Diplomasi Publik Sebagai Jalan China Dalam Memperbaiki Citranya di Mata Internasional

Semenjak penemuan virus Covid-19 pada akhir Desember 2019 di Wuhan, China menjadi negara yang dituduh sebagai penyebab pandemi yang terjadi. Hal ini berdampak besar bagi hubungan internasional China dengan aktor internasional lainnya. Hubungan dengan Amerika Serikat (AS) pun memburuk karena AS menganggap China kurang transparan mengenai pandemi karena kepentingan politik dan masalah ekonomi yang memicu kecurigaan sejak awal.[1] Hipotesis dari bagaimana virus ini pertama kali tersebar belum mendapatkan titik terang, berbagai spekulasi menuduh China, seperti terjadinya kebocoran laboratoriumvirus secara sengaja maupun tidak,  sangat berdampak besar. Ketika semua negara menyalahkan China atas penyebaran Covid-19, China sendiri mengalami kerugian dan ikut menjadi korban pandemi seperti negara lainnya. Citra China di mata banyak negara sebenarnya cenderung negatif sejak beberapa tahun terakhir. Hal ini membuat Presiden China Xi Jinping menginginkan perubahan terkait citra negaranya di mata publik.

Pada 31 Mei 2021, Presiden China, Xi Jinping menginginkan China untuk belajar bagaimana berteman dan mempengaruhi dunia internasional. Xi Jinping mengatakan penting bagi China untuk membuat narasi positif tentang negaranya dan menghadirkan citra China yang kredibel, menyenangkan, dan terhormat.[2] China mulai dipandang negatif akibat apa yang terjadi pada Kaum Uighur di Xinjiang, China. Pemerintah di Xinjiang sendiri membantah tuduhan bahwa mereka telah menyiksa para tahanan kaum Uighur tersebut karena tidak ada bukti, namun bukti-bukti bermunculan terutama ketika Human Rights Watch mewawancarai para masyarakat Uighur yang pernah ditahan oleh pemerintah setempat. Kurangnya transparansi informasi dari China ini memang sangat kurang, dilansir dari Reporters Without Borders, China memiliki tingkat kebebasan pers yang rendah dengan urutan ke-177 yang diiingi dengan praktik diplomasi “Wolf Warrior” yang mulai terbentuk pada tahun 2019 ketika para diplomat tinggi mulai secara agresif menyuarakan dugaan penghinaan terhadap Tiongkok dalam konferensi pers atau di media sosial.[3]

Citra yang buruk tentu berpengaruh pada efektifitas pencapaian apa yang menjadi kepentingan nasional China. Dengan pemanfaatan media yang dikontrol oleh pemerintah, China menggunakan diplomasi publiknya untuk memperbaiki citranya. Diplomasi publik sendiri secara luas dipahami sebagai keterlibatan dan komunikasi suatu negara dengan publik asing, telah menjadi salah satu bagian penting dari keseluruhan diplomasi China dalam beberapa tahun terakhir.[4] Diplomasi publik ini digunakan sebagai penyalur narasi dan citra untuk kepentingan nasional mereka. Dengan adanya pandemi dan seluruh masyarakat di dunia dianjurkan untuk menjaga jarak antar satu dan lainnya, peran media menjadi sangat penting dan paling efektif untuk menggencarkan diplomasi publik China dan membuat citranya menjadi negara yang ramah.

Sentimen dunia terhadap China kemudian diperparah dengan pandemi Covid-19 yang diprediksi berasal dari Wuhan, China dan tidak transparannya pemerintahan Xi Jinping mengenai asal mulanya virus yang menyebabkan pandemi sejak akhir 2019. Hubungan China dengan banyak negara juga tidak terlalu baik, China hanya memiliki hubungan erat beberapa negara seperti Rusia, Korea Utara, dan negara-negara Afrika, namun China dipandang buruk oleh negara-negara kuat seperti AS dan juga negara-negara yang memiliki hubungan baik dengan AS seperti Jepang. Laporan Pew Research dari akhir 2020 menemukan bahwa dari 14 negara yang disurvei di seluruh Eropa, Amerika Utara, dan Asia Timur, masing-masing memiliki pandangan negatif mayoritas terhadap China.[5]

