Indonesia Belum Aman Dari Pertumbuhan Kelompok Terorisme
Pertumbuhan Kelompok Teroris Sangat Cepat
Menurut KSAD Dudung Abdurachman, perkembangan terorisme sudah dalam level hitungan menit. Artinya, lengahnya penegak hukum dalam waktu singkat telah membuat kelompok radikal terutama yang berada di Indonesia berkembang.
Terorisme bukanlah hal baru, di Indonesia fokus terhadap terorisme muncul semenjak tragedi Bom Bali pada tahun 2002. Menurut FBI, terorisme sendiri berarti tindak pidana yang dilakukan oleh individu dan/atau kelompok untuk tujuan ideologis lebih lanjut yang berasal dari pengaruh dalam negeri, seperti yang bersifat politik, agama, sosial, ras, atau lingkungan.[1]
Dari definisi tersebut, sebenarnya pemerintah Indonesia telah “bertemu” dengan individu/kelompok terorisme. Pada masa Orde Baru, Gerakan Aceh Merdela (GAM) merupakan salah satu contohnya. Tujuan GAM sendiri adalah membangun negara di luar NKRI.
Namun di akhir Agustus 2021, kecemasan dunia terhadap menguatnya kelompok terorisme menjadi nyata. Afghanistan berhasil digulingkan oleh Taliban. Semenjak berkuasa, Taliban berusaha mencari pengakuan dari berbagai negara hingga PBB dengan memperlihatkan citra yang lebih “santai” dalam memerintah dibandingkan Taliban pada tahun 1996. Namun, para ahli khawatir bahwa organisasi serupa dengan Taliban menyaksikan dan belajar dari kebangkitan Taliban.[2]
Simpatisan Kelompok Terorisme Mencapai 17 Ribu Orang
Menurut data pada tahun 2021, dilaporkan terdapat setidaknya 18 kelompok radikal di Indonesia yang mendukung ISIS untuk mendirikian negara Islam.[3] Beberapa kelompok terorisme yang aktif di Indonesia, seperti Negara Islam Indonesia (NII), Jamaah Islamiyah (JI), Majelis Mujahidin Indonesia (MMI), Jamaah Ansharut Tauhid, dan Jamaah Ansharut Khilafah (JAK). Badan Nasional Penanggulangan Terorisme sendiri menyatakan bahwa jumlah anggota dan simpatisan dari organsasi teroris mencapai 17.000 orang.[4]
Di Indonesia sendiri, perkembangan kelompok terorisme yang telah masuk ke berbagai lapisan masyarakat mulai terlihat. Mulai dari seorang wanita muda yang masuk ke Mabes Polri hingga seorang terduga teroris dari sebuah partai politik.
Walaupun saat ini dunia sedang berfokus pada pemulihan kesehatan, perkembangan terorisme tidak melambat seperti apa yang dikatakan KSAD, Dudung. Beberapa tahun terakhir, polisi dikabarkan telah berhasil menangkap banyak terduga teroris. Namun, berjalannya sebuah kelompok terorisme tentu tidak lepas dari pendanaan yang membiayai tindakan kelompok tersebut. Sebagai kelompok radikal, tentu mereka tidak dapat terang-terangan menggalang dana atau membuka bisnis mengatasnamakan kelompok.
Dana Merupakan Aspek Penting Bagi Kelompok Terorisme
Banyak penelitian yang menjelaskan bagaimana masyarakat dapat terjaring kelompok terorisme seperti menurut Martha Crenshaw bahwa setidaknya terdapat empat kategori faktor yang memotivasi seseorang untuk bergabung dengan kelompok teroris. Diantaranya adalah kesempatan untuk bertindak atau bergabung dengan kelompok tersebut, kebutuhan untuk bergabung dengan sebuah kelompok, status sosial, dan kebutuhan materiil.[5]
Namun, ada satu hal yang krusial bagi sebuah kelompok terorisme, yaitu pendanaan bagi kelompok terorisme. Di Indonesia sendiri masih sedikit sekali berita mengenai bagaimana polisi dan juga pihak berwenang menghentikan pembiayaan kelompok tersebut. Banyak dari para anggota yang tergabung dengan kelompok terorisme termotivasi oleh keuntungan finansial yang didapatkan. Selain itu, pendanaan yang didapat oleh kelompok terorisme juga digunakan untuk pembelian senjata dan hal lainnya. Maka, salah satu cara untuk menghentikan perkembangan kelompok terorisme adalah pembiayaan.
