Pesan strategis Jepang yang terus berkembang ke Indo-Pasifik dan sekitarnya

Sebuah evolusi yang diam-diam tetapi sangat signifikan dalam pesan strategis Jepang telah terjadi dalam beberapa tahun terakhir. Para diplomat Tokyo sekarang berbicara tentang ‘tatanan internasional yang bebas dan terbuka berdasarkan aturan hukum’ daripada ‘Indo-Pasifik yang bebas dan terbuka (free and open Indo-Pacific/FOIP)’ yang lebih dikenal. Memang, ‘tatanan internasional yang bebas dan terbuka’ atau (free and open international order/FOIO) sering kali diulang-ulang oleh para pemimpin dan diplomat Jepang dan tampaknya telah membayangi FOIP yang telah disusun dan diadvokasi oleh Jepang sejak tahun 2016.[1]

Beberapa contoh terbaru dari hal ini termasuk Strategi Keamanan Nasional Jepang yang direvisi yang dikeluarkan pada Desember 2022. Strategi itu menetapkan, sebagai kepentingan nasional Jepang, bahwa ‘Jepang akan mempertahankan dan mengembangkan tatanan internasional yang bebas dan terbuka, terutama di kawasan Indo-Pasifik tempat Jepang berada’ (penekanan ditambahkan). Pidato kebijakan oleh Perdana Menteri Fumio Kishida di Diet pada Januari 2023 juga menekankan ‘kemauan politik yang kuat untuk menegakkan tatanan internasional yang bebas dan terbuka berdasarkan supremasi hukum’ (penekanan ditambahkan) yang akan disampaikan oleh Jepang pada saat KTT Kelompok Tujuh (G7) di Hiroshima.[2] Dalam kedua kasus tersebut, penyebutan FOIP hanya muncul setelah nomenklatur yang bertele-tele.

Bahkan ketika Kishida meluncurkan ‘Rencana Baru Jepang untuk FOIP’ di New Delhi pada Maret 2023, dia secara mencolok menyebutkan FOIO – meskipun di bagian akhir.[3] Tetapi kehadirannya menggarisbawahi poin Kishida bahwa ‘Jepang dan India memiliki tanggung jawab besar untuk mempertahankan dan memperkuat “tatanan internasional yang bebas dan terbuka berdasarkan aturan hukum”‘.

Bagaimana kita harus memahami hubungan antara FOIP ‘lama’ dan FOIO ‘baru’? Apa logika di balik komunikasi strategis Tokyo? Meskipun pergeseran retorika ini lebih dapat dipahami jika dikontekstualisasikan dengan apa yang Jepang gambarkan sebagai ‘titik balik dalam sejarah’ yang dihasilkan oleh perang Rusia-Ukraina,[4] hal ini tetap saja disebabkan oleh perubahan-perubahan yang terjadi di Tokyo dan cara mereka memandang dunia.

 

Perjuangan Jepang untuk ‘tatanan internasional yang bebas dan terbuka’

Sejak mendiang Perdana Menteri Shinzo Abe mengemukakan gagasan ‘Pertemuan Dua Samudra’ di New Delhi pada tahun 2007,[5] Jepang telah berusaha untuk menjadi pemimpin pemikiran dan kekuatan normatif Indo-Pasifik. FOIP Jepang, yang secara resmi diluncurkan pada Agustus 2016,[6] menekankan nilai-nilai kebebasan dan keterbukaan serta menggambarkan puncak pemikiran diplomatik dan normatif Tokyo. Ketika konsep Indo-Pasifik berkembang menjadi ‘strategi geografi’,[7] Jepang kemudian menyesuaikan strategi besarnya agar sesuai dengan geografi Indo-Pasifik yang terbatas.

Apa yang sering diabaikan adalah bahwa pada awal tahun 2017, Tokyo juga memperkenalkan istilah ‘tatanan internasional yang bebas dan terbuka’ (jiyū de hirakareta kokusai chitsujo) ke dalam wacana resminya. Terminologi ‘baru’ ini, bagaimanapun juga, merupakan cerminan dari narasi resmi dan tidak resmi jauh sebelum FOIP. Sebagai contoh, Pedoman Program Pertahanan Nasional untuk tahun fiskal 2011 dan seterusnya, menjabarkan[8] sebagai prinsip-prinsip dasarnya tujuan untuk ‘mencegah munculnya ancaman untuk mempertahankan dan memperkuat tatanan internasional yang bebas dan terbuka’  pada bulan Desember 2010.

