Pengaruh Prancis di Afrika Barat dan Dilema Kedaulatan
Sudah banyak negara Afrika Barat seperti Chad, Niger, Senegal, dan Pantai Gading yang sudah merdeka dari Prancis sejak tahun 1960, tapi seakan hingga sekarang cengkeraman Prancis masih bisa dirasakan di negara-negara tersebut. Cara yang paling nampak dari Prancis untuk memegangpengaruh yang besar di negara tersebut adalah dengan cara menyebarkan militer dan membangunpangkalan militer. Di tahun 2017, Presiden Prancis Emmanuel Macron pernah menyatakansebuah fakta dalam sebuah pidatonya di sebuah universitas di Burkina Faso, negara bekas koloniyang memiliki hubungan historis dengan Perancis bahwa tidak ada lagi yang dinamakanFrançafrique, sebuah nama yang diberikan kepada Prancis untuk menjaga pengaruh ekonomi, militer, politik, dan militer di era perang dingin. Sesungguhnya, Macron mengatakan hal yang tidak sebenarnya benar. Bisa terlihat bahwa militer Prancis masih menduduki beberapa negarabekas koloni mereka.
Sejak kemerdekaan negara-negara itu, Prancis berupaya mempertahankan dan melindungistabilitas serta keberlanjutan rezim-rezim tertentu. Menurut Dr. Bakary Sambe, direktur InstitutTimbuktu, mantan kekuatan kolonial ini memandang Afrika Barat dan Sahel sebagai wilayahpenyebaran dan pengaruh alami bagi mereka. Mengapa Prancis masih memegang kontrol di sebagian negara itu walau negara-negara itu sudah menyatakan kemerdekaan sejak lama?
Prancis memiliki kepentingan geopolitik yang penting dalam memastikan keberlanjutankehadiran militernya di kawasan Afrika. Kehadiran ini tidak hanya penting untuk menjagastabilitas regional tetapi juga memainkan peran strategis dalam memperkuat posisi Prancis di kancah internasional. Keberadaan militer di Afrika membantu memperkuat klaim Prancis ataskursi permanennya di Dewan Keamanan PBB. Posisi ini memungkinkan Prancis untuk tetapmenjadi aktor kunci dalam diskusi global tentang isu-isu keamanan yang mempengaruhi Afrika Barat dan Tengah. Dengan kehadiran militernya, Prancis dapat memastikan bahwakepentingannya tetap diperhatikan dalam keputusan-keputusan penting yang diambil oleh PBB dan komunitas internasional mengenai stabilitas dan keamanan di wilayah tersebut.
Walau di beberapa tahun terakhir, banyak negara seperti Pantai Gading, Senegal, dan Chadsecara perlahan memutuskan kerjasama pertahanan dan meninjau kembali serta memperkuatkedaulatan mereka, meminta Prancis untuk menarik pasukan dari negaranya, Presiden Pantai Gading Alassane Ouattara berkata “Kita dapat bangga dengan tentara kita, yang modernisasinyakini telah selesai. Dalam konteks ini, kami telah memutuskan untuk menarik pasukan Prancissecara terkoordinasi dan terorganisir”. Presiden Senegal, Bassirou Diomaye Faye, menjelaskanrencana negara mereka dalam pidato Tahun Baru, yang menyatakan bahwa mulai tahun 2025, seluruh pasukan asing akan ditarik. Namun sebagian negara seperti Mali dan Burkina Faso yang benar-benar memutuskan relasi dengan Prancis dan mulai berhubungan dengan The Wagner Group, sebuah perusahaan militer swasta yang didanai negara Rusia, dimana PBB dan Human Rights Watch memperingatkan peningkatan pelanggaran HAM dan penyalahgunaan warga sipiloleh pasukan Wagner tersebut.
Konsep Hak Asasi Manusia (HAM) menurut PBB sangat relevan dalam isu ini, terutama dalamkonteks pelanggaran serius seperti penyiksaan dan pembunuhan massal yang dilaporkan terjadidi Mali oleh pasukan Wagner. PBB melalui Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) menegaskan hak setiap individu untuk hidup, kebebasan, dan keamanan, serta larangan terhadappenyiksaan dan perlakuan tidak manusiawi. Pelanggaran ini tidak hanya melanggar prinsip HAM tetapi juga memicu radikalisasi dan perekrutan oleh kelompok jihad seperti al-Qaeda, memperburuk situasi keamanan. Oleh karena itu, komunitas internasional harus bertindak tegasuntuk memastikan penghormatan terhadap HAM dan hukum humaniter demi mencegah krisisyang lebih dalam dan penderitaan warga sipil.
Secara keseluruhan, keberadaan militer Prancis di Afrika menciptakan dilema yang rumit. Di satu sisi, Prancis beralasan bahwa kehadirannya bertujuan menjaga stabilitas dan mencegahkekosongan kekuasaan yang dapat dimanfaatkan kelompok teroris. Namun, di sisi lain, tindakanini memperkuat pandangan bahwa Prancis masih berusaha mempertahankan cengkeramankolonialnya. Meskipun ada klaim bahwa era “Françafrique” telah berakhir, kehadiran militeryang terus berlanjut menunjukkan sebaliknya, menimbulkan pertanyaan tentang niat sejatiPrancis. Ketegangan yang meningkat, ditambah dengan pendekatan militer lain seperti Wagner Group, hanya memperburuk situasi, dengan risiko pelanggaran HAM yang lebih tinggi danpotensi naiknya rezim otoriter. Hal ini menambah ketidakpastian masa depan politik danekonomi di Afrika Barat, serta menuntut komunitas internasional untuk menekan Prancis agar menghormati kedaulatan negara-negara tersebut dan menegakkan prinsip-prinsip HAM.