Uni Eropa Kembali Membantah Diskriminasi Minyak Sawit

Menyusul kembali memanasnya pembahasan mengenai minyak kelapa sawit asal Indonesia dan Malaysia, Uni Eropa melalui laman sosial medianya kembali membantah adanya pelarangan komoditas apapun. Uni  Eropa menekankan bahwa blok ini tidak mendiskriminasi komoditas apapun dari negara mana pun karena semua produk boleh masuk ke pasar Eropa, jika mereka legal dan bebas deforestasi.

Sebelumnya, Uni Eropa juga pernah menampik isu yang sama, di mana Duta Besar Uni Eropa untuk Indonesia Vincent Piket menyebutkan bahwa Uni Eropa tidak melakukan diskriminasi minyak sawit Indonesia. Duta Besar Piket menyatakan bahwa sepuluh bulan pertama tahun 2020, ekspor minyak sawit Indonesia ke Uni Eropa naik sebesar 27 persen.

Meskipun begitu, Piket tidak menampik terdapat beberapa isu terkait minyak sawit asal Indonesia dan Malaysia, sehingga perlu beberapa pelatihan dan adaptasi tambahan.

Dalam unggahan di sosial media, Uni Eropa menekankan bahwa tujuan dari UU untuk Deforestasi dan Degradasi Lahan Uni Eropa adalah mendukung permintaan produk dan komoditas yang bebas dari deforestasi. Hal ini penting untuk meminimalisir risiko masuknya produk yang berhubungan langsung dengan deforestasi ke pasar Uni Eropa.

Berdasarkan UU tersebut, degradasi hutan terjadi disebabkan perluasan lahan pertanian dan peternakan seperti sawit, sapi, kedelai, kopi, kakao, kayu dan karet serta produk turunannya.

 

Nilai total ekspor Indonesia ke Uni Eropa meningkat dari tahun 2020 ke 2021, terutama untuk produk minyak sawit sebagai komoditas yang lebih banyak dieskpor di bandingkan komoditas lainnya. Uni Eropa juga menjadi mitra dagang terbesar ke lima bagi Indonesia di tahun 2021, dengan total dagang hingga Euro 24.7 milliar. Ekspor minyak sawit dari Indonesia ke Uni Eropa juga berada di 26 persen atau sekitar EUR4.3 miliar.

Sebagai wilayah negara yang mengedepankan ekonomi hijau, Uni Eropa menyatakan kesiapannya untuk bekerja bersama negara Indonesia dalam mempromosikan perdagangan yang berkelanjutan, untuk menangkal deforestasi, perubahan iklim, serta kehilangan biodeversitas yang penting untuk menjaga keseimbangan ekosistem.

Terkait dengan isu ini, Indonesia juga seharusnya tidak perlu ‘takut’ menghadapi aturan produk bebas deforestasi ini, karena Indonesia yang juga mendukung isu keberlanjutan dapat turut berbenah.

Berdasarkan pantauan lembaga swadaya Auriga Nusantara, terdapat penurunan angka deforestasi dari kurun waktu 2019-2021, di mana total luasan hutan alam di dalam izin yang terkonversi menjadi tutupan sawit yakni sebesar 37 ribu, 36 ribu, dan 13 ribu hektar. Dengan angka ini, jika dibandingkan dengan lahan terdeforestasi, maka hanya 4.6 persen saja sawit yang berasal dari lahan terdeforastasi yang dikirim ke Uni Eropa. Maka dari itu, Indonesia sebaiknya perlu mendukung dan menunjukkan komitmen untuk menghentikan laju deforestasi.