Belarusia: Demokratisasi menjadi Konflik Nasional

Ratusan ribu masyarakat Belarusia turun ke jalan menentang hasil pemilu dan klaim kemenangan Lukashenko, pemimpin dari partai Komunis yang sudah memimpin sejak 26 tahun lalu. Protes tersebut direspon dengan kekerasan oleh kepolisian setempat ditambah dengan adanya penculikan dan penangkapan demonstran. Namun setelah 26 tahun menjabat, mengapa demonstrasi sekarang lebih besar dibandingkan demonstrasi tahun-tahun sebelumnya?

Antara Ideologi Eropa dan Rusia
Berdasarkan sejarahnya, Belarusia merupakan negara perpecahan dari Uni Soviet yang berideologi komunis, di mana mayoritas warganya berbahasa Rusia. Kedekatan Belarusia dan Rusia membentuk hubungan ketergantungan Belarusia pada Rusia terutama dalam perekonomian dan keamanan negara, di mana Lukashenko menyatakan siap berperang jika ada negara Eropa maupun Amerika Serikat yang berupaya menyerang Rusia melalui Belarusia. Rusia juga mengatakan akan memberikan bantuan kekuatan militer untuk membantu memonitor ketidakstabilan sosial di Belarusia. Kedekatan ini cukup menunjukkan hubungan Lukashenko dengan Rusia, namun tetap saja terdapat pertentangan masyarakat Belarusia yang terus terjadi.

Secara geografis, Belarusia berbatasan dengan dua ideologi berbeda yakni liberal dari negara Eropa dan komunis dari Rusia sehingga Belarusia merupakan wilayah penting sebagai “buffer” kekuatan negara Eropa dan Rusia agar tidak langsung berbatasan dengan negara berideologi Komunis dari negara lain, vice versa. Nilai dan kekuatan ideologi ini penting sebagai instrumen mempertahankan kestabilan, kekuatan, dan pengaruh negara masing-masing, baik dilakukan dengan cara damai maupun kekerasan.

Domestik Belarusia
Walaupun pada masa ini Belarusia memiliki sistem presidensial dan Republik, namun sejarah kompleks Belarusia bersama Rusia membuat Lukashenko dari Partai Komunis sudah memerintah Belarusia sejak tahun 1994 hingga sekarang. Lukashenko atau “Europe’s Last Dictator” memimpin Belarusia secara otoriter dan menolak untuk melakukan dialog dengan pihak oposisi maupun masyarakatnya walaupun sudah terdapat demonstrasi sebelumnya yakni tahun 2011 yang diikuti ribuan orang.

Lalu, mengapa Lukashenko tetap berada di kekuasaan selama ini? Secara garis besar, kepemimpinan otoriter Lukashenko membuat kekuatan pertahanan keamanan yakni polisi dan militer tetap loyal dan mendukung posisi Lukashenko, yang ditambah dengan kedekatan dan dukungan dari Rusia. Kepemimpinan dan kekuatan ini cukup menahan desakan domestik, termasuk meredam kekuatan-kekuatan oposisi Belarusia. Demonstran yang turun ke jalan banyak yang diculik dan ditangkap, di mana pemimpin oposisi yang turut menyarakan demo ini yakni Tikhanovskaya sampai  “melarikan diri” ke Lithuania untuk alasan keamanannya dan keluarganya pada masa pemilu dan demonstrasi berlangsung.

Dikaitkan dengan hasil pemilihan Presiden Belarusia tanggal 9 Agustus 2020, dilaporkan terdapat manipulasi, di mana petugas pemilihan umum (pemilu) di Minsk, Vitebsk, dan beberapa wilayah lain mengatakan mereka diminta menandatangani dokumen yang menyatakan hasil pemilihan valid namun dengan jumlah total suara yang dikosongkan. Hasilnya adalah pemilu tersebut “memenangkan” Lukashenko dengan total 80% yang mendorong pertentangan banyak pihak termasuk oposisi dan aktivis yang turut memonitor penyelenggaraan pemilu dan menyatakan banyak menerima keluhan pelanggaran.

