Kunjungan Wamenlu Korea Utara Ke Indonesia Dan Potensi Sebagai Mediator

Pada 18 September 2024, Wakil Menteri Luar Negeri (Wamenlu) Indonesia Pahala Nugraha Mansury mendapatkan kunjungan kehormatan dari Wamenlu Republik Rakyat Demokratik Korea, yang lebih dikenal dengan sebutan Korea Utara, Park Sang Gil di Jakarta. Pertemuan ini merupakan bagian dari kunjungan yang dilakukan oleh Wamenlu Park ke empat negara yakni Vietnam, Laos, Thailand dan Indonesia. Dalam pertemuan tersebut kedua wamenlu mendiskusikan beberapa topik terkait kerja sama bilateral antara kedua negara dalam berbagai sektor seperti pertukaran pemuda dan kerja sama pembangunan internasional. Sementara itu Wamenlu Park menyatakan bahwa dia menghargai hubungan baik yang dimiliki Korea Utara dan Indonesia yang sudah terbentuk dari masa founding fathers kedua negara. Park juga menambahkan bahwa Indonesia dan Korea Utara sudah menjalani hubungan baik sejak tahun 1960-an dengan persahabatan yang terbentuk antara Presiden Kim Il Sung dan Presiden Soekarno. Selain itu pertemuan ini juga menegaskan kembali komitmen dari kedua negara untuk memajukan keamanan dan perdamaian di Semenanjung Korea dengan mendorong partisipasi aktif Korea Utara melalui dialog yang dipimpin oleh ASEAN.

Pertemuan ini merupakan kunjungan terbaru dari Wamenlu Korea Utara ke Indonesia sejak tahun 2015. Dalam pertemuan Wamenlu Korea Utara pada saat itu, Ri Kil Song melakukan kunjungan kehormatan ke Indonesia dalam rangka memperingati ulang tahun bunga Kimilsungia ke-50. Selain itu Ri juga membicarakan tentang pentingnya meningkatkan hubungan perdagangan antara kedua negara. Kunjungan yang dilakukan oleh Korea Utara terhadap Indonesia merupakan sebuah bukti bahwa kedua negara memiliki hubungan yang cukup baik. Hubungan baik ini berkembang dari masa pemerintahan Presiden Soekarno yang pada saat itu memberikan hadiah bunga anggrek yang menarik perhatian Presiden dan founding father Korea Utara Kim Il Sung saat kunjungannya ke Indonesia pada 15 April 1965. Sejak saat itu kedua negara memiliki hubungan yang cukup baik dan hal tersebut dapat dilihat dari kunjungan Presiden ke-5 Indonesia Megawati Soekarnoputri ke Pyongyang pada tahun 2002 dan Presiden Joko Widodo yang mengirimkan karangan bunga untuk Kim Jong Un pada tahun 2020 dalam rangka merayakan hari ulang tahun ke-72 Korea Utara.

Hubungan baik antara Korea Utara dan Indonesia merupakan sesuatu yang unik karena kedua negara memiliki sistem politik yang sangat berbeda akan tetapi memiliki hubungan positif karena kedekatan yang terbentuk antara Presiden Soekarno dan Kim Il Sung. Hubungan unik yang baik ini tentu memberikan Indonesia banyak potensi yang salah satunya adalah sebagai mediator atau honest broker antara Korea Selatan dan Korea Utara untuk mengurangi ketegangan di Semenanjung Korea atau untuk mendorong reunifikasi. Hal ini merupakan sesuatu yang memungkinkan karena sebelumnya Indonesia pernah melakukan upaya tersebut di era Orde Baru yang mana Menteri Luar Negeri (Menlu) pada saat itu Adam Malik berusaha untuk memposisikan diri sebagai mediator antara Korea Utara, Korea Selatan, dan Amerika Serikat untuk membuat sebuah kompromi agar reunifikasi damai dapat dilakukan. Selain itu pada tahun 1979 Amerika Serikat meminta Indonesia untuk memfasilitasi sebuah dialog tripartite antara Korea Selatan, Korea Utara, dan Amerika Serikat untuk mengurangi ketegangan di Semenanjung Korea.

Walaupun kedua upaya tersebut gagal, hal ini menunjukan potensi Indonesia sebagai sebuah mediator bagi kedua negara. Selain itu, saat ini Indonesia memiliki keunikan yang dapat menjadi sebuah keuntungan jika ingin menjadi mediator untuk Korea Selatan dan Korea Utara. Keunikan tersebut adalah hubungan positif yang dimiliki oleh Indonesia dengan kedua negara. Hal ini meningkatkan kredibilitas Indonesia karena dapat dilihat sebagai pihak ke-3 yang netral dan hal tersebut dapat mendorong Korea Selatan dan Korea Utara untuk berdialog dan bernegosiasi tanpa mengkhawatirkan campur tangan dari pihak luar seperti Amerika Serikat dan Cina. Netralitas ini dapat digunakan untuk mendorong aksi proaktif yang dapat menguntungkan kedua belah pihak seperti kerja sama ekonomi antara Korea Utara dan Korea Selatan. Jika Indonesia berhasil melakukan hal tersebut, posisi negara sebagai sebuah middle power akan menguat. Hal ini selaras dengan persepsi pemerintah dalam melihat peran Indonesia di kancah internasional yaitu sebagai sebuah middle power di kawasan Asia. Dalam konteks ini, Indonesia memposisikan dirinya sebagai sebuah negara yang memiliki peran sebagai mediator dalam isu regional dan global.

Akan tetapi, perlu diakui bahwa terdapat beberapa tantangan yang dihadapi Indonesia sebagai mediator. Tantangan utama tentu adalah memastikan bahwa kedua negara dapat bernegosiasi dengan good faith. Hal ini cukup sulit untuk dilakukan karena seringkali kedua negara menganggap aksi dari satu sama lain sebagai penyebab meningkatnya ketegangan. Korea Selatan menganggap uji coba rudal dan hulu ledak nuklir yang dilakukan Korea Utara sebagai penyebab dari meningkatnya ketegangan. Di sisi lain Korea Utara menganggap latihan bersama antara militer Korea Selatan dan Amerika Serikat sebagai aksi provokatif yang meningkatkan ketegangan. Selain itu image Indonesia sebagai sebuah mediator netral juga menjadi tantangan karena hubungan perdagangan Indonesia dengan Korea Selatan dan Korea Utara memiliki ketimpangan yang cukup besar. Saat ini hubungan perdagangan Indonesia dengan Korea Selatan cukup ekstensif dengan volume perdagangan sebesar USD 20,8 miliar pada tahun 2023 sementara hubungan perdagangan dengan Korea Utara cukup insignifikan dengan impor sebesar  USD 790 ribu dan ekspor sebesar USD 35,967 dengan total volume perdagangan sekitar USD 825 ribu pada tahun 2022. Hal ini dapat membahayakan image Indonesia sebagai mediator netral oleh karena itu diperlukan pendekatan yang dapat meyakinkan kedua belah pihak terhadap netralitas Indonesia. Tantangan lain yang juga mungkin dihadapi Indonesia adalah terkait campur tangan dari pihak luar seperti Amerika Serikat, Rusia, dan Cina dalam proses negosiasi. Hal ini dapat dihadapi menggunakan kedekatan yang dimiliki oleh Indonesia dengan ketiga negara tersebut untuk membangun sebuah konsensus yang dapat mengurangi kemungkinan terjadinya campur tangan dalam negosiasi antara Korea Selatan dan Korea Utara.