Lagi, Tunisia Tolak Tuduhan Diskriminasi pada Pengungsi Afrika

Presiden Tunisia Kais Saeid menolak kritik terhadap perlakuan pemerintahnya terhadap pengungsi Afrika Kulit Hitam setelah ratusan orang ditangkap oleh otoritas dan ditinggalkan di perbatasan dengan Libya.

Sebelumnya, Tunisia juga pernah dikritik oleh Uni Afrika karena terdapat ucapan rasis oleh Presiden Tunisia Kais yang memerintahkan migran tanpa dokumen untuk diusir dan juga mengatakan imigran hanya akan mengubah demografi negaranya.

Namun, Presiden Kais Saied mengatakan pada hari Minggu (9/7) bahwa para pengungsi sedang menerima perlakuan manusiawi yang berasal dari apa yang ia sebut sebagai “nilai-nilai kita”.

Namun di sisi lain, para pengungsi mengatakan bahwa mereka dibiarkan ‘terdampar’ di perbatasan menghadapi panas gurun dengan sedikit makanan atau air.

Tunisia, yang merupakan rute migrasi utama ke Eropa, telah mendapat kritik dari kelompok-kelompok hak asasi manusia setelah otoritas menangkap para pengungsi dan pencari suaka dan mengusir mereka ke zona penyangga terpencil di perbatasan Tunisia dengan Libya.

“Migran-migran ini sedang menerima perlakuan manusiawi yang berasal dari nilai-nilai dan karakteristik kita, berbeda dengan apa yang dijajarkan oleh kelompok-kelompok kolonial dan agen-agen mereka,” kata pernyataan dari kepresidenan Tunisia.

Pernyataan tersebut menuduh adanya kekuatan asing yang tidak disebutkan namanya yang ingin menciptakan “jenis penyelesaian baru” bagi para pengungsi dan menyebarkan kebohongan tentang Tunisia.

 

‘Berikan bantuan kepada mereka’

Pernyataan tersebut disampaikan setelah pertemuan pada hari Sabtu antara Saied dan Perdana Menteri Najla Bouden yang menurut kantor presiden membahas “migrasi tidak teratur”.

Namun, keadaan semakin parah karena tampaknya penduduk setempat dan otoritas tidak membedakan antara pengungsi, pencari suaka, atau migran tidak berdokumen.

Migran dari Afrika sub-Sahara telah diusir dari tempat tinggal mereka, telepon genggam mereka dihancurkan, ditangkap, dan ditinggalkan di zona militer yang tertutup di gurun, dekat perbatasan dengan Libya, menurut Forum Ekonomi dan Sosial Tunisia (FTDES).

Pernyataan tersebut mengutip Saied yang mengatakan bahwa pasukan keamanan Tunisia telah melindungi orang asing yang ingin menetap di negara tersebut. “Tunisia bukan apartemen yang siap dijual atau disewakan,” katanya seperti dikutip.

Sementara itu, Libya memberitahu Tunisia bahwa mereka ingin pengungsi dipindahkan dari daerah perbatasan.

“Kami memberi tahu pihak berwenang Tunisia bahwa orang-orang ini seharusnya dipindahkan dari titik-titik perbatasan karena mereka telah menyusup secara ilegal,” kata Mayor Jenderal Abd al-Salam al-Amrani, direktur keamanan di perbatasan Ras Ajdir.

“Kami berharap pihak berwenang Tunisia dapat melindungi mereka dan menghubungi Palang Merah dan organisasi kemanusiaan lainnya untuk memberikan bantuan kepada mereka,” katanya. 

Sebelumnya pada awal pekan ini, Human Rights Watch (HRW) mengatakan pasukan keamanan Tunisia secara kolektif mengusir beberapa ratus pengungsi dan pencari suaka Afrika ke wilayah perbatasan yang berbahaya.

Kelompok tersebut mendesak Tunisia untuk menghentikan pengusiran paksa warga Afrika sub-Sahara dan dengan segera memungkinkan akses ke layanan kemanusiaan bagi mereka yang dikirim ke daerah perbatasan yang berbahaya.

“Tidak hanya tidak bermoral untuk menyiksa orang dan meninggalkan mereka di gurun, tetapi pengusiran kolektif melanggar hukum internasional,” kata Lauren Seibert, peneliti hak pengungsi dan migran di HRW.

 

 

Bentrokan dengan pengungsi

Awal bulan ini, seorang pria Tunisia tewas ditikam dalam bentrokan antara pengungsi dan penduduk kota pesisir Tunisia, Sfax, yang merupakan tempat peluncuran kunci bagi pencari suaka yang menuju ke Italia. Sedikitnya tiga migran asal Kameron ditangkap setelah bentrok tersebut dan beberapa dideportasi.

Sementara itu, pada hari Minggu, setidaknya 10 orang Tunisia dilaporkan hilang dan satu orang meninggal setelah perahu mereka tenggelam di lepas pantai Tunisia ketika mereka mencoba menyeberangi Laut Tengah menuju Italia.

Pihak berwenang mengatakan penjaga pantai menyelamatkan 11 orang dari perahu tersebut, yang berangkat dari kota pesisir Zarzis, kata Faouzi Masmoudi, seorang hakim di Sfax.

Awal tahun ini, Saied mengumumkan pengetatan tindakan terhadap pengungsi di Tunisia. Sejak itu, serangan terhadap orang asing di negara itu telah meningkat.

Tunisia telah menyaksikan peningkatan kekerasan yang didasarkan pada ras setelah pidato Saied pada Februari lalu di mana ia berbicara tentang “kelompok pengungsi tidak teratur dari Afrika sub-Sahara” yang datang membawa “kekerasan, kejahatan, dan praktik yang tidak dapat diterima”.