Melalui berbagai upaya mempertahankan kekuasaannya, Lukashenko menggunakan kekerasan dan menyalahi hak asasi manusia karena tindakan penculikan, penangkapan ribuan demonstran termasuk tewasnya dua demonstran yang menolak hasil “pemilu” Belarus bulan Agustus 2020 tersebut. Gerakan protes yang meluas ini menyebabkan konflik sosial antara masyarakat dan kekuatan pemerintah yang menjadi konflik nasional Belarus yang juga berpotensi menjadi penggerak gerakan-gerakan nasionalis lain di wilayah Rusia maupun Eropa.

Lalu apa yang mendasari gerakan protes ini? Setiap gerakan protes memiliki dasarnya masing-masing, di mana jika dilihat dari gerakan protes tahun 2011 lalu, protes ini didasari adanya permasalahan stagnasi ekonomi yang terus berlanjut bahkan hingga tahun-tahun berikutnya hingga sekarang. Stagnasi ekonomi di Belarusia membuat negara ini harus banyak bergantung dengan Rusia hingga sekarang, di mana tetap banyak masyarakat kehilangan pekerjaan dan adanya penurunan pendapatan. Kondisi ini mendorong masyarakat turun ke jalan untuk memprotes Lukashenko yang tidak mampu memberikan kesejahteraan pada masyarakat terutama dengan kondisi ketidakstabilan di era pandemi Covid-19.

Dengan ketidakpastian situasi ekonomi dan sosial ini, gerakan protes masyarakat tahun 2020 ini lebih meluas dan semakin besar yang ditambah dengan krisis politik melalui gerakan “anti-pemerintah” yang terus  mendesak Lukashenko mundur. Walaupun Svetlana Tikhanovskaya, oposisi Belarus, sudah pergi ke Lithuania, namun Ia tetap mendukung penyelenggaraan demonstrasi damai menentang Lukashenko dan menekan pemerintah untuk membebaskan tahanan politik dan menghargai hak dasar yakni hak asasi manusia masyarakat Belarus.

Gerakan demokratisasi di Belarus ini terjadi dikarenakan adanya ketidakstabilan berkepanjangan pemerintahan Lukashenko terutama secara ekonomi yang berdampak pada kondisi sosial dan politik masyarakat dan Belarus. Berdasarkan konsep legitimasi, disaat pemerintahan yang memiliki “legitimasi” memerintah tidak memberikan timbal balik yakni kesejahteraan, kestabilan sosial politik, maupun nilai kemasyarakatan maka kepemimpinannya berpotensi mengalami krisis legitimasi. Kepemimpinan maupun kekuasaan suatu pemerintahan ini bisa mengalami krisis kepercayaan dan dukungan yang berujung masyarakat mendesak pemerintah untuk turun dari kekuasaannya. Dilihat dari peningkatan jumlah masyarakat yang semakin meningkat dari periode demonstrasi di Belarus sejak 2011 hingga sekarang menunjukkan semakin banyak masyarakat yang menyadari  diperlukannya perubahan dalam pemerintahan untuk memperbaiki kondisi sosial.

 

Dalam kasus Belarus,  ideologi juga menjadi faktor penting yang mendorong perubahan dalam sistem pemerintahan Belarus, di mana pemerintahan Lukashenko banyak melakukan pelanggaran terhadap hak asasi manusia dan melakukan pelanggaran yakni manipulasi hasil pemilihan umum yang menjadi inti nilai demokrasi suatu negara. Selanjutnya, protes Belarus ini juga rentan intervensi asing, di mana baik Eropa dan Rusia sama-sama mencoba melindungi kepentingannya. Rusia berupaya membuat atau mengulur turunnya Lukashenko dikarenakan berpotensi menyebabkan meningkatkan isu pergerakan di Rusia. Di sisi lain, Eropa juga perlu mendukung demokratisasi Belarus sesuai dengan nilai demokrasi yang dijunjung oleh negara-negara di Eropa.