Setelah sukses menguji coba jet tempur KF-21, Korea Selatan akan membuat kendaraan tanpa awak (Unmanned Aerial Vehicle atau UAV) untuk menggertak Korea Utara yang akan dilakukan oleh Badan Pengembangan Pertahanan Korsel (Agency for Defence Development atau ADD) dan Korean Air untuk mengembangkan proyek tersebut. Korea Selatan telah mengarahkan pandangannya untuk mengembangkan pesawat tak berawak militer “siluman” yang dapat berkontribusi untuk menetralkan sistem pertahanan anti-pesawat padat Korea Utara.
Korean Air menyatakan bahwa ADD sudah mulai mengembangkan UAV itu sejak November tahun 2021 dan dikabarkan telah menyelesaikan desain dasar dari UAV itu. “Badan tersebut berencana bekerja sama dengan Korean Air untuk mengerjakan desain yang lebih detail,” demikian pernyataan Korean Air pada pekan lalu, dikutip dari South China Morning Post.
Selain itu, Korean Air dikabarkan akan mengembangkan sistem gabungan untuk pesawat berawak dan tidak. Rencananya, dalam sistem tersebut, satu pesawat berawak dapat ditemani oleh tiga sampai empat drone untuk menjalankan berbagai misi, termasuk pertempuran udara, serangan udara-ke-darat, dan pemantauan. “Skadron UAV tak hanya mendukung dan menemani pesawat berawak, tetapi dapat melangsungkan misi mandiri termasuk pemantauan, taktik interferensi elektronik, dan serangan tepat,” demikian pernyataan Korean Air dilansir dari CNN.
Seorang pengamat pertahanan dari Forum Pertahanan Korsel, Shin Jong Woo, menilai drone bakal menjadi faktor penting dalam setiap perang, termasuk yang melibatkan kekuatan besar, seperti AS, China, dan Rusia. Bahkan sayangnya, manfaat dari drone dapat dilihat secara nyata pada invasi Rusia di Ukraina. Sementara itu, pengamat dari Jejaring Pertahanan Korsel, Le Il Woo, menilai pembuatan drone ini penting bagi Korsel untuk menetralkan sistem pertahanan anti-pesawat yang dimiliki Korut.
Menurut Lee, drone itu dapat melangsungkan misi pertempuran di garis depan, sementara kendaraan berawak dapat berada di belakang dan mengamankan diri dari tembakan agresif. Ini dapat secara drastis meningkatkan jangkauan operasional angkatan udara. “Namun, saya pikir perlu waktu setidaknya sepuluh tahun sampai Korsel bisa menggabungkan KF-21 mereka dengan UAV yang beroperasi untuk sistem tim tanpa awak dan dengan awak.” Tambah Lee.
Meski demikian, Lee dan Shin masih mempertanyakan drone tersebut dapat digunakan untuk membantu menargetkan pejabat Korut atau tidak. “UAV terlalu kecil untuk membawa bom penghancur bunker, sementara satu F-35 dapat membawa 900 kg bom untuk menghancurkan bunker beton,” kata Lee. Ia juga menyatakan bahwa jet tempur tak perlu ditemani dengan drone untuk menyerang target di belakang garis musuh. Sehingga keefektifannya masih dipertanyakan karena model dari drone itu sendiri belum diketahui secara pasti.