Geopolitik Minyak Baru: Semikonduktor
Karena kita hidup di era inovasi teknologi, geopolitik teknologi yang kita saksikan sekarang dapat membahayakan industri apa pun, mulai dari sektor keuangan, kesehatan, hingga industri mobil dan elektronik. Bisnis semikonduktor telah menjadi salah satu industri yang paling esensial saat ini, yang mana pabrikan di seluruh dunia terpaksa berhenti atau tutup sebagai akibat dari kelangkaan semikonduktor yang tiba-tiba dan terus-menerus. Ketika terjadi permasalahan terhadap pemenuhan kapasitas produksi semi konduktor ini membuat perekonomian global terganggu, namun disisi lain peranan tiap negara pada industri ini menjadi peluang politik untuk pemenuhan kepentingan nasionalnya, salah satunya peluang bagi Indonesia.
Dunia menyaksikan melonjaknya permintaan dan krisis kekurangan semikonduktor global yang menjadikan beberapa produsen mobil dan bisnis elektronik global di seluruh dunia mengalami gangguan dalam produksi Ford, Toyota, dan Volvo. Permintaan chip melebihi pasokan. Skenario tak terduga tidak mungkin berubah dalam waktu dekat, dan laporan menunjukkan bahwa kendala pasokan mungkin berlangsung hingga 2023.
Pembuatan semikonduktor membutuhkan waktu lama untuk mengejar permintaan pasar karena proses produksinya tidak dapat didorong dalam waktu singkat semakin memperparah kondisi ini. Dengan demikian, permintaan yang tinggi terhadap semikonduktor telah mengalihkan fokus geopolitik dan keuangan global, yang sebelumnya berpusat pada sektor perminyakan, menuju ke era “minyak baru” yakni semikonduktor. Karena kemajuan pesat “Internet of Things (IoT)”, semikonduktor berpotensi melampaui minyak sebagai input komoditas utama dunia untuk pertumbuhan ekonomi.
Amerika Serikat telah mendesak Kongresnya untuk mengadopsi undang-undang yang akan menyediakan $52 miliar untuk produksi semikonduktor domestik, sedangkan inisiatif “Made in China 2025” China memprioritaskan swasembada semikonduktor. Data dari Badan Stastistik Nasional China 2021 menunjukkan bahwa output semikonduktor China meningkat sebesar 33% tahun lalu, lebih dari dua kali lipat tingkat pertumbuhan pada tahun 2020. Dengan kedua negara berinvestasi besar-besaran dalam industri semikonduktor mereka, dunia menyaksikan persaingan teknologi yang berkembang antara AS dan China, melalui semikonduktor mendapatkan relevansi strategis dalam geopolitik dunia.
Mengapa ada kekurangan semikonduktor, dan mengapa itu penting?
Semikonduktor adalah tulang punggung ekonomi modern dan landasan teknologi baru seperti kecerdasan buatan (AI), kendaraan otonom, dan komputasi kuantum yang berkembang menjadi komponen penting dari pertumbuhan ekonomi, keamanan nasional, dan inovasi teknis. Semikonduktor ada di mana-mana dalam perangkat listrik, dari ponsel, PC, dan alat pacu jantung, hingga internet, mobil listrik, pesawat terbang, dan senjata hipersonik. Digitalisasi produk dan layanan, seperti e-commerce global, sepenuhnya bergantung pada produk yang lebih kecil dari sehelai rambut manusia yang mana berpotensi memiliki konsekuensi global yang signifikan, seperti yang kita saksikan menjadi penyebab konflik antara Amerika Serikat, China, dan Taiwan, yang berimplikasi pada perdagangan global.
Kelangkaan semikonduktor telah mengirimkan gelombang kejut ke seluruh ekonomi global, mengurangi pasokan segala sesuatu mulai dari mobil hingga handphone, memperlihatkan ketergantungan dunia modern pada komponen yang sangat kecil ini, sebagaimana dikemukakan oleh J.S Mill (1848) yakni teori Comparative Advantage bahwa suatu negara akan menghasilkan dan kemudian mengekspor suatu barang yang memiliki comparative advantage terbesar dan mengimpor barang yang memiliki comparative disadvantage.
