Rusia Merasa Layak Untuk Kembali Ke Dewan Hak Asasi Manusia PBB

Rusia secara aktif berupaya untuk kembali menjadi bagian dari Dewan Hak Asasi Manusia PBB, meski sempat ditangguhkan tahun lalu karena intervensi militernya di Ukraina. Konflik di Ukraina terus berlanjut, disertai dengan banyaknya investigasi PBB terkait pelanggaran HAM oleh Rusia. Bahkan, Pengadilan Kriminal Internasional telah mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Presiden Rusia, Vladimir Putin terkait deportasi anak-anak Ukraina. Meskipun demikian, Moskow tetap berusaha untuk mendapatkan suara dukungan untuk kembali masuk ke Dewan HAM PBB.

Pemungutan suara Dewan Hak Asasi Manusia mendatang akan menawarkan perspektif baru mengenai bagaimana masyarakat global memandang Rusia saat ini. Pemungutan suara dijadwalkan berlangsung di Majelis Umum PBB di New York, dan dilakukan secara rahasia. Untuk mendukung pencalonannya, Misi Rusia untuk PBB menyelenggarakan sebuah acara di New York, di mana Duta Besar Rusia, Vassily Nebenzia menekankan kesiapan negaranya untuk memajukan hak asasi manusia sebagai sarana untuk mendorong rekonsiliasi antar negara dan kelompok, daripada “melanggengkan” perselisihan.

Di sisi lain, perwakilan AS tidak henti-hentinya mengingatkan negara-negara mengenai pelanggaran hak asasi manusia akibat invasi Moskow yang tidak beralasan. Meskipun proses pemungutan suara secara teoritis mempertimbangkan catatan hak asasi manusia dan komitmen para kandidat, pemungutan suara secara rahasia memberikan kesempatan kepada negara-negara untuk menyampaikan pesan-pesan mereka sendiri. Beberapa negara mungkin mendukung Rusia untuk menunjukkan ketidaksetujuan mereka terhadap perilaku AS sebagai negara adidaya global, sementara negara lain mungkin bergantung pada Rusia untuk sumber daya penting seperti pangan dan biji-bijian.

Rusia merupakan anggota Dewan Hak Asasi Manusia pada bulan Januari 2021. Namun, pada bulan April 2022, Rusia membuat sejarah dengan menjadi negara pertama yang dikeluarkan dari dewan tersebut sejak Libya pada tahun 2011. Langkah untuk mengusir Moskow mendapat dukungan besar, dengan 93 mendukung, 24 menentang, dan 58 abstain. Khususnya, Tiongkok, Kuba, Korea Utara, Iran, Suriah, dan Vietnam, bersama Rusia, menentang tindakan tersebut, sementara Brasil, Afrika Selatan, Meksiko, Mesir, dan Arab Saudi abstain.