinginan Kim Jong Un, Pemimpin Korea Utara dalam pidatonya dihadapan dewan legislatif Korea Utara bahwa “Korea Utara tidak punya alasan untuk memprovokasi atau menyakiti Korea Selatan,” kata Kim saat itu.[1] Mengutip Kantor Berita Pusat Korea, selama pidato di parlemen negaranya pada hari 5 Oktober 2021, Kim mengatakan pemulihan hotline antar Korea adalah keinginan rakyat Korea untuk perdamaian antara keduanya.[2]

Sebelumnya, Korea Utara memutuskan jalur komunikasi dalam bentuk saluran telepon atau hotline sebagai bentuk protes atas kegiatan latihan militer antara Korea Selatan dan Amerika Serikat (AS). Kim Jong Un mengatakan bahwa AS menjadi dalang dari buruknya hubungan Korea Utara dan Selatan dengan mengatakan “AS menggembar-gemborkan ‘keterlibatan diplomatik’ … tetapi itu tidak lebih dari tipuan kecil untuk menipu masyarakat internasional yang dilakukan oleh pemerintahan AS berturut-turut,” dilansir dari kantor berita KCNA.[3]

Kim Jong Un melanjutkan bahwa rekonsiliasi antara negaranya dengan negara pimpinan Moon Jae-In itu hanya dapat berjalan lancar tergantung sikap dari otoritas Korea Selatan, apakah Korea Selatan ingin melakukan rekonsiliasi atau justru memperburuk keadaan. Pasalnya, saluran komunikasi antara keduanya telah beberapa kali diputus dan dipulihkan dalam beberaka waktu terakhir. Pada tahun 2020, setelah pertemuan puncak yang gagal antara Utara dan Selatan, Pyongyang meledakkan kantor perbatasan antar-Korea yang telah dibangun untuk meningkatkan komunikasi.[4] Kedua Korea sebelumnya juga pernah menjalin komunikasi melalui saluran telepon selama sekitar dua minggu tetapi Korea Utara kemudian menolak untuk bertukar pesan lagi setelah Seoul mengadakan latihan militer tahunan dengan Washington.

Dari sisi Korea Selatan, Moon Jae-In juga memiliki keinginan yang sama untuk hubungan antar Korea tersebut. Pada pertemuan Majelis Umum Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB), Presiden Korea Selatan menanggapi ketegangan di Semenanjung Korea. Ia menginginkan  “dimulainya kembali dialog dengan kedua Korea dan antara Amerika Serikat dan Korea Utara sesegera mungkin.”[5] Selain itu, Moon Jae-In juga menginginkan PBB untuk membantunya mengakhiri perang antar Korea lewat pembentukan deklarasi dengan beberapa pihak yang terlibat yaitu satu dari masing-masing Korea dan satu AS, atau dua dari Korea dan masing-masing satu dari AS dan China.[6]

Kedua Korea dapat terlihat memiliki cita-cita yang sama akan hubungan keduanya, namun motif dari upaya rekonsiliasi ini tidak hanya berlandaskan keinginan untuk berdamai ataupun suara dari masyarakat. Bertentangan dengan keinginan untuk menciptakan suasana yang damai, Korea Utara pada bulan lalu justru melancarkan empat rudal dalam waktu kurang dari sebulan yang memperlihatkan bahwa Kim Jong Un tidak mengurangi intensitas pengembangan persenjataannya walaupun Korea Utara sedang dilanda beberapa masalah ekonomi.

Ekonomi Korea Utara mengalami kontraksi (aktifitas ekonomi agregat menurun) terbesar dalam 23 tahun pada tahun 2020 karena sanksi PBB yang berkelanjutan, kebijakan lockdown ketat Covid-19, dan cuaca buruk yang menyebabkan gagal panen yang menyebabkan food insecurity. Menurut Bank Sentral Korea Selatan, produk domestik bruto (PDB) ekonomi berkontraksi 4,5% pada tahun 2020 secara riil yang menjadi rekor terburuk sejak tahun 1997.[7]

Isu perdamaian menjadi sebuah pertimbangan yang selalu berusaha diambil oleh kedua Koera apabila salah satu pihak merasa terancam atas pihak lawannya, beberapa contohnya adalah krisis makanan yang dialami Korea Utara dan juga terancamnya Korea Selatan akan kemampuan militer dari pihak Korea Utara. Walaupun Korea Selatan dikabarkan telah membeli berbagai sistem militer baru, termasuk rudal balistik, kapal selam dan kapal induk pertamanya, tetapi agresivitas Korea Utara walaupun tengah dilanda krisis pangan masih menjadi ancaman.

