Pasukan Keamanan Sudan Bunuh Orang Ke-100 Dalam Protes Anti-Kudeta, AS Hentikan Dana Bantuan

Dalam demonstrasi anti-kudeta di Sudan, seorang pengunjuk rasa ditembak dan dibunuh di kota Omdurman, Sudan oleh pasukan keamanan, menjadikan mereka pemrotes ke-100 yang tewas dalam demonstrasi ini. Atas kejadian ini, para pemimpin militer Sudan telah menjanjikan penyelidikan atas kematian tersebut.

Sebelumnya, Militer Sudan menangkap Perdana Menteri Abdalla Hamdok dan pejabat senior lainnya, yang memicu demonstrasi luas menentang pengambilalihan itu. Pasukan militer menembaki beberapa pengunjuk rasa, menewaskan sedikitnya tiga orang dan melukai puluhan lainnya, menurut Komite Dokter Sudan. Kudeta terjadi kira-kira dua tahun setelah demonstrasi sipil memaksa penggulingan diktator lama Sudan, Omar al-Bashir.

“Penahanan Perdana Menteri Abdalla Hamdok dan beberapa menteri kabinet, deklarasi keadaan darurat, penutupan layanan internet dan telekomunikasi, dan pengambilalihan media yang dikelola pemerintah oleh militer merupakan penghinaan terhadap aspirasi demokrasi rakyat Sudan dan merusak Transisi Sudan menuju pemerintahan demokratis yang dipimpin sipil setelah 30 tahun kleptokrasi dan kediktatoran kekerasan di bawah Omar al-Bashir,” jelas administrasi Badan Pembangunan Internasional Amerika Serikat Samantha Power dalam sebuah pernyataan.

Demonstrasi terus berlanjut sejak kudeta militer pada Oktober, yang diselenggarakan oleh komite perlawanan lingkungan. Sebagian besar dari mereka yang tewas dalam protes adalah pria muda. Protes berkobar di Omdurman pada 6 Juni 2022 sebagai tanggapan atas kunjungan pemimpin militer Jenderal Abdel Fattah al-Burhan.

Sejak Januari lalu, Sudan tidak memiliki perdana menteri sehingga PBB dan Uni Afrika turun untuk mencapai kesepakatan politik mengumumkan pembicaraan langsung antara kelompok-kelompok politik minggu ini. Namun, mantan koalisi sipil yang berkuasa mengatakan bahwa mereka tidak akan berpartisipasi dalam pembicaraan itu karena mereka termasuk pihak-pihak yang mereka katakan mendukung kudeta. Komite perlawanan menolak negosiasi apapun dengan militer.

Atas tindakan ini, pemerintahan Biden menangguhkan bantuan sebesar $700 juta dollar AS yang direncanakan untuk Sudan dalam rangka mendukung transisi pemerintahan Sudan ke arah yang lebih demokratis, dan mengutuk anggota militer Sudan yang terlibat kudeta menggulingkan pemerintah transisi pimpinan otoritas sipil dari kekuasaan.

Juru bicara Departemen Luar Negeri Amerika Serikat, Ned Price mengatakan bantuan tersebut berisiko jika para pemimpin militer tidak memulihkan pemerintahan sipil. Lebih lanjut, Menteri Luar Negeri AS Anthony Blinken ingin melanjutkan usaha untuk membawa Sudan ke arah yang lebih baik. “Kami dengan tegas menolak pembubaran pemerintah transisi yang dipimpin sipil dan agar institusi terkait menyerukan pemulihan segera. Penangkapan Perdana Menteri Hamdok dan pemimpin sipil lainnya tidak dapat diterima,” jelas Blinken dalam sebuah pernyataan.

Blinken menambahkan pemerintahan Biden sangat prihatin dengan laporan kekerasan terhadap pengunjuk rasa. “Kami sangat prihatin dengan laporan bahwa pasukan keamanan Sudan telah menggunakan peluru tajam terhadap pengunjuk rasa damai,” dilansir dari Fox News. Kudeta militer menuai kecaman luas dari masyarakat internasional, termasuk PBB dan Uni Eropa.