Pemilu Peru 2021: Menambah Permasalahan Domestik?

Peru baru saja melaksanakan pemilihan umum presiden antara dua pasangan kandidat yakni Keiko Fujimori dari sayap kanan dan Pedro Castillo dari sayap kiri. Pemilihan ini tetap dilaksanakan meski keadaan politik, sosial, dan ekonomi di Peru memburuk terutama dikarenakan isu korupsi dan lambatnya penanganan pandemi Covid-19 di Peru. Sejauh ini, hasil pemilu menunjukan Pedro Castillo meraih dukungan 50,2 persen yakni unggul 0.4 persen dari Fujimori, di mana dengan hasil suara total yang dihitung sudah sudah sebanyak 99,8 persen.[1] Perolehan ini menunjukkan kemungkinan besar Castillo akan memenangkan pemilu kali ini.

Fujimori menduga ada praktik kecurangan dan pencurian suara, namun tuduhan ini belum terbukti. Ditambah, banyak juga masyarakat Peru yang ragu bahwa kedua kandidat ini akan memberikan perubahan untuk Peru, bahkan para aktivis kemanusiaan dan akademisi menilai pesta demokrasi ini akan melemahkan implementasi nilai demokrasi itu sendiri.[2] Mengapa keraguan ini bisa terjadi?

 

Krisis Domestik Berkepanjangan di Peru

Kepercayaan dan dukungan publik pada pemerintah menjadi hal vital dalam berjalannya kepemimpinan dan kekuasaan elit politik, terutama di negara demokrasi. Kepercayaan bisa meningkat maupun menurun dipengaruhi berbagai faktor, baik dari elit dan masyarakat sendiri, karena berkaitan dengan pencapaian ekspektasi dari masyarakat yang sudah “mempercayakan” kepemimpinan pada sekelompok elit, yakni keadaan sosial, ekonomi, regulasi, dan lain-lain.[3] Partisipasi publik dalam pemilu dan demonstrasi menjadi salah satu bentuk komunikasi antara publik dan pemerintah sebagai satu kesatuan komunitas. Demonstrasi dan kritik ini juga tetap penting sebagai evaluasi serta dinamika politik domestik agar antara pemerintah dan publik bisa bersama-sama mendukung pencapaian kepentingan bersama. Namun di Peru, berbagai kondisi ini sangatlah rumit dan multidimensional terutama pada pelaksanaan pemilu dalam masa pandemi ini.

Secara politik, beberapa pemimpin Peru sebelumnya selalu berhubungan dengan tindak penyalahgunaan kekuasaan, di mana presiden yang lengser tahun 2018 yakni Pedro Kuczynski harus mundur karena dugaan pembelian suara, lalu digantikan oleh Martin Vizcarra. Namun Vizcarra juga harus dimakzulkan karena tuduhan penyuapan dan korupsi saat masih menjadi gubernur.[4] Vizcarra selanjutnya digantikan oleh Manuel Merino yang hanya bertahan lima hari setelah menjabat karena diprotes, sehingga menimbulkan konflik sipil disertai terjadinya kekerasan di Peru yang menewaskan dua warga sipil.[5] Praktik penyalahgunaan kekuasaan ini seakan menjadi hal biasa dalam perpolitikan domestik Peru, terlebih semua peristiwa turunnya pemimpin Peru ini banyak ditekan oleh partai oposisi pimpinan Fujimori, menunjukkan adanya upaya perebutan kekuasaan yang melemahkan pemerintah.

Saat ini pun, perebutan kekuasaan antara Fujimiro dan Castillo sudah sangat rentan karena masyarakat sudah semakin terpecah, di mana kebanyakan pendukung Castillo berasal dari masyarakat berpendapatan rendah, sedangkan pendukung Fujimiro dari masyarakat berpendapatan lebih tinggi. Selanjutnya, dari aspek sosial dan kesehatan terutama pada masa pandemi ini, kasus positif covid-19 di Peru mencapai hampir 2 juta dengan kematian 187 ribu orang yang membuat negara ini menjadi negara paling terdampak pandemi di Amerika Latin.[6] Kondisi ini membuat masyarakat banyak yang kekurangan tangki oksigen, tempat tidur, dan vaksin untuk membantu perawatan di masa pandemi Covid-19. Dampak tambahannya yakni lapangan kerja semakin menipis dan jumlah pengangguran di Peru mencapai kurang lebih dua juta orang serta hampir sepertiga masyarakatnya hidup dalam kemiskinan.[7] Kegagalan pemerintah dan krisis kepemimpinan Peru dalam mengambil kebijakan membuat kondisi selama pandemi di luar kendali.

