Menuju Pertunjukan Politik Tahun 2024: Setelah Demokrat, sekarang PDIP?
Meski pemilihan umum presiden masih tiga tahun lagi, namun perpolitikan domestik sudah semakin memanas, di mana sebelumnya terjadi perseteruan kepemimpinan di Partai Demokrat antara Moeldoko dan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), yang dimenangkan AHY. Lalu sekarang, antara Ganjar Prabowo dan Puan Maharani, putri Megawati Ketua Umum (Ketum) dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Meski sempat berseteru, ternyata elektabilitas partai Demokrat malah semakin meningkat. Melihat ini, banyak anggapan terkait PDIP yang menggunakan metode sama untuk meningkatkan elektabilitas partai PDIP sekaligus dongkrak Puan.
PDIP Sabtu (22/5) lalu melakukan pertemuan terkait arahan dan formulasi strategi menuju Pemilu 2024 di kantor DPD PDIP Jateng di Semarang. Namun dalam acara tersebut Ganjar Pranowo yang menjadi Gubernur Jawa Tengah malah tidak diundang di daerah pimpinannya sendiri. Ganjar menyatakan padahal pada hari itu dirinya sedang tidak memiliki agenda lain.
Ganjar Pranowo terlalu arogan?
Ketua DPD PDIP Jateng Bambang Wuryanto menyatakan dalam siaran pers terkait ketidakhadiran Ganjar dengan “Tidak diundang! (Ganjar Pranowo), wis kemajon (kelewatan), yen kowe pinter, ojo keminter (bila kamu pintar, jangan sok pintar).” Bambang menambahkan, ambisi terlalu tinggi Ganjar untuk mencalonkan sebagai calon presiden tidaklah baik, mengingat keputusan tersebut bahkan belum ditetapkan oleh Ketum PDIP.
Pendekatan Ganjar melalui keaktifannya di media sosial dinilai terlalu berlebihan oleh keluarga Sukarno dan PDIP, sehingga sudah dilakukan upaya peneguran demi menjunjung solidaritas dan kesatuan partai. PDIP melihat pendekatan Ganjar ini sebagai manuver politik Ganjar demi pemilu presiden nanti dan menganggap tindakan Ganjar tidak sesuai dengan norma partai.
Bahkan, beberapa politisi PDIP sempat mengingatkan Ganjar yang bisa bernasib sama dengan Rustriningsih, yakni mantan kader PDIP yang dipecat dulu dan saat ini mendukung Prabowo. Politisi lain dari PDIP juga seakan memberikan sinyal akan membuka pintu jika Ganjar akan berpaling dan digaet partai lain.
Meski dikatakan terlalu pencitraan, namun ternyata metode ini cukup berpengaruh pada elektabilitasnya, di mana Ganjar mendapat angka tertinggi sebanyak 20,2 persen, disusul Prabowo Subianto dengan perbedaan kurang lebih 3,5 persen. Di sisi lain, nama calon lain dari PDIP yakni Tri Rismaharini memiliki tingkat elektabilitas sekitar 5 persen dan Puan yang kurang dari sepersen dengan total 0,7 persen. Hal ini menunjukkan, meski Puan menjadi ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan cukup aktif dalam politik domestik, namun elektabilitasnya masih kalah jauh dari Ganjar.
Namun, kembali bahwa tingkat elektabilitas tidak bisa dijadikan satu-satunya patokan yang mendorong kemenangan elit politik, namun aspek ini tetap perlu dipertimbangkan karena menunjukkan pandangan dan dukungan publik pada elit tersebut. Hal ini dikarenakan elektabilitas pasangan calon presiden dan wakil presiden perlu dikalkulasikan untuk mendorong kemungkinan menang lebih besar.
Antara mengusung darah keturunan Sukarno ataupun mempertahankan kemenangan partai di pilpres mendatang, semuanya akan kembali ditentukan oleh Megawati selaku ketum PDIP yang menjadi pemeran utama di PDIP. PDIP juga bisa mulai melakukan pendekatan koalisi partai lain seperti dengan Partai Gerindra, Nasdem, dll.