Membangun Ketahanan Pangan Indonesia di Tengah Krisis Global

Berdasarkan laporan terbaru dari Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO), Indonesia kini menempati posisi ketiga tertinggi dalam hal tingkat kelaparan di Asia Tenggara. Berdasarkan Indeks Kelaparan Global (GHI), Indonesia mendapatkan skor 16,9, yang menunjukkan “tingkat kelaparan sedang.” Indonesia berada di bawah Laos dengan skor 19,8, sementara Timor Leste berada di posisi pertama dengan skor 27. Meski menempati posisi ketiga tertinggi di Asia Tenggara, skor GHI Indonesia sejatinya telah menunjukkan tren perbaikan. Pada tahun 2000, bermula dengan skor yang mencapai 25,7, naik menjadi 28,2 pada tahun 2008, kemudian turun menjadi 18,3 pada tahun 2016.

Dalam menentukan skor, GHI menggunakan empat indikator yaitu persentase populasi yang tidak mendapat cukup kalori untuk memenuhi kebutuhan dasar, jumlah anak di bawah lima tahun yang mengalami pertumbuhan terhambat karena kekurangan gizi, jumlah anak di bawah lima tahun yang memiliki berat badan terlalu rendah tidak sebanding dengan tinggi badan mereka, menunjukkan malnutrisi akut, serta angka kematian anak di bawah lima tahun yang mencerminkan kondisi kesehatan umum dan akses terhadap layanan kesehatan.

Tingkat kelaparan tentunya akan berjalan beriringan dengan ketahanan pangan suatu negara. Dalam hal ini, Indonesia menghadapi berbagai tantangan, termasuk ketidakpastian global dan dampak konflik Rusia-Ukraina yang memengaruhi rantai pasok. Selain dari konflik, menurut Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO), ancaman “neraka iklim,” yaitu suhu ekstrem akibat perubahan iklim juga akan mempengaruhi ketersediaan pangan global, yang diperkirakan akan meningkatkan kelaparan.

 

Prioritas Ketahanan Pangan Presiden RI  

Dalam pidato Presiden perdana presiden RI ke-8 (20/10), Prabowo Subianto menyampaikan salah satu komitmennya dalam penekanan bahwa persatuan nasional dan ketahanan pangan akan menjadi prioritas dalam utama pemerintahannya. Prabowo menegaskan bahwa semua sumber daya alam Indonesia akan dikelola untuk kepentingan rakyat, dan menyoroti pentingnya memperhatikan masyarakat yang terpinggirkan, seperti petani dan nelayan, serta berjanji bahwa subsidi pemerintah akan disalurkan kepada mereka yang paling membutuhkan. Ia juga menekankan komitmennya untuk memastikan setiap keluarga Indonesia mendapatkan akses terhadap makanan bergizi setidaknya sekali sehari dan meyakini bahwa Indonesia akan mencapai swasembada pangan dalam 4 tahun hingga 5 tahun ke depan dan siap jadi lumbung pangan dunia.

 

Ketahanan Pangan dalam Konteks Keamanan Manusia

Ketahanan pangan (food security) merupakan salah satu dari isu krusial dalam pembangunan suatu negara, terutama dalam konteks keamanan manusia (human security). Keamanan manusia berfokus pada perlindungan individu dari berbagai ancaman, baik fisik, ekonomi, maupun sosial, dan mencakup hak dasar seperti akses terhadap pangan yang cukup, aman, dan bergizi. Ketahanan pangan kemudian menjadi salah satu komponen utama keamanan manusia karena kelaparan dan kekurangan gizi dapat mempengaruhi stabilitas sosial, politik, dan ekonomi suatu negara.

Dalam konteks Indonesia, laporan terbaru dari Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) dan Global Hunger Index (GHI) mengungkapkan tantangan ketahanan pangan yang masih di hadapi Indonesia. Meskipun terdapat perbaikan dari tahun ke tahun, Indonesia masih menghadapi tingkat kelaparan yang “sedang”.

Dalam konteks keamanan manusia, ketahanan pangan dapat berkaitan erat dengan hak dasar manusia untuk hidup layak. Akses yang tidak memadai terhadap pangan bergizi dan berkualitas akan menurunkan kualitas hidup, meningkatkan ketidaksetaraan, dan memperburuk kerawanan sosial. Keamanan manusia, mencakup perlindungan individu dari kelaparan, malnutrisi, dan ancaman terhadap kesehatan yang timbul akibat kekurangan pangan.

 

Tantangan Ketahanan Pangan Indonesia

Seperti yang dipaparkan sebelumnya, konflik yang sedang berlangsung di Rusia dan Ukraina serta ketidakstabilan di Timur Tengah memiliki dampak terhadap ketahanan pangan di Indonesia. Hal ini terjadi karena Rusia dan Ukraina adalah dua negara eksportir utama gandum, minyak nabati, dan beberapa komoditas pangan lainnya yang menjadi kebutuhan pokok bagi banyak negara, termasuk Indonesia. Ketika rantai pasok terganggu, harga komoditas-komoditas ini naik, sehingga menyebabkan harga pangan di Indonesia melonjak. Hal ini pada akhirnya mempengaruhi kemampuan masyarakat, terutama kelompok rentan, untuk mengakses pangan.

Indonesia yang dikenal dengan letak geografis di cincin api, menandakan wilayah yang rawan bencana alam seperti banjir, kekeringan, dan badai, dan sangat rentan terhadap perubahan iklim juga menjadi tantangan serius. Perubahan cuaca yang tidak menentu dapat memengaruhi pola tanam dan produktivitas pangan, sehingga mengganggu stabilitas pasokan pangan domestik. Tidak hanya itu, ancaman kenaikan permukaan laut juga membahayakan wilayah-wilayah pesisir yang menjadi basis produksi pangan, terutama pertanian dan perikanan.