Meskipun FOIP menjadi inisiatif kebijakan luar negeri utama Jepang,[9] FOIO juga tetap menjadi motif utama dalam wacana resmi. Pada bulan Januari 2017, Menteri Luar Negeri Kishida menulis[10] di surat kabar Prancis Le Figaro: ‘Sangat penting bagi Jepang dan Eropa untuk mendukung tatanan internasional yang bebas dan terbukadengan secara aktif berkolaborasi dalam mempromosikan supremasi hukum’ (diterjemahkan oleh penulis dan ditambahkan penekanan)’. Sebagai contoh lain, pada Juli 2021, Menteri Luar Negeri Jepang saat itu, Toshimitsu Motegi, menyumbangkan sebuah artikel kepada Prensa Libre, sebuah surat kabar Guatemala yang berjudul[11] ‘Mempromosikan pemeliharaan dan penguatan tatanan internasional yang bebas dan terbuka bersama dengan negara-negara Amerika Tengah’ (diterjemahkan oleh penulis dan ditambahkan penekanan). Teks Motegi tidak menyebutkan ‘FOIP’ atau ‘Indo-Pasifik’, meskipun Guatemala terletak di pesisir Samudra Pasifik.

FOIO mendapatkan daya tarik pada periode 2022-2023, yang sering dipasangkan dengan frasa ‘supremasi hukum di antara bangsa-bangsa’.[12] Jepang terus mendorong visinya tentang “tatanan internasional yang bebas dan terbuka berdasarkan aturan hukum”, seperti yang telah disebutkan, di arena internasional ketika Jepang menjadi Ketua G7. Namun, dalam retrospeksi, alih-alih menjadi suatu mutasi baru, gagasan FOIO yang lebih universal telah secara konsisten menginformasikan dan mendukung visi FOIP Tokyo yang terikat pada kawasan. Yang berubah adalah penekanan pesan strategis Jepang. Setelah menorehkan keberhasilan yang signifikan dalam melestarikan tatanan internasional berbasis aturan di Indo-Pasifik melalui FOIP, Tokyo sekarang siap untuk melibatkan seluruh dunia dengan apa yang diharapkannya sebagai visi FOIO yang menarik secara universal.

 

Bergerak melampaui Indo-Pasifik

Promosi FOIO baru-baru ini menggambarkan pergeseran spasial yang signifikan dalam pesan strategis Jepang. FOIO Jepang melanjutkan perannya sebagai ‘pemimpin pemikiran’ tatanan berbasis aturan dan penjaga moral FOIP. Kekuatannya ditemukan dalam fokusnya pada hal-hal penting dari keberadaan sebagai komunitas bangsa. FOIO menekankan kedaulatan dan integritas teritorial serta menghindari tema-tema yang lebih kontroversial seperti hak asasi manusia dan demokrasi. Dengan demikian, FOIO diharapkan dapat berfungsi sebagai ‘penyebut umum’ untuk keterlibatan global Jepang. Meskipun PM Kishida terus membela ‘martabat manusia’,[13] narasi dan pendiriannya bersifat akomodatif dan inklusif, sangat berbeda dengan para pemimpin liberal Barat. Oleh karena itu, pesan FOIO Tokyo jelas ditujukan untuk menghasilkan dukungan ‘Global South’[14] yang meluas – jauh melampaui batas geografis Indo-Pasifik. Hasilnya adalah banyak pemimpin negara, termasuk Perdana Menteri India Narendra Modi, secara terbuka mendukung tujuan Jepang.[15]

Meskipun menjanjikan, “tatanan internasional yang bebas dan terbuka berdasarkan aturan hukum” memiliki beberapa kekurangan. Hal ini tentu saja memiliki daya tarik yang lebih kecil dibandingkan dengan “Indo-Pasifik yang bebas dan terbuka” yang menggugah, yang diungkapkan oleh Abe: “Ketika saya mendengar kata-kata “Indo-Pasifik yang bebas dan terbuka”, yang muncul di benak saya adalah pemandangan laut yang begitu luas”. Seruan baru Jepang tentu saja tidak banyak membantu untuk membangkitkan emosi seperti itu.