 

Kompetisi Pemilu dalam Politik Peru

Kompetisi dalam pemilu menjadi elemen yang mendukung persaingan sehat dan akuntabilitas para kandidat, namun hal ini akan berbeda kasusnya pada negara yang demokrasinya belum matang atau dewasa seperti Peru. Dengan kondisi Peru yang minim akuntabilitas, tinggi korupsi, dan melihat perbedaan suara yang tipis, kecilnya dominasi partai mayoritas melemahkan kekuasaan politik partai.[8] Kondisi ketidakstabilan ini membuat masyarakat Peru harus memilih kandidat terbaik dari yang “terburuk” demi kelangsungan politik negaranya. Baik Keiko Fujimori maupun Castillo masing-masing memiliki latar belakang yang mempengaruhi pilihan politik masyarakat, di mana Fujimiro sendiri merupakan anak dari mantan presiden otoriter Peru yakni Alberto Fujimori yang dijatuhi hukuman 25 tahun penjara karena kejahatan korupsi dan pelanggaran HAM, ditambah Keiko juga sempat ditahan 16 bulan berkaitan dengan praperadilan korupsi. Fujimori bahkan sudah mencalonkan dirinya sebagai presiden untuk yang ketiga kalinya. 

Di sisi lain, Castillo merupakan seorang guru pedesaan yang baru turun ke politik karena memimpin gerakan guru dengan pandangan-pandangan terlalu ekstrem dalam perekonomian, termasuk berkaitan dengan ambisi membuat konstitusi atau referendum baru dan peningkatan pajak untuk industri tambang Peru yang banyak membuat pelaku bisnis dan kalangan atas khawatir.[9] Hal ini dikarenakan Castillo menginginkan penguatan peran negara dalam menguasai perusahaan tambang, sedangkan Fujimori yang lebih menekankan pada perdagangan bebas demi stabilitas ekonomi. Namun, kedua kandidat memiliki pandangan yang sama terkait isu penolakan aborsi dan pernikahan sesama jenis yang membuat aktivis kemanusiaan menilai kedua kandidat akan melanggar hak-hak kebebasan masyarakat.

Keiko yang sudah cukup lama dalam perpolitikan tentunya akan berkompetisi dengan Castillo yang baru masuk dunia politik. Namun, jika Keiko mengklaim adanya kemungkinan kecurangan, Castillo malah meminta pihak berwenang untuk “melindungi suara” karena masih sedang proses perhitungan dan publikasi. Ambisi Keiko dan rumor tidak berdasarnya sangat berisiko menambah kekacauan sosial dan politik masyarakat yang sudah terpecah. Melihat banyaknya keraguan dari masyarakat Peru terhadap kedua kandidat, pemimpin Peru perlu mengembalikan kepercayaan dan dukungan sipil untuk mencapai kestabilan domestiknya. Masyarakat memerlukan pemimpin yang memberikan kepastian dan pencapaian kebutuhan dasar yang sangat dibutuhkan terutama dalam masa kritis, pandemi saat ini.


[1] Reuters, (2021), Peru’s socialists lead tight election as battle brews over result, NBC News, https://www.nbcnews.com/news/latino/perus-socialists-lead-tight-election-battle-brews-result-rcna1155

 

[2] Philip Reeves, (2021), NPR, https://www.npr.org/2021/06/06/1003713891/peru-heads-to-a-presidential-election-with-two-controversial-candidates

[3] Saki Kumagai dan Federica Iorio, (n.d.), Building Trust in Government through Citizen Engagement, World Bank, https://openknowledge.worldbank.org/bitstream/handle/10986/33346/Building-Trust-in-Government-through-Citizen-Engagement.pdf?sequence=5

[4] BBC, (2020), Peruvian Congress votes to impeach President Martín Vizcarra, BBC,  https://www.bbc.com/news/world-latin-america-54872826

[5] Jordi Canas, (2020),  Subject: EU election observation mission in Peru for the April 2021 presidential elections, European Parliament, https://www.europarl.europa.eu/doceo/document/E-9-2020-006576_EN.html

[6] Woldometers, (2021), Peru, Woldometer, https://www.worldometers.info/coronavirus//country/peru/

[7] Al Jazeera, Op.cit., Peru, https://www.worldometers.info/coronavirus/country/peru/

[8] Marco Aquino dan Marcelo Roachabrun, (2021), Reuters, https://www.reuters.com/world/americas/peru-awakes-uncertain-future-with-polarized-vote-knife-edge-2021-06-07/

[9] Philip Reeves, (2021), Voters In Peru Wait For Results Of The Country’s Presidential Election, WKMS, https://www.wkms.org/post/voters-peru-wait-results-countrys-presidential-election#stream/0