Rusia Memanggil PBB untuk Menginvestigasi “Sabotase” Pipa Nord Stream

Rusia mengadakan pertemuan Dewan Keamanan PBB atas pemboman jalur pipa Nord Stream setelah mengedarkan resolusi yang menyerukan penyelidikan mendesak dari organisasi internasional itu. Draf Rusia meminta Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres untuk segera mendirikan penyelidikan internasional independen atas sabotase untuk mengidentifikasi “pelaku, sponsor, penyelenggara, dan kaki tangan“.

Sebelumnya, para perwakilan Denmark, Swedia, dan Jerman telah mengirim surat kepada DK PBB yang menyatakan mereka sepakat bahwa pipa-pipa itu rusak yang diduga kuat karena sabotase. Di Jerman, jaksa federal telah meluncurkan investigasi kriminal untuk menetapkan jika kejahatan sabotase berdasarkan pasal 88 dari KUHP dilakukan. Sedangkan draf Rusia meminta Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres untuk segera mendirikan penyelidikan internasional independen.

Pakar Dewan Keamanan PBB mengadakan konsultasi tertutup pada 21 Februari lalu tentang resolusi rancangan Rusia, tetapi para diplomat dewan mengatakan ada oposisi terhadapnya. Pipa Nord Stream 1 membawa gas Rusia ke Jerman hingga Moskow memotong pasokan pada akhir Agustus 2022 lalu. Sedangkan pipa 2-nya belum pernah mengirimkan pasokan ke Jerman karena Berlin menangguhkan proses sertifikasi sesaat sebelum Rusia menyerbu Ukraina pada 24 Februari 2022.

Ledakan pada jalur pipa Nord Stream 1 dan 2 yang terjadi pada 26 September telah membuat Rusia dan pihak Barat saling tuduh atas dalang di balik insiden tersebut. Rusia menuduh AS berada di belakang serangan itu, dan resolusi Moskow yang dikirimkan ke DK PBB mengatakan sabotase “terjadi setelah ancaman berulang terhadap aliran Nord oleh kepemimpinan Amerika Serikat“.

Di sisi lain, AS telah membantah tuduhan itu. Juru bicara Departemen Luar Negeri AS, Ned Price pekan lalu menyebutnya sebagai “disinformasi murni“. Sedangkan pihak Denmark, Swedia, dan Jerman juga menegaskan kembali bahwa tindakan sabotase terhadap pipa-pipa itu “tidak dapat diterima, membahayakan keamanan internasional, dan memberikan alasan untuk kekhawatiran kami yang mendalam”.