Kasus kedua Korea, sebagaimana dinyatakan teori neorealisme bahwa di dunia yang anarki, penggunaan kekuatan memungkinkan terjadinya perang. Tetapi, perang bukanlah suatu tindakan yang murah dan mudah, maka tentu tindakan apapun yang diambil kedua Korea diperhitungkan berdasarkan kekuatan relatif mereka ketika diukur terhadap negara lain.

Seperti dijelaskan di atas bahwa kedua Korea ini memiliki kendala yang sedang dihadapi, untuk Korea Utara yang sedang dilanda krisis ekonomi tentu membutuhkan kebebasan ancaman dari luar wilayahnya agar tidak menambah bebannya, dan berlaku hal yang sama bagi Korea Selatan yang ketakutan akan senjata-senjata Korea Utara sehingga Moon Jae-In meningkatkan militernya yang menciptakan perlombaan senjata. Namun kembali ke permasalahan awal bahwa Korea Utara sendiri memiliki kendala ekonomi yang cukup besar, berkonflik dengan Korea Selatan bukan suatu hal yang tepat dilakukan.

Rekonsiliasi antara keduanya justru merupakan langkah dari perhitungan yang baik. walaupun terjadi perlombaan senjata dan gertakan, tetapi dengan rekonsiliasi antara keduanya tentu ada usaha untuk membangun kepercayaan bagi kedua belah pihak. Perhitungan ini memberikan gambaran bahwa mungkin Kim Jong Un akan lebih banyak mendapatkan keuntungan yang selaras dengan kepentingan nasionalnya jika merekonsiliasi hubungannya dengan Moon Jae-In.

Agar berhasil mempromosikan keamanan nasional, pemimpin perlu waspada dan mengatasi secara efektif ancaman internal maupun eksternal terhadap pemerintahannya dengan berbagai cara. Bagi Korea Utara, kendala ekonomi menjadi salah satu ancaman internal yang dapat memperburuk keadaan Korea Utara dan berdampak ke banyak sektor. Melihat bagaimana kondisi ekonomi Korea Utara dapat menjadi salah satu alasan mengapa Kim Jong Un bersedia kembali membangun hubungan dengan Korea Selatan.

Hubungan baik antara keduanya dapat membuat hubungan antara Korea Utara dan Amerika Serikat setidaknya sedikit membaik yang tentu harapan dari Korea Utara adalah AS mencabut sanksi ekonomi atas Korea Utara. Korea Selatan sendiri merupakan sekutu Amerika Serikat dan keduanya kerap melakukan latihan militer. Walaupun Korea Utara menggambarkan dirinya sendiri sebagai negara yang agresif, tetapi tidak dapat dipungkiri bahwa Korea Utara merasa terancam bila Korea Selatan dan AS kembali melakukan militer yang memberikan efek deterrence.

Dihubungkannya kembali hotline antar Korea ini dapat menjadi titik awal perdamaian diantara keduanya. Walaupun begitu, motif dari tindakan ini tidak hanya sekedar ingin berdamai dengan negara tetangga, tetapi tindakan sebuah negara tentu didasari oleh kepentingan nasionalnya. Salah satu dan yang paling umum yang menjadi kepentingan nasional semua negara adalah melindungi negaranya dari ancaman. Sedangkan pada saat ini Korea Utara maupun Selatan sama-sama merasa terancam akan tindakan-tindakan yang dilakukan pihak “lawan”-nya. Terlebih, Korea Utara sedang berada dalam kondisi yang kurang baik saat ini akibat kondisi perekonomian sehingga untuk menjadi benar-benar agresif dan menutup diri pada dunia merupakan langkah yang tidak tepat. Sehingga keduanya mengambil langkah damai untuk kepentingan masing-masing pihak.

[1] Jake Kwon dan Maija Ehlinger, “North Korea reopens communication and military hotline with South”, CNN, 4 Oktober 2021, https://edition.cnn.com/2021/10/03/asia/north-korea-south-korea-intl/index.html

[2] Hyung-Jin Kim dan Kim Tong-Hyung, “North Korea’s Kim Wants to Restore Hotlines with South Korea Soon”, Military, 29 September 2021, https://www.military.com/daily-news/2021/09/29/north-koreas-kim-wants-restore-hotlines-south-korea-soon.html

[3] “North Korea’s Kim Jong-un offers to restore inter-Korean hotline”,  BBC, 30 September 2021, https://www.bbc.com/news/world-asia-58744150

[4] Ibid.

[5] UN Affairs, “Republic of Korea calls for UN-led ‘era of global community’”, UN News, 21 September 2021, https://news.un.org/en/story/2021/09/1100602

[6] Ibid.

[7] “North Korea’s economy sees biggest contraction in 23 years, South Korea’s central bank says”, CNBC, 30 Juli 2021, https://www.cnbc.com/2021/07/30/north-koreas-economy-shrank-most-in-23-years-says-south-korea-central-bank.html