Tentu saja, FOIO didukung oleh aturan hukum internasional dan prinsip-prinsip hukum terkait yang selalu ditunjukkan oleh Jepang; yang secara universal disetujui oleh negara-negara di dunia dalam perjanjian, deklarasi, dan pandangan-pandangan-teori, meskipun tidak dalam praktiknya.

Para pemimpin dan pembuat kebijakan Jepang telah membangun ‘persenjataan pemikiran strategis’ yang kuat yang dapat digunakan secara fleksibel untuk memenuhi tantangan keamanan dunia yang dinamis. Di tingkat global, penekanan FOIO akan memungkinkan Jepang untuk berinteraksi dengan secara lancar dengan wilayah yang tidak tercakup dalam geografi Indo-Pasifik dan menegaskan prinsip-prinsip dasar hukum internasional. Menteri Luar Negeri Jepang dengan tepat menekankan FOIO dalam pesannya kepada Guatemala. Ini merupakan pendahulu yang fasih untuk pesan Jepang saat ini, karena revisionisme Venezuela[16] terhadap negara tetangganya, Guyana, antara lain, menunjukkan ketepatan pendekatan FOIO Jepang.

 

FOIP dan FOIO dalam sinergi

Meskipun demikian, kegunaan dan kekuatan FOIO tidak dapat dipisahkan dari saudaranya yang lebih terkenal, yaitu FOIP. FOIP dan FOIO dapat menemukan sinergi yang kuat ketika digunakan dengan cekatan oleh para pemimpin Jepang. Terlepas dari daya tarik global FOIO, pemerintahan saat ini dan yang akan datang tidak boleh menyia-nyiakan keberhasilan diplomatik dan strategis yang direalisasikan oleh prakarsa Indo-Pasifik Tokyo. Mengingat tantangan keamanan yang ada, Indo-Pasifik tetaplah penting.

Seperti yang dinyatakan oleh Kishida dan Presiden AS Joe Biden,[17] kawasan Indo-Pasifik menghadapi ‘tantangan strategis yang semakin meningkat terhadap tatanan internasional berbasis aturan’. Jepang, bersama dengan India dan mitra Quad-nya, tidak boleh meninggalkan FOIP – di mana Jepang merupakan salah satu penggagasnya – maupun agenda dan geografi FOIP. ‘Indo-Pasifik’ telah menjadi sinonim untuk alarm terhadap revisionisme China. Ini melambangkan perlawanan yang sah dari sebagian besar negara kepulauan dari Inggris ke India hingga Jepang, meskipun dianggap sebagai ‘buih laut’[18] oleh kepemimpinan Komunis China. Hal ini juga secara implisit menyoroti lokasi kritis dan peran strategis yang dimainkan oleh India: apa yang dilakukan India sangat penting dalam distribusi kekuasaan yang berkembang di seluruh dunia. Referensi eksplisit terhadap Indo-Pasifik menggarisbawahi fakta penting ini.

Singkatnya, para pembuat kebijakan Jepang harus fleksibel dalam menyulap berbagai geografi. Oleh karena itu, Tokyo harus memprioritaskan dan merelatifkan geografi Indo-Pasifik, sesuai kebutuhan, di masa depan. Hal ini dapat digunakan bersama dengan referensi geografis lain yang sudah dikenal dengan implikasi yang lebih strategis: ‘Asia-Pasifik’, ‘Pasifik Barat’, dan ‘Asia Timur’ – dengan titik nyala Taiwan yang selalu diingat – adalah beberapa contohnya. Sebagai buktinya, apa yang kita sebut sebagai ‘Quad Asia-Pasifik’ dengan Filipina[19] telah menjadi lapisan tambahan pada ‘Quad Indo-Pasifik’ dengan India.

Terletak di lingkungan yang penuh ancaman, Jepang berada di garis depan dalam menghadapi tantangan yang meningkat. Sebagai pemberi suara tepercaya di arena internasional, Jepang harus dengan penuh semangat mempromosikan FOIP dan FOIO untuk menjalin konsensus dengan lingkaran besar negara-negara, khususnya, mereka yang berada di Selatan secara politis – tidak ada negara lain yang memiliki posisi yang lebih baik daripada Jepang untuk memainkan peran ini. Hal ini akan bermanfaat tidak hanya bagi Jepang, tetapi juga bagi dunia yang semakin tidak stabil dan tidak dapat diprediksi.

