Mengenal John Lee: Pemimpin Baru Hong Kong Loyalis China

Dalam pemilihan umum “terbuka, adil, dan jujur” Hong Kong, John Lee, ditunjuk sebagai pemimpin baru bagi negara pusat bisnis tersebut pada Minggu, 8 Mei 2022. Lee ditunjuk oleh sebagian besar komite yang pro-Beijing dan menjadi satu-satunya calon tunggal Kepala Eksekutif Hong Kong pada pemilu kali ini. Pada rapat umum politik singkat pada 6 Mei 2022, Lee, dengan slogannya “Bersama memulai babak baru Hong Kong” menekankan pentingnya komunitas dan berjanji untuk “menjadikan Hong Kong tempat harapan” setelah penunjukkannya[1]

Lee telah menjelaskan jenis pemerintahan yang akan ia bentuk: pemerintahan yang semakin dekat dengan China daratan. Pada pembukaan manifesto kebijakannya pada tanggal 29 April, Lee menekankan perlunya mengintegrasikan Hong Kong dengan kota-kota China lainnya yang penting secara ekonomi. Tidak ada terjemahan bahasa Inggris yang disediakan, meskipun bahasa Inggris menjadi salah satu dari dua bahasa resmi Hong Kong — sangat kontras dengan sebagian besar acara pemerintah hingga saat ini dilansir dari CNN.[2]

Siapa John Lee dan mengapa komite memilihnya?

John Lee, pria kelahiran tahun 1957 di Hong Kong merupakan seorang anggota Kepolisian Hongkong. Selama lebih dari 30 tahun karirnya, Lee telah memegang beberapa jabatan termasuk inspektur kepala, asisten komisar, dan beberapa jabatan penting lainnya yang berhasil membongkar sejumlah kasus penting. Hingga pada 2017, Lee ditunjuk oleh Dewan Negara sebagai sekretaris keamanan pemerintah SAR Hong Kong.[3]

Lee sendiri dinilai menjadi kandidat kuat bagi komite pro-China karena dinilai “sudah terkenal sulit untuk dihadapi” dan tampak memusuhi jurnalis atau anggota parlemen oposisi yang mengajukan pertanyaan atau tantangan bagi pemerintah Hong Kong.[4] Walaupun begitu, pendukung Lee menolak gambaran karakterisasi tersebut. Seorang anggota parlemen pro-Beijing, Ma Fung-kwok, mengatakan Lee telah menunjukkan “keterampilan kepemimpinan” dalam menangani protes dan pandemi, menurut penyiar publik RTHK.[5]

Selama menjabat, Lee menjadi profil penting dari undang-undang keamanan nasional dan yang menangkap puluhan aktivis karena protes masyarakat Hong Kong sejak 9 Juni 2019 akibat RUU ekstradisi kontroversial. Protes besar selama berbulan-bulan dengan pertumpahan darah dan tindakan keras dari otoritas pemerintah itu dinilai belum pernah terjadi sebelumnya. Ditunjuknya Lee sebagai pemimpin baru menimbulkan rasa ketakutan bagi masyarakat yang pro-demokrasi karena ditakutkan bahwa Hong Kong akan lebih dipengaruhi oleh China dan dibungkamnya kebebasan pers, berbicara, dan berkumpul yang merupakan dasar dari demokrasi bagi negara tersebut.

Dilansir dari CNN, kenaikan Lee dikaitkan dengan arah pemerintahan Hong Kong yang sebelumnya dikatakan sebagai salah satu negara demokrasi yang cukup baik.[6] Lee sendiri dikatakan akan berupaya untuk memperkenalkan undang-undang keamanan nasional yang menjadi salah satu tuntutan dari masyarakat Hong Kong yang menimbulkan bentrok besar sejak 3 tahun lalu.

Penarikan RUU hanyalah salah satu dari lima tuntutan populer oleh pengunjuk rasa; lainnya termasuk hak pilih universal dan akuntabilitas dari polisi. Kritikus khawatir Beijing dapat menggunakan undang-undang tersebut untuk menuntut dan melakukan penangkapan terhadap penduduk Hong Kong yang menginginkan Hong Kong lepas dari China.[7] Pada puncak krisis, pengunjuk rasa dan polisi bentrok hampir setiap minggu, dengan demonstran melemparkan batu bata dan bom molotov dan petugas menanggapi dengan gas air mata, peluru karet, dan kadang-kadang peluru tajam.[8] Kekerasan mempolarisasi kota, memperkuat runtuhnya kepercayaan antara publik dan pihak berwenang.