Ketahanan pangan juga terkait erat dengan stabilitas sosial dan ekonomi. Ekonom Ferry Latuhihin menekankan pentingnya memperkuat ketahanan pangan untuk mencegah gangguan pasokan dan menjaga stabilitas harga, yang dapat mempengaruhi inflasi, karena kenaikan harga pangan dapat meningkatkan kemiskinan dan kerawanan sosial. Kenaikan harga komoditas pokok seperti beras, jagung, dan daging memiliki dampak langsung terhadap daya beli masyarakat. Di sisi lain, stabilitas harga pangan sangat diperlukan untuk menjaga keamanan ekonomi, terutama bagi masyarakat kelas bawah yang menghabiskan sebagian besar pendapatan mereka untuk kebutuhan pangan.

Masalah malnutrisi, terutama di kalangan anak-anak, juga harus menjadi perhatian utama dalam ketahanan pangan, karena malnutrisi dapat berdampak jangka panjang pada perkembangan fisik dan mental anak-anak, yang pada akhirnya mempengaruhi kualitas sumber daya manusia di masa depan. Hal ini dapat menjadi tantangan besar bagi pemerintah Indonesia untuk memastikan akses yang lebih baik terhadap pangan bergizi bagi kelompok rentan.

Seluruh tantangan yang ada sejalan juga dengan pendapat Direktur Jenderal Bina Pembangunan Daerah Kemendagri, Restuardy Daud, yang menekankan pentingnya memperkuat produksi pangan untuk memastikan kecukupan pangan di tengah gangguan rantai pasok global. Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi pun menyatakan bahwa pemerintah akan terus memperkuat cadangan pangan, termasuk beras, jagung, dan komoditas lainnya untuk menjaga stabilitas pangan di Indonesia.

 

Langkah Strategis Meningkatkan Ketahanan Pangan

Untuk menjaga stabilitas ketahanan pangan di tengah berbagai tantangan global, langkah-langkah strategis sangat perlu diterapkan di tingkat nasional. Untuk memperkuat produksi pangan dalam negeri, dalam rangka mengurangi ketergantungan pada impor pangan dan memastikan ketersediaan pangan di tengah gangguan rantai pasok global, peningkatan produksi pangan lokal, seperti padi, jagung, dan komoditas lainnya, akan menjadi langkah dalam menghadapi ketidakpastian global. Pemerintah harus fokus pada penyediaan infrastruktur pertanian, pelatihan petani, dan akses terhadap teknologi untuk meningkatkan produktivitas pangan.

Setelah peningkatan produksi, pemerintah harus terus memperkuat cadangan pangan nasional, sebagai langkah antisipatif untuk menjaga stabilitas pangan. Penguatan cadangan ini tidak hanya penting untuk menghadapi situasi darurat, tetapi Kembali lagi, juga akan berguna untuk mengurangi ketergantungan pada pasar global yang sering kali tidak stabil. Selain itu, cadangan pangan yang kuat juga dapat digunakan untuk menstabilkan harga ketika terjadi kenaikan yang tidak wajar.

Kebijakan subsidi yang tepat sasaran juga akan membantu kelompok rentan untuk meningkatkan akses mereka terhadap pangan yang bergizi. Selain itu, dukungan kepada petani dan nelayan juga penting untuk meningkatkan produksi pangan nasional dan menjaga keberlanjutan sistem pangan Indonesia. Peneliti Next Policy Dwi Raihan beranggapan Prabowo cukup ambisius, dengan banyak tantangan yang harus dihadapi untuk mewujudkan mimpi swasembada pangannya. Sementara menurut Eliza Mardian, peneliti Center of Reform on Economics (Core) Indonesia, Ia meyakini mimpi Prabowo dapat tercapai, asalkan ada kebijakan baru dari Prabowo, dengan menekankan kunci yang tidak hanya fokus pada peningkatan produksi, melainkan harus ikut memperhatikan kesejahteraan petani.

Mengingat dampak perubahan iklim yang juga dapat berpengaruh terhadap ketahanan pangan, langkah adaptasi juga harus menjadi prioritas bagi pemerintah Indonesia. Hal ini termasuk pengembangan teknologi pertanian, peningkatan infrastruktur irigasi, dan perlindungan terhadap wilayah pesisir yang rentan terhadap kenaikan permukaan air laut. Kebijakan pemerintah sebelumnya seperti bantuan-bantuan yang sifatnya personal, akan percuma jika tidak didukung dengan infrastruktur yang baik.

 

Pada akhirnya, ketahanan pangan menjadi krusial dalam konteks keamanan manusia, terutama di negara dengan populasi besar seperti Indonesia. Meskipun Indonesia telah menunjukkan perbaikan dalam Indeks Kelaparan Global, tantangan ketahanan pangan tetap ada. Untuk menghadapi tantangan ini, diperlukan strategi yang komprehensif. Di Tengah krisis global, semoga komitmen pemerintahan baru Indonesia dapat mewujudkan ketahanan pangan yang lebih baik dan memastikan keamanan manusia di seluruh lapisan Masyarakat. Rencana program seperti pemberian makanan gratis untuk anak-anak dan ibu hamil diharapkan dapat berlaku dengan efektif dalam membantu meningkatkan gizi masyarakat, dan mencakup lebih banyak kelompok rentan serta memastikan bahwa setiap warga negara dapat memperoleh makanan sehat dan bergizi setiap hari.