Dominasi comparative advantage dalam manufaktur semikonduktor ini memungkinkan negara untuk mendapatkan peningkatan relevansi strategis, yang dapat dimanfaatkan untuk keuntungan ekonomi dan politik. Misalnya, kebijakan pembatasan ekspor AS terhadap Huawei, sebuah perusahaan teknologi multinasional China, menunjukkan bagaimana rantai nilai semikonduktor global dapat dipersenjatai untuk kepentingan geopolitik.
Persaingan untuk mendominasi bisnis semikonduktor dengan cepat menjadi perlombaan yang bertujuan untuk mengontrol sumber daya dan jaringan pasokan semikonduktor, kompetesi ini menempatkan pemasok chip global semakin di bawah tekanan untuk memilih antara rantai pasokan “biru” (AS) dan “merah” (China).
Kebangkitan Asia dengan Samsung di Korea Selatan dan TSMC di Taiwan saat ini memproduksi secara massal node untuk semikonduktor, bersama-sama China sebagai pemain baru dan Jepang, menyumbang hampir semua fabrikasi semikonduktor di dunia. Selain itu India juga tampaknya membuat dorongan besar untuk meningkatkan kehadirannya di sektor manufaktur semikonduktor. Dalam upaya untuk menjadikan India sebagai pusat manufaktur chip global, pemerintah India pada Desember 2021, meluncurkan skema insentif senilai Rs 76.000 crore (sekitar $ 10 miliar) untuk menarik produsen semikonduktor dan display asing.
Bagaimana Peluang Indonesia pada perkembangan semikonduktor?
Indonesia juga melihat peluang ini untuk ikut berpartisipasi aktif dalam rantai nilai industri semikonduktor dunia. Berbagai upaya telah dilakukan oleh Indonesia untuk mengembangkan industri semikonduktor di Indonesia melalui membuka komunikasi bisnis yang intensif dan kerja sama dengan berbagai Multi National Cooperation (MNCs) dan perusahaan startup di seluruh dunia antara lain perusahaan-perusahan semikonduktor dan elektronika di Taiwan dan Teslka untuk berinvestasi ke Indonesia. Bahkan perkembangan terbaru, Presiden Joko Widodo menawarkan pada Presiden Jerman Frank Walter-Steinmeier untuk membangun industri khusus Jerman (German Industrial Quarter) di salah satu kawasan di Indonesia untuk mengembangkan pabrik semi konduktor di Indonesia, yang mana tawaran itu disampaikan saat keduanya di Istana Kepresidenan Bogor pada Kamis (16/6/2022).
Bilamana Indonesia bisa memanfaatkan potensi ini, bukan tidak mungkin Indonesia membuka peluang untuk mengembangkan kerjasama dengan industri strategis di Indonesia. Namun untuk mencapai ini, pemerintah harus memberikan dukungan penuh berupa kebijakan dan kemudahan baik fiskal maupun non fiskal. Seperti pemberian insentif dalam rangka penanaman modal merupakan salah satu upaya mendorong investasi industri semikonduktor di Indonesia. Selain itu pengembangan industri semikonduktor dalam negeri juga perlu dilakukan untuk mengamankan rantai pasokan produk industri, termasuk komponen chip agar sejalan dengan pendalaman struktur industri.
Mustahil membayangkan masa depan tanpa hiper-konektivitas, dan semikonduktor telah memainkan peran penting dalam kemajuan teknologi. Berbagai jalur produksi di seluruh dunia menjadi semakin penting untuk menjaga industri semikonduktor tetap bertahan ketika output melambat. Dengan digitalisasi dunia yang sedang berlangsung, kita harus mengakui bahwa mengandalkan negara mana pun untuk “teknologi inti” atau membatasinya pada segelintir negara sangat bermasalah bagi seluruh dunia karena memungkinkan munculnya monopoli, yang dapat melumpuhkan ekonomi suatu negara dan sebagai akibatnya, merusak keamanan nasional. Oleh karena itu, diversifikasi produksi semikonduktor adalah kebutuhan waktu.
Ketika negara-negara besar seperti China dan AS berusaha meningkatkan comparative advantage pada kemampuan produksi semikonduktor mereka, adalah bukti nyata bahwa kedua negara sangat bergantung pada impor semikonduktor dari negara lain. Indonesia harus mampu memanfaatkan peluang ini untuk mengembangkan pasar global dari semi konduktor yang berkembang pesat ini agar dapat mendorong perkembangan teknologi yang kuat bersama dengan kepentingan semua negara.