Perseteruan antara China dan AS pun kerap terjadi pada masa kepresidenan Trump yang membuat AS memberlakukan tarif dan pembatasan perdagangan. China memang sedang gencar-gencarnya dalam mengembangkan perekonomian mereka yang terkadang tidak disambut baik oleh AS dan menambah buruk citra China, padahal kedua negara kuat secara ekonomi ini seharusnya dapat bekerja sama khususnya untuk menanggulangi pandemi. Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo pada masa pemerintahan Trump secara eskplisit menuduh China sebagai dalang dari pandemi karena China dinilai lambat dalam menginformasikan penyebaran virus corona.[6] Dimana China sendiri sebenarnya mengklaim bahwa Covid-19 berasal dari luar negeri dan masuk ke Tiongkok melalui makanan beku yang terkontaminasi atau atlet asing yang bertanding di World Military Games di Wuhan pada Oktober 2019.[7] Sejalan dengan rencana Xi Jinping, langkah diplomasi publik mulai dilakukan oleh China, yang disebarkan lewat berbagai media dan terkait hubungannya dengan AS, Presiden China mengatakan bahwa ia ingin memperbaiki hubungan dengan AS di era Presiden Joe Biden yang menyatakan bahwa tujuan China tidak berniat untuk menentang ataupun menggantikan posisi AS di tatanan internasional.[8]

Selain dengan AS, sejak Xi Jinping meluncurkan program Belt and Road Initiatives (BRI) pada tahun 2013, tentu China perlu membentuk citra baik terutama dari negara-negara yang bekerja sama dengannya, yang menjadi alasan mengapa kini China berusaha menjadi negara yang lebih ramah. Untuk memperlihatkan “wajah”China yang lebih baik, China memiliki keunggulan dimana media pemerintah dan swasta China berada di bawah kendali Partai Komunis yang ketat jika dimanfaatkan dengan benar.[9] Pengawasan media secara ketat ini seharusnya jika dilakukan dengan tepat, dapat membentuk opini masyarakat di luar China dengan lebih mudah. Selain itu, usaha China sendiri terkait korban terbesar dari Covid-19 ini, mereka mengekspor vaksin, pada 2 Juni 2021, Kementerian Luar Negeri China menyatakan bahwa China telah memberikan “lebih dari 350 juta dosis vaksin kepada masyarakat internasional, termasuk bantuan vaksin ke lebih dari 80 negara dan ekspor vaksin ke lebih dari 40 negara.”[10] Inisiasi China untuk merubah dirinya tentu dapat mempengaruhi bagaimana masyarakat intenasional memandang negara tersebut, namun seberapa efektif peran media untuk memperbaiki citra China lewat diplomasi publik menjadi tanggung jawab China dalam memanfaatkan apa dan cara apa yang mereka gunakan untuk keberlangsungan kebijakan luar negerinya dan mencoret nama China sebagai penyebab pandemi Covid-19.


[1] Paul Haenle, “What the Coronavirus Means for China’s Foreign Policy”, Carnegie Endowment For International Peace, 11 Maret 2020, https://carnegieendowment.org/2020/03/11/what-coronavirus-means-for-china-s-foreign-policy-pub-81259

[2] Ben Westcott dan Nectar Gan, “Xi Jinping wants to ‘make friends’ with the world. But Beijing can’t kick its wolf warrior habits”, CNN, 2 Juni 2021, https://edition.cnn.com/2021/06/02/china/xi-jinping-beijing-diplomacy-wolf-warriors-intl-mic-hnk/index.html

[3] Ibid.

[4] Falk Hartig, “How China Understands Public Diplomacy: The Importance of National Image for National Interests”, International Studies Review (2016) 0, 1–26, hlm. 1

[5] Op. Cit., Ben Westcott dan Nectar Gan

[6] Jamie P. Horsley, “Let’s end the COVID-19 blame game: Reconsidering China’s role in the pandemic”, Brookings, 19 Agustus 2020, https://www.brookings.edu/blog/order-from-chaos/2020/08/19/lets-end-the-Covid-19-blame-game-reconsidering-chinas-role-in-the-pandemic/

[7] David Stanways, “China seeks to avoid blame for coronavirus pandemic as WHO probe looms”, Global News, 5 Januari 2021, https://globalnews.ca/news/7555531/china-origins-who-probe-narrative/

[8] CNN Indonesia, “China Ingin Perbaiki Hubungan, Minta AS Setop Intervensi“, CNN, 22 Februari 2021, https://www.cnnindonesia.com/internasional/20210222124601-113-609316/china-ingin-perbaiki-hubungan-minta-as-setop-intervensi

[9] RSF, “Regimes uses Covid-19 to clamp down even more”, Reporters Without Borders, https://rsf.org/en/china

[10] “China COVID-19 Vaccine Tracker”, Bridge, https://bridgebeijing.com/our-publications/our-publications-1/china-Covid-19-vaccines-tracker/