Terkait protes besar tersebut, Lee justru memuji para perwiranya sebagai “berani” dan mengutuk pengunjuk rasa sebagai “radikal” yang menabur “teror.” Ketika ratusan pengunjuk rasa – banyak siswa sekolah menengah – menduduki universitas selama lebih dari seminggu, polisi mengepung kampus di mana Lee menyatakan: “Kami akan menangkap mereka semua”.[9]

Lee sebelumnya juga menyuarakan dukungan untuk undang-undang terkait “berita palsu” yang memicu protes karena kendali terhadap berita akan semakin sempit bagi media dan pers. Pada Mei 2022, peringkat kebebasan pers daerah administrasi khusus China itu jatuh ke rekor terendah 148 di antara 180 lokasi, dibandingkan dengan peringkatnya yang ke-73 pada 2019.

Meskipun demikian, Kepala Eksekutif sebelumnya Lam terus mengklaim bahwa lingkungan media Hong Kong “seaktif seperti biasanya,” meskipun dia memperingatkan pekan lalu bahwa “organisasi media tidak kebal hukum … termasuk hukum keamanan nasional.”

Ketika ditanya oleh CNN tentang tuduhan berkurangnya kebebasan politik, juru bicara pemerintah menjawab bahwa hak-hak penduduk Hong Kong “dilindungi sesuai dengan hukum” — tetapi “banyak kebebasan dan hak tidak mutlak, dan dapat dibatasi untuk alasan termasuk perlindungan keamanan nasional dan keselamatan publik.”.[10]

 

Bagaimana kelanjutan Hong Kong?

Dilihat dari latar belakang dan kebijakan yang dilakukan Lee, hal ini memperlihatkan dengan jelas mengapa komite memilih pria berusia 57 tahun tersebut.  Pemerintah Pro-Beijing mengatakan dapat dikatakan menginginkan kelanjutan dari pemerintah ‘garis keras’ dari dua tahun ke belakang yang menjadi fokus dari protes masyarakat Hong Kong. Cheng, aktivis Hong Kong pro-demokrasi yang pindah ke Selandia Baru, mengatakan bahwa “Tidak ada toleransi terhadap oposisi politik … akan ada sangat sedikit toleransi terhadap media independen, dan sangat sedikit toleransi terhadap operasional organisasi masyarakat sipil,” kata Cheng.[11]

Meskipun dinilai sebagai negara demokrasi, Hong Kong tidak pernah menjadi negara demokrasi. Hak pemilihan secara umum, jujur, dan adil tidak benar-benar dilaksanakan. Pemimpin dari wilayah administrasi spesial Beijing itu malah dipilih oleh “panitia pemilihan” yang saat ini terdiri dari 1.461 orang -kira-kira 0,02 persen dari populasi Hong Kong.[12] Dilansir dari AFP, setelah pemungutan suara rahasia singkat pada Minggu, 99 persen dari mereka yang memberikan suara (1.416 anggota) memilih Lee, sementara hanya delapan yang menolak, menurut para pejabat.[13]

Penduduk lokal, ekspatriat, dan perusahaan asing berbondong-bondong meninggalkan kota. Lebih dari 100.000 warga Hong Kong mengajukan permohonan visa baru yang menawarkan jalur kewarganegaraan di Inggris tahun lalu; dan pada bulan Februari dan Maret tahun ini, lebih dari 180.000 orang meninggalkan kota sementara hanya sekitar 39.000 yang masuk, menurut data imigrasi.

[1] “John Lee elected as Hong Kong’s next chief executive”, Al Jazeera, 8 Mei 2022, https://www.aljazeera.com/news/2022/5/8/john-lee-elected-as-hong-kongs-next-chief-executive

[2] Jessie Yeung, “Hong Kong’s next leader is a hardline former police officer who took on the city’s protesters”, CNN, 9 Mei 2022, https://edition.cnn.com/2022/05/07/asia/john-lee-hong-kong-chief-executive-intl-hnk-dst/index.html

[3] “John Lee: Who is Hong Kong’s new hardline pro-Beijing leader?”, BBC, 8 Mei 2022,

https://www.bbc.com/news/world-asia-china-61267490

[4] Op. Cit., Jessie Yeung

[5] Ibid.

[6] Ibid.

[7] Ibid.

[8] “The Hong Kong protests explained in 100 and 500 words”, BBC, 28 November 2019,

https://www.bbc.com/news/world-asia-china-49317695

[9] Cannix Yau dan Clifford Lo, “Hong Kong security chief John Lee praises police for railway station actions during night of protest mayhem”, South China Morning Post, 2 September 2019. https://www.scmp.com/news/hong-kong/law-and-crime/article/3025391/hong-kong-security-chief-john-lee-praises-police

[10] Op. Cit., Jessie Yeung

[11] Ibid.

[12] “Ex-security chief poised to become Hong Kong’s next leader”, France 24, 8 Mei 2022, https://www.france24.com/en/live-news/20220508-ex-security-chief-poised-to-become-hong-kong-s-next-leader

[13] Ibid.