PBB Mencabut Keanggotaan Rusia dalam Dewan Hak Asasi Manusia (UNHRC)

Majelis Umum Perwakilan Bangsa-Bangsa (PBB) mengadakan sesi pertemuan spesial pada kamis 7 April 2022 waktu setempat. Pertemuan ini sekaligus menandai dimulainya kembali sesi darurat khusus tentang perang di Ukraina dan menyusul laporan pelanggaran yang dilakukan oleh pasukan Rusia.

Pada sesi ini Majelis PBB melakukan pemungutan suara atas resolusi untuk mencabut keanggotaan Rusia dalam dalam Dewan Hak Asasi Manusia PBB (UNHRC) yang mana resolusi yang dipimpin AS ini membutuhkan mayoritas dua pertiga dari anggota pemungutan suara untuk menangguhkan Rusia dari Dewan Hak Asasi Manusia.

Berdasarkan hasil pemungutan suara, resolusi tersebut menerima mayoritas dua pertiga dari  majelis yang beranggotakan 193 negara, dengan 93 negara memberikan suara mendukung dan 24 menentang serta 58 memilih abstain. Rusia, Cina, Kuba, Korea Utara, Iran, Suriah, Vietnam, termasuk di antara mereka yang memberikan suara menentang. Sedangkan yang abstain antara lain India, Brasil, Afrika Selatan, Meksiko, Mesir, Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Yordania, Qatar, Kuwait, Irak, Pakistan, Singapura, Thailand, Malaysia, Indonesia, dan Kamboja.  Hampir mayoritas negara ASEAN memilih abstain dalam resolusi tersebut termasuk Indonesia, hanya Myanmar dan Filipina yang memilih setuju. Bahkan Singapura sebagai satu-satunya negara ASEAN yang menjatuhkan sanksi ke Rusia turut memilih abstain.

Keputusan Majelis Umum PBB untuk mencabut keangggotaan Rusia dari Dewan Hak Asasi Manusia PBB didasari atas laporan “pelanggaran berat atas hak asasi manusia yang dilakukan secara sistematis” oleh pasukan Rusia di Ukraina. Akhir pekan lalu, beredar foto-foto yang berasal dari kota Bucha, sebkha kota yang terletak di pinggiran ibukota Kyiv. Di mana ratusan mayat sipil ditemukan di jalan-jalan dan kuburan massal setelah penarikan pasukan Rusia dari daerah tersebut.

Sebelum pemungutan suara, Duta Besar Ukraina Sergiy Kyslytsya mendesak negara-negara untuk mendukung resolusi tersebut. “Bucha dan lusinan kota serra desa Ukraina lainnya, di mana ribuan penduduk yang hidup damai telah dibunuh, disiksa, diperkosa, diculik dan dirampok oleh Tentara Rusia, menjadi contoh seberapa jauh Rusia telah melangkah jauh dari deklarasi awalnya di domain hak asasi manusia. Itulah sebabnya kasus ini unik dan tanggapan hari ini jelas dan cukup jelas,”  ujar Sergiy.

Disisi lain, setelah pengadopsian resolusi Deputi Perwakilan Tetap Rusia Gennady Kuzmin menyatakan bahwa Rusia telah memutuskan terhitung hari itu untuk meninggalkan Dewan Hak Asasi Manusia sebelum akhir masa jabatannya. Dia mengklaim bahwa forum UNHRC ini telah  dimonopoli oleh sekelompok negara yang menggunakannya untuk tujuan jangka pendek mereka. “Negara-negara ini selama bertahun-tahun secara langsung terlibat dalam pelanggaran hak asasi manusia yang terang-terangan dan masif, atau bersekongkol dengan pelanggaran itu. Terlepas dari keanggotaan mereka sebagai anggota UNHRC, mereka tidak siap mengorbankan kepentingan politik dan ekonomi jangka pendek mereka demi kerja sama sejati dan menstabilkan situasi hak asasi manusia di negara-negara tertentu.”

Selain itu Wakil tetap pertama Rusia untuk PBB, Dmitry Polyanskiy, sebelumnya memperingatkan bahwa dikeluarkannya Rusia dari UNHRC mungkin memiliki konsekuensi yang menghancurkan bagi sistem organisasi dunia ini.