[1]Kei Hakata. RIP FOIP? Examining Japan’s New Foreign Policy Mantra. The Dipomats. 3 November 2023. https://thediplomat.com/2023/11/rip-foip-examining-japans-new-foreign-policy-mantra/

[2] Prime Minister’s Office of Japan. Policy Speech by Prime Minister KISHIDA Fumio to the 211th Session of the Diet. 23 Januari 2023. https://japan.kantei.go.jp/101_kishida/statement/202301/_00012.html

[3] Fumio Kishida. The Future of the Ind-Pacific. 20 Maret 2023. https://www.mofa.go.jp/files/100477739.pdf

[4] Prime Minister’s Office of Japan. Policy Speech by Prime Minister KISHIDA Fumio to the 211th Session of the Diet. 23 Januari 2023. https://japan.kantei.go.jp/101_kishida/statement/202301/_00012.html

[5] Ministry of Foreign Affairs of Japan. Confluence of the Two Seas. 22 Agustus 2007 https://www.mofa.go.jp/region/asia-paci/pmv0708/speech-2.html

[6] Ministry of Foreign Affairs of JapanAddress by Prome Minster Shinxo Abe at the Opening Session of the Sixth Tokyo International Conference on African Development (TICAD VI). 27 Agustus 2016. https://www.mofa.go.jp/afr/af2/page4e_000496.html

[7] Hakata, K., & Cannon, B. J. (2022). The Indo-Pacific as an emerging geography of strategies. In Indo-Pacific Strategies (pp. 3-21). Routledge.

[8] National Defense Program Guidelines for FY 2011 and beyond. https://japan.kantei.go.jp/kakugikettei/2010/ndpg_e.pdf

[9] Aizawa, T., & Rossiter, A. (2020). Decoding Japan’s “free and open Indo-Pacific” concept. In Conflict and Cooperation in the Indo-Pacific (pp. 39-54). Routledge.

[10] Figaro Vox. Fumio Kishida: “Japan considers France a privileged partner in defense matters”. 1 Mei 2017. https://www.lefigaro.fr/vox/monde/2017/01/05/31002-20170105ARTFIG00216-fumio-kishida-le-japon-considere-la-france-comme-un-partenaire-privilegie-en-matiere-de-defense.php

[11] Ministry of Foreign Affairs of Japan. https://www.mofa.go.jp/mofaj/files/100215291.pdf

[12] Ministry of Foreign Affairs of Japan. 3 Januari 2023. https://www.mofa.go.jp/mofaj/files/100492843.pdf

[13] Prime Minister’s Office of Japan. Adress by Prime Minster Kishida at Seventy-Eight Session of the United Nations General Assembly. 19 September 2023. https://japan.kantei.go.jp/101_kishida/statement/202309/19unga.html

[14] Brendon J Cannon & Kei Hakata. Japan as the Global South’s Advocate Why the ’Rule of Law’ Benefits All. RUSI. 22 Mei 2023. https://www.rusi.org/explore-our-research/publications/commentary/japan-global-souths-advocate-why-rule-law-benefits-all

[15] Ministry of Foreign Affairs of Japan. Japan-India Summit Meeting. 9 September 2023. https://www.mofa.go.jp/s_sa/sw/in/page1e_000760.html

[16] The Hindu. Venezuela: vote shows overwhelming”support for claim on region of Guyana. 5 Desember 2023. https://www.thehindu.com/news/international/venezuela-vote-shows-overwhelming-support-for-claim-on-region-of-guyana/article67604673.ece

[17] Ministry of Foreign Affairs of Japan. Japan-U.S. Joint Leader’s Stetement”-Strengthening the Free and Open International Order- . 23 Mei 2023. https://www.mofa.go.jp/files/100347252.pdf

[18] Ministry of Foreign Affairs of the People’s Republic of China. Foreign Minister Wang Yi Meets the Press. 9 Maret 2018. https://www.fmprc.gov.cn/eng/wjb_663304/wjbz_663308/2461_663310/201803/t20180309_468677.html

[19] Ryo Nakamuara. Philippines to step up ties with U.S.-Japan-Australia coalition. Asia Nikkei. 3 Juni 2023. https://asia.nikkei.com/Politics/International-relations/Indo-Pacific/Philippines-to-step-up-ties-with-U.S.-Japan-Australia-coalition