Pembakaran Al-Quran Menunjukkan Peningkatan Islamofobia?
Menteri Luar Negeri Republik Indonesia, Retno Marsudi, mengatakan bahwa fenomena meningkatnya Islamofobia secara global dapat menyebabkan benturan peradaban jika tidak ditangani dengan baik. Retno menyampaikan pandangan ini dalam acara ASEAN Intercultural and Interreligious Dialogue Conference (IIDC) di Hotel Ritz Carlton, Jakarta Pusat, pada hari Senin (7/8).
Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno Marsudi mengungkapkan empat poin pertemuan antara Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Sekretaris Jenderal Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) Hissein Brahim Taha yang berlangsung di Istana Negara, Jakarta, pada hari Senin (7/8).
Poin pertama dalam pertemuan tersebut membahas tentang aksi pembakaran Al-Quran di beberapa negara Eropa yang baru-baru ini terjadi. Retno menyampaikan bahwa Jokowi mengutuk tindakan tersebut dengan tegas.
Poin kedua adalah tentang isu akses pendidikan bagi kaum perempuan di Afghanistan. Jokowi dan Sekjen OKI berkomunikasi mengenai hal ini. Retno menyatakan bahwa OKI memberikan apresiasi atas upaya Indonesia dalam membantu kaum perempuan dan anak-anak di Afghanistan untuk mendapatkan akses pendidikan.
Poin ketiga membahas peran aktif para ulama Indonesia dalam kunjungan ulama OKI ke Afghanistan tahun sebelumnya. Dalam pertemuan ini, mereka juga membicarakan tentang pentingnya terus memberikan bantuan kemanusiaan. Retno menyampaikan bahwa Indonesia berencana untuk memulai pengiriman vaksin polio ke Afghanistan pada bulan ini, setelah mendiskusikannya dengan otoritas di Afghanistan.
Selanjutnya, poin keempat pembahasan berhubungan dengan isu Rohingya. OKI berharap Indonesia terus mengadvokasi kepentingan Rohingya di forum ASEAN.
Islamofobia meningkatkan konflik sosial, politik, dan keamanan
Menurut Retno, keberagaman hanya akan menciptakan kecurigaan dan kebencian jika tidak dikelola dengan baik. Di tengah tren meningkatnya Islamofobia di seluruh dunia, mungkin akan terjadi benturan antar peradaban di masa depan.
Retno juga menyatakan bahwa persaingan geopolitik yang semakin tajam saat ini dan kekurangan kepercayaan antar negara menghambat kerja sama internasional. Persaingan geopolitik ini mencakup berbagai isu seperti perselisihan antara China dan Amerika Serikat, perang Rusia di Ukraina, dan konflik di Semenanjung Korea.
Untuk menghadapi tantangan ini, Retno menyebut bahwa kebijakan luar negeri Indonesia berusaha untuk mendorong dialog sebagai cara untuk memperkuat kerjasama. Indonesia menganggap dialog antaragama sebagai salah satu alat diplomasi perdamaian yang penting untuk meningkatkan pemahaman tentang Islam.
Indonesia telah melakukan dialog antaragama dengan 34 negara di seluruh dunia, termasuk dengan negara-negara seperti India, Ethiopia, dan Tahta Suci. Tujuan dari upaya ini adalah untuk menunjukkan kepada dunia bahwa keragaman dapat digunakan sebagai kekuatan untuk memperkuat kohesi sosial.
Retno juga menegaskan bahwa negara-negara Muslim harus tegas dalam melawan radikalisme. Baginya, Islam seharusnya menjadi sumber perdamaian, dan tindakan radikalisme harus ditolak dengan tegas.
Belakangan ini, terjadi beberapa insiden pembakaran Al Quran di Swedia dan Denmark yang telah mengecam oleh komunitas internasional, termasuk negara-negara mayoritas Muslim. Mereka mendesak kedua negara Nordik untuk mengambil sikap tegas terhadap pelaku agar kejadian serupa tidak terulang di masa depan.