China Klaim ‘Matahari Buatan’ 5 Kali Lebih Panas

Bukan hal baru bahwa China terus mengembangkan kemampuan proyek ‘Matahari Buatan’ nya. China bersama ribuan penelitinya sejak tahun 2006 lalu sudah mengembangkan proyek mahal ini. Perkembangan saat ini, rekor baru terus dicetak oleh matahari buatan China tersebut.

China mengklaim matahari buatannya memiliki suhu 5 kali lebih panas dibandingkan dengan matahari asli. Reaktor energi fusi China tersebut mampu beroperasi selama 1.056 detik dengan suhu 70 juta derajat Celcius. Temperatur dari matahari asli hanya mencapai 15 juta derajat Celcius.

 

Proyek matahari buatan yang ramah lingkungan

Pencapaian dalam proyek  ini memberikan dampak kecil, namun cukup signifikan dalam upaya pembuatan sumber energi yang ramah lingkungan. Selain itu juga, proyek energi ini diyakinin akan hampir tak terbatas ini.

Ribuan ilmuwan telah mencoba memanfaatkan kekuatan fusi nuklir – proses di mana bintang-bintang terbakar – selama lebih dari 70 tahun.

Dengan menggabungkan atom hidrogen untuk membuat helium di bawah tekanan dan suhu yang sangat tinggi, “deret bintang’ mampu mengubah materi menjadi cahaya dan panas. Dengan begitu, dapat menghasilkan energi dalam jumlah besar tanpa menghasilkan gas rumah kaca atau limbah radioaktif tahan lama.

Peneliti juga mempercayai bahwa fusi nuklir akan membantu manusia memaksimalkan produksi energi ramah lingkungan. Namun, mengingat sulitnya pengembangan teknologi ini, saat ini reaktor fusi nuklir hanya digunakan dalam laboratorium.

Pencapaian baru matahari buatan China menjadikan proyek ini memiliki durasi terlama reaktor China’s Experimental Advanced Superconducting Tokamak (EAST) yang dikembangkan oleh China National Nuclear Corporation (CNNC).

Proyek eksperimen China ini mengalahkan rekor proyek Prancis yakni Tore Supra Tokamak di tahun 2003 lalu. Pada saat itu, reaktor Prancis hanya mampu beroperasi sekitar 390 detik, meski dengan suhu yang serupa.

 

Proses pengembangan matahari buatan rumit

Pengembangan proyek ini tidaklah mudah dan murah. Salah satu masalah utama adalah bagaimana menangani plasma yang cukup panas untuk melebur. Reaktor fusi membutuhkan suhu yang sangat tinggi — berkali-kali lebih panas daripada matahari — karena alat tersebut harus beroperasi pada tekanan yang jauh lebih rendah daripada tempat fusi yang secara alami terjadi di dalam inti bintang.

Selanjutnya, memanaskan plasma ke suhu yang lebih panas dari matahari adalah bagian yang relatif mudah, tetapi menemukan cara untuk menahan sehingga tidak membakar dinding reaktor (baik dengan laser atau medan magnet) tanpa merusak proses fusi secara teknis memang rumit.

Secara biaya, EAST diperkirakan akan menelan biaya lebih dari USD1 triliun di China pada saat eksperimen selesai berjalan pada bulan Juni 2022 ini. Bahkan, mereka sedang mengembangkan proyek lebih besar yakni the International Thermonuclear Experimental Reactor (ITER)  di wilayah lain yakni Prancis.

ITER mengandung magnet paling kuat di dunia, membuatnya mampu menghasilkan medan magnet 280.000 kali lebih kuat dari yang ada di sekitar Bumi. Reaktor fusi diharapkan mulai beroperasi pada tahun 2025. Keuntungannya, para ilmuwan akan lebih banyak mendapat wawasan tentang kepraktisan pemanfaatan tenaga bintang di Bumi.

 

Dengan meniru fisika bintang raksasa seperti matahari, reaktor fusi nuklir menggabungkan inti atom untuk menciptakan energi dalam jumlah besar, yang kemudian dapat diubah menjadi listrik. Pada dasarnya kebutuhan dasar listrik dapat terpenuhi, bahkan melebihi permintaan.

Dengan tidak adanya bahan bakar fosil dan limbah beracun, fusi nuklir lebih bersih dan lebih ramah lingkungan daripada metode saat ini.