Putri Rodrigo Duterte Dilantik Sebagai Wakil Presiden Filipina

Sara Duterte-Carpio, putri mantan Presiden Filipina Rodrigo Duterte, dilantik sebagai wakil presiden ke-15 negara itu pada pertengahan Juni, menyerukan persatuan nasional menyusul kampanye pemilihan yang memecah belah politik di Filipina.

“Hari-hari ke depan mungkin penuh tantangan yang menuntut kita untuk lebih bersatu sebagai bangsa,” ujar Sara dalam pidato pelantikan di Davao, Filipina ketika ia mengambil sumpah jabatan yang dihadiri oleh Rodrigo Duterte.

Dalam pemilihan ini wanita berusia 44 tahun berpasangan dengan Ferdinand Marcos Jr., menjadikannya presiden Filipina terbaru sekaligus menandakan kembalinya rezim ayahnya, Ferdinand Marcos yang diduga menjarah sebanyak 10 miliar dollar AS saat menjabat dan melakukan berbagai pelanggaran hak asasi manusia.

Mereka berdua mencetak kemenangan telak pada pemilihan lalu dengan margin luar biasa yang tidak terlihat dalam beberapa dekade, membentuk aliansi penting dan menjalankan pesan persatuan yang juga membantu banyak sekutu memenangkan kursi di posisi legislatif dan pemerintah daerah. Meski demikian, kemenangan keduanya menuai kekhawatiran sendiri dari para aktivis HAM.

Sebelum maju untuk mencalonkan diri sebagai pasangan calon presiden, Sara merupakan seorang pengacara—sama seperti ayahnya—yang kemudian memasuki dunia politik pada tahun 2007 dan terpilih menjadi wakil walikota di Davao sekaligus menjadi walikota wanita pertama di Davao.

Dinasti politik di Filipina bukanlah hal baru. Richard Heydarian, seorang ahli politik Filipina, mengatakan bahwa mereka adalah fitur yang dominan di negara itu sehingga antara 70% dan 90% dari jabatan terpilih telah dikendalikan oleh keluarga mereka.

Ayah Sara, Rodrigo Duterte dikenal sebagai pemimpin Filipina yang cukup kontroversial dengan membangun reputasinya dalam memerangi beberapa masalah terbesar Filipina: kejahatan, militansi, narkoba, dan korupsi. Pada saat menjadi walikota, Duterte sendiri diduga membunuh lebih dari 1.000 orang tanpa proses hukum di kotanya menurut Human Rights Watch.