Sumber pendanaan teroris sendiri menurut artikel yang diterbitkan oleh Council of Europe bervariasi. Di antaranya kelompok terorisme bisa mendapatkan dana yang berasal dari kegiatan illegal, sumbangan anggota. organisasi (biasanya pendatang baru), atau diperoleh melalui penyalahgunaan organisasi nirlaba.[6] Sebagai negara yang pertumbuhan terorismenya cenderung meningkat, Indonesia harus benar-benar waspada dan mengawasi pendanaan kelompok terorisme.[7]
Kerja Sama Internal & Eksternal
Bank Indonesia sendiri telah mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia mengenai penerapan program pencegahan pendanaan terorisme bagi bank umum pada tahun 2012, selain itu BI juga telah mengeluarkan blueprint untuk mencegah pendanaan bagi terorisme yang ditargetkan selesai pada 2025. Namun, dari data yang ada, tingkat pertumbuhan terorisme di Indonesia justru tetap meningkat sehingga perlu suatu mekanisme dan kerja sama dari polisi, TNI, lembaga keuangan, dan instansi lainnya untuk membuat sebuah mekanisme investigasi untuk memberhentikan aliran dana bagi kelompok terorisme.
PBB sendiri telah memberikan beberapa cara untuk menghentikan pendanaan. Diantaranya seperti membekukan dana dan aset ekonomi, serta untuk mencegah dana tersebut tersedia untuk teroris.[8] Dibutuhkan banyak aktor untuk menghentikan perkembangan kelompok terorisme. Selain bekerja sama dengan instansi negara, Indonesia juga perlu bekerja sama dengan organisasi internasional dan belajar dari negara lain bagaimana cara menanggulangi perkembangan kelompok terorisme. Menurut artikel yang diterbitkan PBB, sebuah kelompok terorisme juga dapat mendapat bantuan dana dari kelompok terorisme yang berada di negara lain atau tergabung dalam suatu kelompok internasional. Motif ini menjadi populer semenjak rencana pembentukan negara Islam atau Da’esh.
[1] “Terrorism”, What We Investigate, FBI, https://www.fbi.gov/investigate/terrorism
[2] Ng Jun Sen, “The Big Read in short: Terror group JI’s new game plan to seek legitimacy”, Today Online, 11 Desember 2021, https://www.todayonline.com/big-read/big-read-short-terror-group-jis-new-game-plan-seek-legitimacy-1768106
[3] Muh Taufiqurrohman, “The Road to ISIS: How Indonesian Jihadists Travel to Iraq and Syria”, Counter Terrorist Trends and Analyses, Vol 7. No. 4, Mei 2015, https://www.jstor.org/stable/26351346?seq=1#metadata_info_tab_contents
[4] Fathiyah Wardah, “BNPT: Jumlah Anggota dan Simpatisan Organisasi Teroris Capai 17.000 Orang”, VOA Indonesia, 22 September 2021, https://www.voaindonesia.com/a/bnpt-jumlah-anggota-dan-simpatisan-organisasi-teroris-capai-17-000-orang/6240658.html
[5] Randy Borum, “Psychology of Terrorism”, Tampa: University of South Florida, 2004, https://www.ojp.gov/pdffiles1/nij/grants/208552.pdf
[6] “Financing of Terrorism”, Council of Europe Portal, https://www.coe.int/en/web/moneyval/implementation/financing-terrorism
[7] “Indonesia – Global Terrorism Index”, Knoema, 2020, https://knoema.com/atlas/Indonesia/topics/World-Rankings/World-Rankings/Global-terrorism-index
[8] “Countering the financing of terrorism”, United Nations, https://www.un.org/securitycouncil/ctc/content/countering-financing-terrorism